Efektifitas Areal Nilai Konservasi Tinggi Dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Lansekap Perkebunan Kelapa Sawit: Studi Kasus di Provinsi Kalimantan Tengah
View/Open
Date
2018Author
Kwatrina, Rozza Tri
Santosa, Yanto
M Bismark
Santoso, Nyoto
Metadata
Show full item recordAbstract
Selama beberapa dekade terakhir, ekspansi perkebunan kelapa sawit telah
menjadi topik strategis sekaligus kontroversi dalam dimensi ekonomi, ekologi,
dan sosial di Indonesia sebagai negara mega biodiversity. Konservasi
keanekaragaman hayati merupakan kata kunci sekaligus jaminan untuk mencapai
kelestarian (sustainability) ekologis sekaligus keberlanjutan tujuan produksi.
Keberhasilannya sangat tergantung pada efektifitas area NKT sebagai bagian dari
lansekap perkebunan kelapa sawit dengan sejumlah karakter dan faktor-faktor
penentunya.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan konsep area NKT yang efektif
dalam konservasi keanekaragaman hayati pada lansekap perkebunan sawit.
Penelitian ini dicapai dengan melakukan menetapkan lima tujuan khusus yaitu, 1)
mendeskripsikan profil area NKT di beberapa perusahaan perkebunan kelapa
sawit, 2) menganalisis dampak perkebunan kelapa sawit terhadap
keanekaragaman spesies satwa, 3) menganalisis dampak perkebunan kelapa sawit
terhadap keanekaragaman spesies tumbuhan, 4) menganalisis efektifitas area NKT
dalam konservasi keanekaragaman spesies satwa dan tumbuhan di perkebunan
kelapa sawit, 5) menganalisis faktor fisik ekologis penentu keberhasilan area NKT
dalam konservasi keanekaragaman spesies Mamalia, Herpetofauna, Burung, dan
Serangga Lepidoptera, dan tumbuhan di perkebunan kelapa sawit, dan 6)
mensintesis konsep dan merumuskan konsep efektifitas area NKT dalam
konservasi keanekaragaman spesies satwa dan tumbuhan di lansekap perkebunan
sawit
Penelitian dilakukan pada 2017 dengan lokasi pengambilan data di Provinsi
Kalimantan Tengah. Data ekologi tumbuhan dan satwa dikumpulkan dari empat
perkebunan sawit besar. Sebagai pembanding data ekologi juga diambil dari hutan
sekunder dan semak belukar yang mewakili tipe tutupan lahan sebelum
pembangunan perkebunan. Asal usul dan perubahan lahan sebelum menjadi
perkebunan kelapa sawit dianalisis dengan metode GIS. Keanekaragaman spesies
satwa diamati dengan metode jalur transek, visual encounter survey, point
observation, dan time search, sedangkan analisis vegetasi menggunakan metode
petak tunggal.
Area NKT pada empat perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah
memiliki luas berkisar 100 hingga 940 ha atau 1.43 hingga 12% dari total luas
kebun. Nilai ini lebih rendah dari rata-rata luas area NKT di wilayah Kalimantan
ataupun di Indonesia. Area NKT dan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan
Tengah terbukti bukan berasal dari hutan primer melainkan hutan sekunder dan
semak belukar yang terbentuk dari bekas ladang masyarakat dan area konsesi
(HPH). Pembangunan perkebunan sawit yang merubah hutan sekunder dan semak
belukar tersebut berdampak terhadap peningkatan jumlah spesies sebesar 2.7 -
480% pada Serangga Lepidoptera, 9.37 - 24.24% pada Burung, 16.67 - 100%
pada Mamalia, dan 25 - 40% pada Herpetofauna, sedangkan nilai kekayaan dan
kemerataan spesies menunjukkan nilai yang bervariasi. Dampak lainnya adalah
meningkatnya jumlah spesies berdasarkan tingkat tropik pada mamalia, burung,
dan kupu-kupu, serta tingginya jumlah species gain (spesies yang diperoleh)
dibandingkan species loss (spesies yang hilang) pada semua kelas satwa.
Variabel ekologis juga menunjukkan seberapa besar dampak perkebunan
kelapa sawit terhadap tumbuhan. Jumlah, tingkat kekayaan, keanekaragaman, dan
kemerataan spesies yang berasal dari semak belukar menunjukkan peningkatan
masing-masing sebesar 23 - 100%, 48 - 1.317%, 48 - 249% dan 29 - 32%.
Sedangkan untuk yang berasal dari hutan sekunder meningkat sebesar 23 – 100%
untuk jumlah spesies, 66 - 119% untuk kekayaan spesies, 75 - 104% untuk
keanekaragaman spesies, dan 49 - 69% untuk kemerataan spesies.
Efektifitas ideal area NKT dari aspek biotik menghasilkan beberapa kriteria
untuk tumbuhan dan satwa, yaitu keanekaragaman spesies, kelestarian spesies,
dan keberadaan spesies penting. Penilaian terhadap tumbuhan mengindikasikan
kondisi vegetasi yang belum efektif. Walaupun tingkat keanekaragaman spesies
lebih tinggi dari tipe habitat lainnya, dan kisaran kerapatan tingkat pohon relatif
normal sebesar 27 - 42 individu/hektar, namun kerapatan vegetasi tidak
seluruhnya normal, tingkat kelestarian spesies-spesies penting dan tingkat
kemiripan vegetasi dengan habitat referensi masih tergolong sangat rendah. Untuk
satwa, tingkat keanekaragaman spesies dan kemiripannya juga rendah
dibandingkan tempat lain di wilayah Kalimantan. Efektifitas realitas area NKT
ditentukan oleh tingkat keanekaragaman hayati dan tipe tutupan lahan asal.
Prasyarat untuk tercapainya efektifitas realitas adalah mampu meminimalkan
dampak negatif perkebunan dan memiliki komponen ekosistem yang berfungsi
secara ekologis.
Ada dua komponen utama yang memengaruhi kekayaan satwa di lokasi
penelitian yang mewakili lima faktor yaitu jumlah spesies tumbuhan, luas area,
jarak sungai, jarak jalan, jarak pemukiman. Komponen pertama terdiri atas luas
hutan, jarak jalan dan jarak permukiman, sedangkan komponen kedua terdiri atas
jumlah spesies tumbuhan dan jarak sungai. Mamalia adalah kelompok satwa yang
paling terpengaruh secara positif dan signifikan oleh kombinasi kedua faktor,
sehingga harus menjadi pertimbangan utama dalam penentuan area NKT.
Penentuan area NKT yang efektif berdasarkan lansekap mosaik memberikan
pendekatan yang lebih baik dalam penilaian dampak perkebunan kelapa sawit
terhadap keanekaragaman hayati. Implikasi antara lain memberikan peningkatan
(improvement) dalam mekanisme penilaian kelestarian perkebunan kelapa sawit
dalam skema sertifikasi, redesain area NKT yang efektif, dan pengelolaan wilayah
dengan jurisdiksi yang lebih luas.
Collections
- DT - Forestry [348]