Kajian Entomologis Anopheles spp. sebagai Dasar Penyusunan Strategi Integrated Vector Management (IVM) dalam Upaya Eliminasi Malaria di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.
View/Open
Date
2018Author
Sugiarto
Hadi, Upik Kesumawati
Soviana, Susi
Hakim, Lukman
Metadata
Show full item recordAbstract
Malaria merupakan satu di antara permasalahan kesehatan masyarakat dan
masih menjadi penyakit prioritas bagi Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
Indonesia. Kemenkes (2016) melaporkan bahwa dari total 258 924 888 penduduk
Indonesia pada tahun 2016, masih terdapat 80 209 723 penduduk (31%) hidup di
daerah endemis malaria. Kabupaten Nunukan merupakan daerah transit TKI dari
Malaysia dan sebagai pintu masuk negara, sehingga pengendalian penyakit
malaria menjadi prioritas. Penularan malaria di Pulau Sebatik terindikasi telah
terjadi penularan setempat (indigenous), tetapi data tentang bioekologi Anopheles
sebagai vektor dan pola perilakunya belum tersedia. Berdasarkan permasalahan
tersebut, diperlukan penelitian tentang aspek-aspek entomologi Anopheles spp.
dan efektivitas kelambu berinsektisida serta alternatif pendekatan pengendalian
vektor terpadu (integrated vector management-IVM) di daerah endemis malaria
yaitu Desa Sungai Nyamuk, Pulau Sebatik.
Jumlah nyamuk Anopheles yang tertangkap di Desa Sungai Nyamuk selama
observasi 18 bulan sebanyak 5103 nyamuk betina dan telah teridentifikasi 11
spesies yaitu An. vagus, An. sundaicus, An. subpictus, An. indefinitus, An.
peditaeniatus, An. nigerrimus, An. tesselatus, An. barbirostris, An. letifer, An.
umbrosus dan An. barbumbrosus. Pengujian konfirmasi vektor malaria di Desa
Sungai Nyamuk menggunakan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
telah dilakukan terhadap 2259 nyamuk betina parous (44.3%), dari total 5103
nyamuk Anopheles betina yang tertangkap. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
1 nyamuk An. peditaeniatus dari penangkapan outdoor biting (3.8%, n=26) dan 1
nyamuk An. sundaicus dari penangkapan outdoor biting (0.6%, n=157), positif
terhadap P. falciparum circum sporozoite protein (CSP). Nilai penghitungan
kapasitas vektor An. peditaeniatus (0.01) dan An. sundaicus (0.04). Laju inokulasi
entomologi An. peditaeniatus dan An. sundaicus adalah 0.08 (~28 gigitan infektif
/orang/tahun). Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis nyamuk Anopheles
tersebut terkonfirmasi sebagai vektor malaria di Desa Sungai Nyamuk.
Konfirmasi vektor tersebut juga menunjukkan bahwa pola penularan malaria di
Desa Sungai Nyamuk terjadi di luar rumah dan disebabkan oleh P. falciparum.
Konfirmasi vektor ini juga membuktikan bahwa penularan kasus malaria di Desa
Sungai Nyamuk, Pulau Sebatik telah terjadi penularan setempat (indigenous).
Anopheles peditaeniatus yang ditemukan positif mengandung P.
falciparum CSP merupakan penemuan yang sangat penting bagi bidang
entomologi kesehatan di Indonesia, karena selama ini spesies tersebut belum
pernah dilaporkan terkonfirmasi mengandung sporozoit Plasmodium. Anopheles
peditaeniatus di Desa Sungai Nyamuk mempunyai perilaku antropofilik dan
endofilik dengan puncak kepadatan An. peditaeniatus terjadi pada jam 24.00-
01.00. Anopheles peditaeniatus hasil penangkapan dengan umpan orang luar
(outdoor biting) tersebut harus mendapatkan perhatian yang serius karena telah
terbukti mengandung CSP Plasmodium falciparum melalui pemeriksaan ELISA.
vi
Hasil penelitian ini merupakan penelitian pertama di Indonesia yang
mengkonfirmasi bahwa An. peditaeniatus positif mengandung Plasmodium dalam
kondisi normal di alam.
Kejadian kasus malaria di Desa Sungai Nyamuk ditemukan setiap bulan.
Curah hujan jika dikorelasikan dengan kejadian kasus malaria, menunjukkan
korelasi nyata karena didapatkan nilai p=0.01 (p<0.05). Hasil uji korelasi Pearson
antara angka gigitan Anopheles per orang per malam (MBR) dengan faktor-faktor
meteorologi menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara MBR dengan curah
hujan. Habitat perkembangbiakan potensial Anopheles spp. di Desa Sungai
Nyamuk terdiri atas 4 tipe yaitu lagun, parit, tambak ikan terbengkalai dan rawarawa.
Tambak ikan yang terbengkalai merupakan habitat perkembangbiakan
Anopheles yang bersifat permanen karena ditemukan larva Anopheles setiap bulan
pengamatan.
Pengendalian vektor malaria di Desa Sungai Nyamuk menggunakan
kelambu berinsektisida (long lasting insecticidal nets) dan indoor residual spray
(IRS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara efektivitas
kelambu berinsektisida dengan durasi penggunaan kelambu. Kelambu
berinsektisida yang telah digunakan selama 6 bulan mempunyai efektifitas yang
paling tinggi jika dibandingkan dengan kelambu berinsektisida yang telah
digunakan lebih dari 12 bulan dan 24 bulan. Penurunan nilai efikasi pada kelambu
yang telah digunakan selama 12 bulan dan 24 bulan didukung juga oleh perilaku
masyarakat Desa Sungai Nyamuk yaitu sebanyak 100% tidak melakukan
pencucian kelambu. Perilaku ini disebabkan karena hanya 15% masyarakat yang
mengetahui cara pencucian kelambu tersebut. Masyarakat tidak mengetahui cara
pencucian kelambu karena kurangnya sosialisasi dari petugas kesehatan. Hasil
pengujian resistensi nyamuk Anopheles spp. menunjukkan bahwa An. sundaicus
dan An. subpictus di Desa Sungai Nyamuk belum resisten terhadap empat
golongan insektisida (organochlorin, organofosfat, karbamat dan piretroid).
Berdasarkan paparan diatas, maka diperlukan intensifikasi upaya
pengendalian vektor terpadu (integrated vector management-IVM) dalam rangka
percepatan eliminasi malaria di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan
Utara. Permasalahan vektor yang perlu diperhatikan berkaitan dengan percepatan
eliminasi malaria di Pulau Sebatik yaitu 1) An. sundaicus dan An. peditaeniatus
terkonfirmasi sebagai vektor malaria di Desa Sungai Nyamuk, 2) kelimpahan dan
keanekaragaman Anopheles yang tinggi, 3) pola perilaku menghisap darah
nyamuk Anopheles adalah eksofagik (lebih banyak menghisap darah di luar
rumah), 4) habitat perkembangbiakan bersifat permanen sehingga larva Anopheles
ditemukan sepanjang hari dan sepanjang bulan, 5) nyamuk Anopheles telah
terindikasi resisten secara genotip terhadap organochlorin (DDT), piretroid
(permethrin) dan karbamat (bendiocarb), 6) efektivitas kelambu berinsektisida
mengalami penurunan setelah digunakan 6 bulan, dan 7) aktivitas dan penyebaran
permukiman masyarakat sangat berisiko bagi penularan malaria.
Collections
- DT - Fisheries [734]