I Wayan Teguh Wibawan
View/Open
Date
2018Author
Helmi
Wibawan, I Wayan Teguh
Lukman, Denny Widaya
Sudarnika, Etih
Mranata, Boedi
Metadata
Show full item recordAbstract
Sarang burung walet (SBW) adalah hasil burung yang dibuat menggunakan
salivanya dan memerlukan proses lebih lanjut untuk konsumsi manusia. Sarang
burung walet adalah produk hewan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi
dan nilai terapi seperti anti virus influenza, anti oksidan, pencerah kulit,
meningkatkan kekuatan tulang, meningkatkan pertumbuhan epidermal, anti
kanker, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Beberapa faktor seperti
negara asal SBW, lingkungan tempat memproduksi SBW (rumah dan gua) dan
warna SBW (putih, kuning dan merah) berperan dalam menentukan kualitas dan
harga SBW. Beberapa tahun belakangan, perdagangan SBW mulai melihat
kandungan nutrisi pada SBW seperti kandungan protein dan lebih spesifik lagi
kandungan asam sialat. Terkait hal ini, pemerintahan Tiongkok memberlakukan
pemeriksaan terhadap kandungan asam sialat untuk SBW yang masuk ke
negaranya. Asam sialat memiliki peran biologis yang luas dan menjadi marker
dalam perdagangan SBW. Hasil kuantifikasi kandungan asam sialat pada SBW
ditemukan berbeda pada beberapa negara, namun belum ada informasi yang
menjelaskan perihal ini. Beberapa peneliti meyakini, faktor kondisi lingkungan di
sekitar rumah walet dan ketersediaan sumber makanan burung walet turut
memengaruhi kandungan asam sialat. Indonesia sebagai eksportir SBW terbesar
di dunia belum memiliki data tentang keragaman kandungan asam sialat pada
SBW yang berasal dari rumah walet yang tersebar di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan asam sialat pada SBW
asal rumah walet di Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa dan mengukur
kemampuannya menghambat infeksi virus highly pathogenic avian influenza
(HPAI) H5N1. Penelitian ini terdiri atas 4 tahap. Tahap pertama diawali dengan
mengukur kandungan asam sialat pada SBW asal rumah walet di Pulau
Kalimantan dan Pulau Jawa yang telah dievaluasi oleh Badan Karantina Pertanian
untuk ekspor memengaruhi ke Tiongkok. Tahap kedua menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi kandungan asam sialat pada SBW menggunakan kuesioner,
wawancara dengan pengelola rumah walet, observasi rumah walet dan vegetasi di
sekitarnya serta identifikasi serangga yang dimakan burung walet. Pada penelitian
ini juga dianalisis profil protein pada SBW asal Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa
yang secara tidak langsung dapat melihat kelimpahan glikoprotein pada SBW.
Terakhir adalah tahap eksperimental, mengukur kemampuan ekstrak SBW dalam
menghambat infeksi virus HPAI H5N1 secara in vitro pada kultur sel.
Metode spektrofotometrik digunakan untuk mengukur kandungan asam
sialat pada SBW yang didasarkan pada reaksi asam sialat dengan reagen ninhidrin
dalam larutan asam. Hasil pengujian kandungan asam sialat pada SBW asal Pulau
Kalimantan berkisar antara 9.30%–13.30% dengan rata-rata 11.35% (SK 95%;
11.12%–11.57%). Kandungan asam sialat pada SBW asal Pulau Jawa berkisar
9.20%–13.62% dengan rata-rata 10.85% (SK 95%; 10.51%–11.19%). Terdapat
perbedaan yang nyata antara kandungan asam sialat asal Pulau Kalimantan dan
Pulau Jawa. Rataan kandungan asam sialat pada SBW asal Pulau Kalimantan
lebih tinggi dibandingkan dengan SBW asal Pulau Jawa dengan rata-rata
perbedaan 0.49% (SK 95%; 0.11%–0.89%). Faktor yang memengaruhi
kandungan asam sialat pada SBW pada taraf yang nyata (p<0.05) adalah lokasi,
vegetasi, keberadaan tumbuhan di sekitar rumah walet, sistem panen, ketinggian
rumah walet dari permukaan laut (altitude) dan keragaman serta jumlah serangga
yang dimakan burung walet. Principal component analysis (PCA)
mengelompokkan SBW asal Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa menjadi dua
kelompok yang berbeda.
Karakterisasi protein pada SBW dilakukan dengan teknik SDS-PAGE
menggunakan gel pemisah 12% diikuti pewarna CBB R250, menghasilkan pita
protein yang khas untuk setiap sampel. Berdasarkan asal sampel, ada perbedaan
jumlah pita protein dan perbedaan intensitas pita protein, yang menunjukkan
adanya perbedaan kandungan protein pada SBW. Pita protein pada sampel SBW
asal Pulau Kalimantan memiliki 6–12 pita, sedangkan SBW asal Pulau Jawa
memiliki 12–13 pita. Pita protein asal Pulau Kalimantan memiliki intensitas
warna yang lebih kuat dibandingkan dengan pita protein asal Pulau Jawa. Selain
itu, pita protein pada SBW asal Pulau Jawa lebih homogen. Berat molekul protein
berkisar dari 18–552 kDa dan sebanyak 76.6% berat molekul protein berada di
atas 35 kDa. Pita protein yang umum ditemukan adalah pita protein dengan berat
molekul 55–59 dan 107–127 kDa. Analisis kluster (hierarchical cluster analysis)
metode Ward Linkage dengan tingkat kemiripan 70% mengelompokkan SBW
asal Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa dalam 3 kluster utama. Kluster satu terdiri
atas PTM 4, SAD dan JOR, kluster dua terdiri atas MTR, CMY, BD, dan GD,
sedangkan kluster 3 terdiri atas KS dan KT. Kemiripan profil protein memiliki
korelasi dengan kemiripan vegetasi di sekitar rumah walet. Sampel-sampel SBW
asal rumah walet di Pulau Kalimantan memiliki vegetasi homogen yaitu
perkebunan kelapa sawit, karet, mangrove sedangkan rumah walet di Pulau Jawa
dibangun di pinggiran hutan primer ataupun sekunder. Keadaan vegetasi di
sekitar rumah walet berkorelasi dengan keragaman dan kelimpahan serangga
sebagai sumber pakan burung walet. Semakin heterogen vegetasi di sekitar rumah
walet, semakin beragam dan melimpah serangga yang ditemukan dan pada
akhirnya memengaruhi kandungan protein pada SBW.
Kemampuan ekstrak SBW menghambat infeksi virus H5N1 telah
dibuktikan secara in vitro pada kultur sel Vero. Ekstrak SBW dapat menghambat
hemaglutinasi virus AI H5N1 pada eritrosit unggas mulai konsentrasi 12 μg/ml.
Hasil uji netralisasi virus menunjukkan bahwa ekstrak SBW dapat menetralisasi
infeksi virus AI H5N1 sampai hari ke-3 dan menurunkan titer virus H5N1 setelah
perlakuan. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara konsentrasi
ekstrak SBW 1–5 mg/ml dengan 15 mg/ml dalam menghambat infeksi virus
HPAI H5N1 pada hari ke-3, namun tidak ada perbedaan antara konsentrasi 6–10
mg/ml dengan konsentrasi 15 mg/ml. Pada penelitian ini terungkap bahwa
mekanisme kerja SBW menghambat infeksi virus H5N1 adalah dengan
menghambat pelekatan virus ke reseptor di permukaan sel inang. Sarang burung
walet terbukti aman dan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pencegahan
infeksi virus HPAI H5N1.
Collections
- DT - Veterinary Science [294]