Studi Fisiologi dan Molekuler Pembungaan pada Bawang Merah (Allium cepa var. aggregatum).
View/Open
Date
2018Author
Marlin
Purwito, Agus
Sobir
Maharijaya, Awang
Metadata
Show full item recordAbstract
Pembungaan merupakan suatu proses fisiologis yang kompleks dan
melibatkan sejumlah faktor eksternal dan internal. Pada bawang merah,
pembungaan diperlukan untuk memperbaiki sifat tanaman melalui breeding
program dan dalam upaya menghasilkan benih true shallot seeds (TSS).
Beberapa sifat penting tanaman dapat diturunkan ke generasi berikutnya melalui
proses hibridisasi. Manipulasi faktor lingkungan seperti perlakuan vernalisasi
dapat dilakukan untuk menginduksi pembentukan bunga bawang merah.
Mekanisme pengaturan perubahan meristem vegetatif menjadi inflorensia
pembungaan berhubungan dengan proses fisiologi dan biokimia serta adaptasi
tanaman terhadap perubahan lingkungan. Proses metabolisme yang terjadi pada
fase transisi tersebut menghasilkan sejumlah senyawa metabolit yang
menggambarkan aktifitas biologi dan biokimia dalam tanaman. Penelitian ini
bertujuan untuk 1) mendapatkan informasi keragaan karakter pembungaan dan
metabolit sekunder bawang merah terkait dengan perlakuan vernalisasi untuk
induksi pembungaan, 2) informasi keterkaitan antara stadia perkembangan umbi
yang mendapat perlakuan vernalisasi dengan karakter pembungaan bawang merah,
3) mendapakan informasi keterkaitan antara komposisi metabolit sekunder dengan
karakter pembungaan bawang merah, dan 4) mengidentifikasi, dan menganalisis
keragaman gen LEAFY terkait pembungaan pada tanaman bawang merah.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengidentifikasi karakter
morfologi terkait pola pembungaan dari 40 genotipe bawang merah yang ditanam
di dataran rendah dan di dataran tinggi. Selanjutnya, 5 genotipe bawang merah
digunakan sebagai bahan tanam yang mewakili masing-masing tipe pembungaan
untuk diidentifikasi perubahan metabolomik dan karakter morfologi bawang
merah terkait kemampuan berbunga. Analisis kelompok hierarki terhadap karakter
morfologi dan metabolomik menunjukkan terdapat 3 kelompok bawang merah
yang mengelompok sesuai pola pembungaanya. Genotipe Bentanis, Bima Brebes
dan Tajuk terkonfirmasi sebagai genotipe yang sensitif terhadap pembungaan,
dengan kandungan senyawa proline dan nitrogen (ammonium carbamate dan
nitrogen oxide) yang lebih rendah, tetapi memiliki kandungan senyawa acyclic
ditherphene alcohol (phytol) yang lebih tinggi. Genotipe Ilokos dan Sumenep
merupakan genotipe yang tidak sensitif terhadap pembungaan, yang memiliki
kandungan senyawa organosulfur (thiophene dan trisulfide) yang lebih tinggi.
Pada perlakuan vernalisasi, genotipe Sumenep juga menghasilkan senyawa
proline yang tertinggi diantara genotipe lainnya.
Penelitian terhadap pengaruh vernalisasi pada stadia perkembangan umbi
dilakukan pada genotipe Bima Brebes. Perlakuan vernalisasi secara signifikan
meningkatkan karakter reproduktif tanaman seperti diameter umbel (53.6956.68
mm) dan persen berbunga (70.3779.63%) dibandingkan tanaman yang tidak
divernalisasi (29.63%). Vernalisasi yang diberikan pada stadia awal
perkembangan umbi (stadia embrio dan tunas 1 cm) terbukti lebih efektif dalam
menerima perlakuan vernalisasi untuk menginduksi kemampuan berbunga
bawang merah dibandingkan perlakuan lainnya. Vernalisasi pada stadia tunas 2
cm (S2) merupakan stadia yang tidak sensitif terhadap perlakuan vernalisasi,
stadia ini memiliki karakter yang sama dengan perlakuan tanpa vernalisasi (S0).
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa karakter jumlah umbel dan diameter
umbel memiliki korelasi positif yang sangat nyata terhadap persen berbunga
bawang merah. Semakin besar jumlah umbel dan diameter umbel semakin
meningkatkan persen berbunga bawang merah.
Analisis metabolomik menghasilkan 104 metabolit sekunder spesifik dari
4 perlakuan vernalisasi, dan mengelompokkan bawang merah menjadi 3
kelompok stadia yang berbeda. Perlakuan vernalisasi pada stadia awal
perkembangan umbi (stadia embrio dan tunas 1 cm) mampu menginduksi
perubahan vegetatif menjadi fase reproduktif. Penelitian ini menunjukkan bahwa
perlakuan vernalisasi stadia awal tersebut dapat meningkatkan kandungan
senyawa phytol dan 2-propanone yang dapat menjadi indikator penting yang
menunjukkan tanaman telah memasuki fase reproduktif. Sebaliknya, umbi tanpa
perlakuan vernalisasi dan vernalisasi pada stadia lanjut menghasilkan senyawasenyawa
organosulfur potensial sebagai senyawa aromatik khas bawang merah
dan memiliki aktifitas sebagai antioksidan dan antimikroba.
Penelitian terhadap keragaman gen terkait pembungaan LEAFY (LFY)
pada 5 genotipe bawang merah berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi gen
shLFY pada 5 genotipe bawang merah lokal Indonesia. Gen shLFY memiliki
struktur sederhana yang terdiri dari 3 ekson dan 2 intron dengan panjang fragmen
11611253 bp. Identifikasi terhadap sekuen gen shLFY menunjukkan adanya
polimorfisme, dan gen shLFY asal 5 genotipe bawang merah mengelompok sesuai
pola pembungaan. Genotipe Bentanis (bm1LFY) merupakan kelompok tanaman
bawang merah yang dapat berbunga secara alami. Genotipe Bima Brebes
(bm2LFY) dan Tajuk (bm4LFY) menunjukkan pola pembungaan yang sama
dengan LFY pada Allium cepa dan Allium cepa var. aggregatum. Sedangkan
kelompok genotipe Ilokos (bm3LFY) dan Sumenep (bm5LFY) merupakan
kelompok dengan pola pembungaan yang sama dengan gen LFY pada Allium
fistulosum. Sekuen gen shLFY mengkodekan putatif protein dari 363 asam amino,
yang memiliki homologi dengan LFY protein Allium cepa L. sebesar ~ 99% dan
protein LEAFY dari tanaman lain > 95%. Prediksi protein gen shLFY dari 5
genotipe bawang merah menunjukkan homologi dengan famili protein
FLORICAULA/LFY dari kerabat Allium yang terdeposit pada GenBank.
Collections
- DT - Agriculture [756]