Show simple item record

dc.contributor.advisorWibawan, I Wayan Teguh
dc.contributor.advisorLukman, Denny Widaya
dc.contributor.advisorSudarnika, Etih
dc.contributor.advisorMranata, Boedi
dc.contributor.authorHelmi
dc.date.accessioned2019-01-17T06:30:21Z
dc.date.available2019-01-17T06:30:21Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/95958
dc.description.abstractSarang burung walet (SBW) adalah hasil burung yang dibuat menggunakan salivanya dan memerlukan proses lebih lanjut untuk konsumsi manusia. Sarang burung walet adalah produk hewan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi dan nilai terapi seperti anti virus influenza, anti oksidan, pencerah kulit, meningkatkan kekuatan tulang, meningkatkan pertumbuhan epidermal, anti kanker, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Beberapa faktor seperti negara asal SBW, lingkungan tempat memproduksi SBW (rumah dan gua) dan warna SBW (putih, kuning dan merah) berperan dalam menentukan kualitas dan harga SBW. Beberapa tahun belakangan, perdagangan SBW mulai melihat kandungan nutrisi pada SBW seperti kandungan protein dan lebih spesifik lagi kandungan asam sialat. Terkait hal ini, pemerintahan Tiongkok memberlakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam sialat untuk SBW yang masuk ke negaranya. Asam sialat memiliki peran biologis yang luas dan menjadi marker dalam perdagangan SBW. Hasil kuantifikasi kandungan asam sialat pada SBW ditemukan berbeda pada beberapa negara, namun belum ada informasi yang menjelaskan perihal ini. Beberapa peneliti meyakini, faktor kondisi lingkungan di sekitar rumah walet dan ketersediaan sumber makanan burung walet turut memengaruhi kandungan asam sialat. Indonesia sebagai eksportir SBW terbesar di dunia belum memiliki data tentang keragaman kandungan asam sialat pada SBW yang berasal dari rumah walet yang tersebar di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan asam sialat pada SBW asal rumah walet di Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa dan mengukur kemampuannya menghambat infeksi virus highly pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1. Penelitian ini terdiri atas 4 tahap. Tahap pertama diawali dengan mengukur kandungan asam sialat pada SBW asal rumah walet di Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa yang telah dievaluasi oleh Badan Karantina Pertanian untuk ekspor memengaruhi ke Tiongkok. Tahap kedua menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kandungan asam sialat pada SBW menggunakan kuesioner, wawancara dengan pengelola rumah walet, observasi rumah walet dan vegetasi di sekitarnya serta identifikasi serangga yang dimakan burung walet. Pada penelitian ini juga dianalisis profil protein pada SBW asal Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa yang secara tidak langsung dapat melihat kelimpahan glikoprotein pada SBW. Terakhir adalah tahap eksperimental, mengukur kemampuan ekstrak SBW dalam menghambat infeksi virus HPAI H5N1 secara in vitro pada kultur sel. Metode spektrofotometrik digunakan untuk mengukur kandungan asam sialat pada SBW yang didasarkan pada reaksi asam sialat dengan reagen ninhidrin dalam larutan asam. Hasil pengujian kandungan asam sialat pada SBW asal Pulau Kalimantan berkisar antara 9.30%–13.30% dengan rata-rata 11.35% (SK 95%; 11.12%–11.57%). Kandungan asam sialat pada SBW asal Pulau Jawa berkisar 9.20%–13.62% dengan rata-rata 10.85% (SK 95%; 10.51%–11.19%). Terdapat perbedaan yang nyata antara kandungan asam sialat asal Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa. Rataan kandungan asam sialat pada SBW asal Pulau Kalimantan lebih tinggi dibandingkan dengan SBW asal Pulau Jawa dengan rata-rata perbedaan 0.49% (SK 95%; 0.11%–0.89%). Faktor yang memengaruhi kandungan asam sialat pada SBW pada taraf yang nyata (p<0.05) adalah lokasi, vegetasi, keberadaan tumbuhan di sekitar rumah walet, sistem panen, ketinggian rumah walet dari permukaan laut (altitude) dan keragaman serta jumlah serangga yang dimakan burung walet. Principal component analysis (PCA) mengelompokkan SBW asal Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa menjadi dua kelompok yang berbeda. Karakterisasi protein pada SBW dilakukan dengan teknik SDS-PAGE menggunakan gel pemisah 12% diikuti pewarna CBB R250, menghasilkan pita protein yang khas untuk setiap sampel. Berdasarkan asal sampel, ada perbedaan jumlah pita protein dan perbedaan intensitas pita protein, yang menunjukkan adanya perbedaan kandungan protein pada SBW. Pita protein pada sampel SBW asal Pulau Kalimantan memiliki 6–12 pita, sedangkan SBW asal Pulau Jawa memiliki 12–13 pita. Pita protein asal Pulau Kalimantan memiliki intensitas warna yang lebih kuat dibandingkan dengan pita protein asal Pulau Jawa. Selain itu, pita protein pada SBW asal Pulau Jawa lebih homogen. Berat molekul protein berkisar dari 18–552 kDa dan sebanyak 76.6% berat molekul protein berada di atas 35 kDa. Pita protein yang umum ditemukan adalah pita protein dengan berat molekul 55–59 dan 107–127 kDa. Analisis kluster (hierarchical cluster analysis) metode Ward Linkage dengan tingkat kemiripan 70% mengelompokkan SBW asal Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa dalam 3 kluster utama. Kluster satu terdiri atas PTM 4, SAD dan JOR, kluster dua terdiri atas MTR, CMY, BD, dan GD, sedangkan kluster 3 terdiri atas KS dan KT. Kemiripan profil protein memiliki korelasi dengan kemiripan vegetasi di sekitar rumah walet. Sampel-sampel SBW asal rumah walet di Pulau Kalimantan memiliki vegetasi homogen yaitu perkebunan kelapa sawit, karet, mangrove sedangkan rumah walet di Pulau Jawa dibangun di pinggiran hutan primer ataupun sekunder. Keadaan vegetasi di sekitar rumah walet berkorelasi dengan keragaman dan kelimpahan serangga sebagai sumber pakan burung walet. Semakin heterogen vegetasi di sekitar rumah walet, semakin beragam dan melimpah serangga yang ditemukan dan pada akhirnya memengaruhi kandungan protein pada SBW. Kemampuan ekstrak SBW menghambat infeksi virus H5N1 telah dibuktikan secara in vitro pada kultur sel Vero. Ekstrak SBW dapat menghambat hemaglutinasi virus AI H5N1 pada eritrosit unggas mulai konsentrasi 12 μg/ml. Hasil uji netralisasi virus menunjukkan bahwa ekstrak SBW dapat menetralisasi infeksi virus AI H5N1 sampai hari ke-3 dan menurunkan titer virus H5N1 setelah perlakuan. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara konsentrasi ekstrak SBW 1–5 mg/ml dengan 15 mg/ml dalam menghambat infeksi virus HPAI H5N1 pada hari ke-3, namun tidak ada perbedaan antara konsentrasi 6–10 mg/ml dengan konsentrasi 15 mg/ml. Pada penelitian ini terungkap bahwa mekanisme kerja SBW menghambat infeksi virus H5N1 adalah dengan menghambat pelekatan virus ke reseptor di permukaan sel inang. Sarang burung walet terbukti aman dan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pencegahan infeksi virus HPAI H5N1.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcVeterinary Healthid
dc.subject.ddcAvian Influenzaid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcKalimantanid
dc.titleI Wayan Teguh Wibawanid
dc.title.alternativeIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordantivirusid
dc.subject.keywordasam sialatid
dc.subject.keywordH5N1id
dc.subject.keywordprofil proteinid
dc.subject.keywordsarang burung waletid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record