dc.description.abstract | Protease inhibitor (PI) merupakan protein kecil yang dapat menghambat aktivitas
proteolitik protease. Ukuran molekul PI kebanyakan berkisar 8-22 kDa tergantung pada
famili proteinnya. Hingga saat ini, famili gen PI di tanaman telah diketahui sebanyak 13
famili dari 76 famili yang terdapat di seluruh organisme. PI sebagai protein pertahanan
tanaman bekerja dengan cara menekan aktivitas protease yang disekresikan organisme
patogen atau akibat cekaman abiotik. Potensi PI sebagai protein pertahanan terhadap
cekaman biotik dan abiotik telah banyak dipelajari pada beberapa tanaman pangan dan
hortikultura tetapi masih terbatas pada tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg).
Lateks dari Hevea berpotensi untuk menghasilkan protein PI, yang dapat dikembangkan
sebagai produk antimikroba berspektrum luas. Studi awal mengenai PI di tanaman karet
perlu dilakukan untuk mengkarakterisasi gen-gen yang menyandikan protein PI dengan
pendekatan : 1) analisis in silico komparatif untuk identifikasi famili gen putatif,
domain, motif dan filogenetik gen penyandi PI dan 2) analisis molekuler untuk
mengkarakterisasi transkrip gen penyandi PI pada tanaman karet (HbPI) dari dua klon,
tiga jenis jaringan dan tiga kondisi tanaman karet dan menentukan kandidat awal marka
ekspresi JAP (penyakit jamur akar putih) dan KAS (penyakit kering alur sadap) serta 3)
analisis fisiologis untuk mempelajari kandungan dan nilai konsentrasi sukrosa di daun
klon quick starter (PB 260) dan slow starter (PR 300) pada tiga kondisi tanaman. Klon
quick starter merupakan klon dengan metabolisme tinggi sehingga produksi lateks
langsung tinggi pada awal masa buka sadap sedangkan klon slow starter memiliki
metabolisme rendah sehingga produksi lateks relatif rendah. Penyakit jamur akar putih
(JAP) yang disebabkan oleh cendawan R. lignosus termasuk salah satu dari cekaman
biotik pada tanaman karet sedangkan pelukaan tanaman akibat penyadapan berlebihan
dapat menyebabkan cekaman abiotik berupa gangguan fisiologis yang dinamakan
penyakit kering alur sadap (KAS).
Analisis in silico komparatif telah berhasil mengidentifikasi 40 gen putatif HbPI
(HbPI01 hingga HbPI36) dari 32 scaffold klon karet Reyan 7-33-97 dan menemukan
tujuh motif terkonservasi (Motif I-VII) serta tiga klaster famili gen PI pada H.
brasiliensis vs Arabidopsis thaliana yaitu famili LTP-I (23 gen putatif HbPI dan 12 gen
AtPI), SERPIN (11 HbPI dan 22 AtPI) dan LTP-II (2 HbPI dan 16 AtPI). Analisis
ekspresi gen PI diperoleh dari akumulasi transkrip yang dikuantifikasi dengan RT-qPCR
lalu dinormalisasi terhadap gen referensi HbActin dan ditransformasi ke log 10. Secara
umum, ekspresi empat gen HbPI menunjukkan nilai ekspresi yang relatif sama kecuali
HbPI01 pada klon PB 260 yang lebih rendah (10-1) dibandingkan klon PR 300 (100).
Akumulasi transkrip di kulit batang pada HbPI01(100) dan HbPI04 (≥101) lebih tinggi
dibandingkan di daun dan lateks (10-1). HbPI01 memperlihatkan nilai ekspresi yang
lebih rendah (10-1) dibandingkan tanaman sehat (100), pada kondisi terserang JAP dan
KAS tetapi tiga gen HbPI lain tidak berbeda signifikan. Nilai rasio ekspresi
menunjukkan gen HbPI01 teregulasi negatif (down-regulated) pada klon PR 300 dan
teregulasi positif (up-regulated) pada klon PB 260. Oleh karena itu, gen HbPI01 dapat
digunakan sebagai marka ekspresi negatif untuk klon PR 300 dan marka ekspresi positif
klon PB 260 apapun jaringan dan kondisinya. Marka ekspresi HbPI01 diduga berpotensi
terkait jumlah protein PI di jaringan lateks klon PB 260 yang terserang KAS. Hasil
penelitian analisis fisiologis menunjukkan bahwa kandungan sukrosa pada klon PB 260
yang terserang JAP (21.20 mg g-1) lebih tinggi dari tanaman sehat (14.48 mg g-1) dan
terserang KAS (11.30 mg g-1). Klon PR 300 memiliki kandungan sukrosa daun lebih
tinggi (18.48 mg g-1) pada tanaman yang terserang KAS daripada tanaman sehat (13.27
mg g-1) dan terserang JAP (14.05 mg g-1). Nilai konsentrasi sukrosa di daun pada
interaksi klon dan kondisi tanaman memperlihatkan nilai yang bervariasi. Nilai
konsentrasi sukrosa pada klon PB 260 yang terserang JAP lebih tinggi yaitu sebesar
0.063 mM dibandingkan dengan tanaman sehat (0.043 mM) dan tanaman terserang
KAS (0.033 mM). Nilai konsentrasi sukrosa klon PR 300 yang sehat lebih rendah
(0.039 mM) dibandingkan dengan tanaman yang terserang JAP (0.041 mM) dan KAS
(0.054 mM). Kandungan sukrosa berbanding lurus dengan nilai konsentrasi sukrosa di
daun tanaman karet. Kandungan dan nilai konsentrasi sukrosa daun pada klon PB 260
lebih tinggi dibandingkan klon PR 300 tetapi tidak berbeda nyata. Klon yang berbeda
tipe metabolisme seperti PB 260 (quick starter) dan PR 300 (slow starter) tidak
mempengaruhi tinggi rendahnya kandungan dan nilai konsentrasi sukrosa di daun tetapi
diketahui berpengaruh di lateks. Kondisi tanaman karet yang sehat, terserang JAP dan
KAS juga tidak mempengaruhi kandungan dan nilai konsentrasi sukrosa di daun.
Interaksi klon dan kondisi tanaman memperlihatkan nilai konsentrasi sukrosa yang
bervariasi pada setiap parameter perlakuan tetapi tidak berbeda signifikan secara
statistik.
Secara umum, hasil penelitian memperlihatkan bahwa empat gen HbPI yang
diperoleh secara in silico dapat dijadikan sebagai primer untuk analisis ekspresi gen
dengan RT-qPCR yang menunjukkan kelimpahan transkrip gen HbPI yang tinggi di
jaringan lateks klon PB 260 yang terserang KAS. Kelimpahan transkrip gen HbPI yang
tinggi di lateks diduga terkait dengan tingginya rendemen protein PI yang terdapat di
dalamnya. Rendemen protein PI yang tinggi dapat diperoleh apabila jumlah volume
lateks yang digunakan untuk produksi PI juga tinggi. Biosintesis lateks diketahui
dipengaruhi kandungan sukrosa sebagai prekursor utama pembentukan partikel karet di
jaringan latisifer. Akan tetapi, kandungan sukrosa yang rendah di jaringan daun klon PB
260 dan PR 300 dalam kondisi cekaman JAP dan KAS disinyalir tidak terkait terhadap
produksi lateks yang berimplikasi pada tinggi atau rendahnya rendemen protein PI yang
diperoleh. | id |