Model Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat
View/Open
Date
2018Author
Santoso, Paulus Basuki Kuwat
Widiatmaka
Sabiham, Supiandi
Machfud
Rusastra, I Wayan
Metadata
Show full item recordAbstract
Diantara penggunaan lahan di Indonesia, lahan sawah mempunyai tingkat
kerentanan terkonversi yang sangat tinggi. Konversi lahan sawah tidak hanya
mengakibatkan penurunan produksi padi melainkan juga menyebabkan perubahan
kehidupan rumah tangga petani. Lahan sawah di Indonesia pada tahun 2012-2016
rata-rata memproduksi padi 75 592 247 ton/tahun yang 51%-nya dihasilkan di
Pulau Jawa dan 49%-nya dihasilkan di luar Pulau Jawa. Dengan adanya ancaman
konversi lahan sawah, dalam jangka pendek dan menengah, potensi lahan sawah di
Pulau Jawa harus dipertahankan atau dikendalikan konversinya agar kedaulatan
pangan tetap terjaga. Provinsi Jawa Barat merupakan produsen padi tertinggi di
Pulau Jawa dengan produktivitas rata-rata 5,98 ton/ha pada tahun 2016. Jawa Barat
memiliki tiga sentra penghasil padi yaitu Kabupaten Kerawang, Kabupaten Subang,
dan Kabupaten Indramayu. Kabupaten Subang memiliki bentuk wilayah yang
paling disting dibandingkan dengan Kabupaten Karawang dan Kabupaten
Indramayu. Wilayah administrasi Kabupaten Subang memanjang dari daratan
pantai sampai ke daerah perbukitan sehingga diperkirakan proses alternasi sawah–
pertanian lahan kering akan lebih dinamis. Hasil penelitian diharapkan dapat
menjadi contoh bagi wilayah sentra produksi padi lain di Pulau Jawa.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah membangun sebuah model yang
menghasilkan kinerja sebagai pengendali atau penghambat laju konversi lahan
sawah. Pemodelan membutuhkan tahapan: (1) analisis pola perubahan, analisis
penyebab/pengendalian konversi lahan sawah, (2) analisis sikap petani dalam
merespon kondisi setelah lahan sawahnya terkonversi, (3) mengevaluasi kesesuaian
lahan untuk lahan sawah di luar sawah aktual, (4) pemodelan dinamika spasial
penggunaan lahan sawah.
Metodologi pemodelan menggunakan algoritma Cellular Automata (CA)
yang menggunakan ukuran sel 30x30m2, ketetanggaan Moore, aturan transisi sel
“IF... THEN....”, dan iterasi selama 5 tahun. Inisial pemodelan menggunakan data
penggunaan lahan/tutupan lahan (PLTL) Kabupaten Subang tahun 2009 (hutan,
semak belukar, tegalan/ladang, sawah, perkebunan/kebun, tambak,
permukiman/tempat kegiatan, dan industri). Pembobotan sel setiap kelas PLTL
memanfaatkan hasil analisis pola perubahan PLTL (faktor biofisik) tahun 1999-
2004-2009. Pemodelan menambahkan bobot parameter sosio-ekonomi yang
dihasilkan dari analisis penilaian 7 pakar dengan Analytical Hierarchy Proccess
(AHP). Parameter komoditas pesaing (perkebunan, tambak) dilibatkan dalam
pemodelan. Peta kesesuaian lahan sawah melibatkan teknik multikriteria dan
Weigthed Linear Combination (WLC). Pemodelan membutuhkan intervensi
kebijakan yang memanfaatkan hasil analisis Interpretive Structural Modelling
(ISM) yaitu sub-elemen kunci penyebab dan pengendalian konversi lahan sawah.
Intervensi pemodelan juga melibatkan hasil kategorisasi adaptasi petani yang
diperoleh dari 9 informan kunci (in-depth interview) dan diskripsi statistik hasil
survei 164 responden (purposive sampling). Pemodelan membangun 3 Model
dengan intervensi kebijakan parameter yang berbeda. Validasi model menggunakan
nilai Akurasi Keseluruhan (Overall Accuracy) dari matriks perbandingan antara
prediksi PLTL tahun 2014 dengan PLTL aktual tahun 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terjadi pola perubahan PLTL sawah
menjadi PLTL kawasan industri, permukiman/tempat kegiatan, perkebunan/kebun,
tambak, sedangkan PLTL non-sawahyang berubah menjadi PLTL sawah adalah
perkebunan/kebun. Tambak, tegalan/ladang. Bobot perubahan PLTL sawah
menjadi kebun adalah 0,96, bobot PLTL sawah menjadi permukiman/tempat
kegiatan adalah 0,83, bobot PLTL Sawah menjadi tambak sebesar 0,4, dan bobot
perubahan PLTL sawah menjadi industri adalah 0,55. Sedangkan pertumbuhan
PLTL sawah dari PLTL hutan mempunyai bobot 0,34, dari PLTL kebun 0,47, dari
PLTL permukiman 0,12, dan dari PLTL tegalan/ladang sebesar 0,07. Analisis ISM
menghasilkan sub-elemen kunci “peningkatan kebutuhan ekonomi petani” sebagai
penyebab utama konversi lahan sawah dan sub-elemen kunci “menetapkan perda
tata ruang”, “membangun dan merehabilitasi jaringan irigasi” sebagai sub-elemen
kunci dari pengendalian konversi lahan sawah. (2) petani menyikapi kondisi setelah
lahan sawahnya terkonversi dengan penyesuaian terhadap dana kompensasi,
penghasilan, dan pekerjaan (3) evaluasi lahan untuk lahan sawah menemukan 9 885
hektar lahan yang sesuai dan dapat digunakan menjadi lahan sawah. Penelitian
menghasilkan model dengan nilai AK di atas nilai cut-off 85% yaitu 96%.
Keterlibatan parameter biofisik, sosio-ekonomi, pengaruh ketetanggaan komoditas
pesaing, dan pola ruang memaksa sawah terkonversi ke industri,
permukiman/tempat kegiatan, perkebunan/kebun, dan tambak. Sebaliknya sawah
mampu merubah penggunaan lahan dari perkebunan/kebun, tambak, dan
tegalan/ladang. Bentuk kebijakan dan intervensi tidak dapat mencegah terjadinya
konversi lahan sawah melainkan hanya dapat memperlambat konversi lahan sawah.
Namun demikian intervensi secara ekonomi, yaitu menaikkan subsidi output ampu
meningkatkan luas lahan sawah yang berasal dari Perkebunan/Kebun,
Tegalan/Ladang, dan Semak Belukar.