Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Peremajaan Kelapa Sawit di Kabupaten Paser Kalimantan Timur
View/Open
Date
2018Author
Mariyah
Syaukat, Yusman
Hartoyo, Sri
Fariyanti, Anna
Krisnamurthi, Bayu
Metadata
Show full item recordAbstract
Rumahtangga petani yang mengusahakan tanaman tahunan termasuk kelapa
sawit akan menghadapi siklus produksi tanaman yang mulai menurun. Penurunan
produktivitas berkaitan erat dengan umur tanaman. Tanaman tua perlu
diremajakan untuk menjaga kestabilan produksi dan pendapatan. Umur optimal
peremajaan perlu diketahui guna memaksimumkan keuntungan usahatani.
Peremajaan kelapa sawit membutuhkan biaya yang tinggi sehingga menjadi
persoalan bagi perkebunan rakyat. Pembiayaan peremajaan dapat bersumber dari
internal rumahtangga petani dan dari eksternal. Kemampuan rumahtangga petani
dalam pengelolaan usahatani akan memberikan kontribusi pendapatan terhadap
kemampuan ekonomi rumahtangga untuk melakukan peremajaan secara mandiri.
Kemampuan rumahtangga petani dalam mengakses pembiayaan dari sumber
eksternal sangat diperlukan jika kemampuan ekonomi rumahtangga tidak
mencukupi. Pengetahuan tentang umur optimal peremajaan, kemampuan ekonomi
rumahtangga, dan akses rumahtangga terhadap pembiayaan menjadi penentu bagi
keberlanjutan usaha kelapa sawit.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis umur optimal peremajaan
berdasarkan arus pendapatan usaha kelapa sawit yang diusahakan oleh
rumahtangga petani, (2) Menganalisis kemampuan ekonomi rumahtangga petani
dan faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan ekonomi rumahtangga petani
untuk melakukan peremajaan kelapa sawit, (3) Menganalisis keputusan petani
terhadap peremajaan, (4) Menganalisis keputusan petani dalam mengambil kredit
peremajaan kelapa sawit, dan (5) Menganalisis pola peremajaan kelapa sawit di
Kabupaten Paser.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Paser dengan waktu pengambilan data
primer mulai Desember 2016-Maret 2017. Data yang digunakan adalah data cross
section dengan jumlah sampel 268 rumahtangga petani berdasarkan umur tanaman
kelapa sawit dari 0-33 tahun. Analisis penentuan umur optimal peremajaan kelapa
sawit menggunakan model optimum replacement dan perilaku rumahtangga petani
dalam peremajaan menggunakan model persamaan simultan serta analisis logit
untuk menganalisis sikap petani terhadap peremajaan dan peluang akses
rumahtangga petani terhadap kredit peremajaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa produksi maksimum tanaman kelapa
sawit dicapai pada umur tanaman antara 19-20 tahun. Umur optimal peremajaan
kelapa sawit berada pada umur 32 tahun. Keuntungan yang diperoleh dari usaha
kelapa sawit pada umur ini adalah 8.69 juta per hektar per tahun dengan
penerimaan Rp 15.50 juta dan biaya Rp 6.80 juta. Analisis sensitivitas
menunjukkan bahwa umur optimal peremajaan sensitif terhadap perubahan
tingkat suku bunga. Penurunan tingkat suku bunga akan memperpendek umur
optimal peremajaan menjadi 31 tahun. Sebaliknya Kenaikan tingkat suku bunga
memperpanjang umur optimal peremajaan menjadi 34 tahun.
Peremajaan saat ini tidak dapat dilakukan secara mandiri oleh rumahtangga
petani karena kemampuan ekonomi rumahtangga yaitu rasio antara tabungan
peremajaan dan biaya peremajaan hanya sebesar 10.81 persen dan rasio antara
surplus pendapatan dan biaya peremajaan sebesar 39.27 persen. Artinya jika
berdasarkan ketersediaan tabungan dan surplus pendapatan per hektar per tahun
maka rumahtangga petani saat ini masih membutuhkan bantuan pembiayaan dari
luar rumahtangga. Rumahtangga dengan umur tanaman diatas 30 tahun lebih
banyak menabung untuk biaya peremajaan dalam bentuk bibit kelapa sawit
dibandingkan uang tunai. Kemampuan ekonomi rumahtangga dapat ditingkatkan
melalui kebijakan penetapan umur peremajaan kelapa sawit dan kenaikan harga
tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Penetapan umur peremajaan dapat
membantu rumahtangga merencanakan peremajaan dengan menabung sebagian
pendapatan kelapa sawit selama masa produktif. Kenaikan harga TBS dapat
meningkatkan penerimaan dari usaha kelapa sawit.
Alasan rumahtangga petani belum melakukan peremajaan adalah berharap
adanya bantuan peremajaan dalam waktu dekat dan sedang dalam proses
pengajuan dana hibah peremajaan sebesar 36.28 persen. Keputusan rumahtangga
melakukan peremajaan dipengaruhi oleh jumlah plot lahan dengan umur tanaman
yang berbeda, umur petani, diversifikasi sumber pendapatan, akses rumahtangga
terhadap pinjaman selain kredit peremajaan, lama pendidikan, dan luas areal
kelapa sawit. Ketersediaan lahan dengan umur tanaman berbeda menjadi sumber
pendapatan rumahtangga petani selama masa peremajaan kelapa sawit. Penelitian
ini menunjukkan bahwa rumahtangga yang telah meremajakan tanamannya
memiliki pendapatan dari tanaman yang telah diremajakan sebesar 51.86 persen
dan pendapatan dari tanaman dengan umur yang lain sebesar 48.14 persen. Selain
itu, pembiayaan dari sumber eksternal masih diperlukan dalam pembiayaan
peremajaan.
Keputusan rumahtangga mengambil kredit peremajaan dipengaruhi secara
positif oleh variabel umur petani, lama pendidikan petani, dan pengeluaran
rumahtangga perkapita.Variabel luas areal kelapa sawit yang dimiliki, jumlah plot
lahan dengan umur tanaman yang berbeda, dan akses rumahtangga terhadap
pinjaman lain selain kredit peremajaan berpengaruh negatif terhadap keputusan
rumahtangga mengambil kredit peremajaan. Rumahtangga petani memiliki akses
terhadap sumber pembiayaan yang tinggi. Rumahtangga petani sebesar 55.22
persen memiliki pinjaman kepada perbankan dan hanya 44.78 persen yang tidak
memiliki pinjaman. Hal ini menjadi peluang untuk pemanfaatan pinjaman tersebut
untuk pembiayaan peremajaan.
Rumahtangga petani yang masih memiliki waktu sebelum umur optimal
peremajaan perlu merencanakan peremajaan secara bertahap dan mandiri.
Kemampuan rumahtangga untuk bisa mengusahakan tanaman kelapa sawit
dengan variasi umur tanaman juga sangat membantu sumber pendapatan
rumahtangga dalam masa peremajaan.
Implikasi penelitian ini adalah diperlukannya bantuan dana untuk
peremajaan dari sumber eksternal bagi rumahtangga yang sudah memasuki umur
optimal peremajaan. Perencanaan peremajaan secara mandiri harus dilakukan oleh
rumahtangga petani yang masih dalam masa produktif.