dc.description.abstract | Konversi lahan pertanian sawah menjadi peruntukan lain telah terjadi di
Indonesia sejak beberapa dekade terakhir. Laju konversi lahan sawah sebagai
penghasil padi di kawasan irigasi diperkirakan mencapai 100 ribu hektar per
tahun, sedangkan kemampuan mencetak sawah baru per tahun relatif terbatas
yaitu hanya 40 ribu hektar, padahal jumlah penduduk terus meningkat yang
otomatis mendorong peningkatan konsumsi beras sebagai pangan pokok rakyat.
Hal ini berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional.
Konversi lahan sawah telah banyak terjadi di Indonesia. Konversi lahan
sawah irigasi sebagian besar terjadi di Pulau Jawa sebagai lumbung beras nasional
karena tekanan pemenuhan lahan perumahan, pabrik, infrastruktur, dan akitivitas
industri. Berbeda dengan di Pulau Jawa, lahan sawah irigasi di Sumatera banyak
dikonversi menjadi kebun kelapa sawit rakyat. Suatu kasus yang menarik terjadi
di daerah irigasi Air Manjunto Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu yang
pola konversi lahan sawahnya berlangsung secara siklikal dalam kurun waktu 30
tahun terakhir. Air Manjunto merupakan daerah irigasi terluas di Provinsi
Bengkulu (9.493 ha) yang meliputi areal persawahan di 21 desa pada 4
kecamatan. Lahan sawah irigasi di Air Manjunto sebelumnya dikonversi menjadi
perkebunan kelapa sawit dan kemudian diubah kembali menjadi sawah.
Fenomena konversi lahan sawah irigasi di Air Manjunto secara siklikal
menjadi fokus pembahasan dalam disertasi ini. Masalah yang diangkat adalah
“mengapa dan bagaimana terjadinya interaksi agensi – struktur dalam konversi
lahan sawah secara siklikal yaitu dari sawah – kelapa sawit – sawah di daerah
irigasi Air Manjunto Kabupaten Mukomuko serta perubahan struktural apa yang
menyertainya?” Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis penyebab dan
proses terjadinya ekspansi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko dan
dampaknya bagi petani di Air Manjunto, (2) menganalisis penyebab, proses, dan
dampak struktural yang terjadi akibat konversi lahan sawah menjadi perkebunan
kelapa sawit rakyat dan intensifikasi budidaya padi di daerah irigasi Air
Manjunto, dan (3) menganalisis penyebab dan proses konversi perkebunan kelapa
sawit rakyat kembali ke sawah di daerah irigasi Air Manjunto.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan strategi studi kasus yang
berparadigma konstruktivisme. Peneliti memandang bahwa fenomena konversi
lahan di Air Manjunto bersifat lokal dan spesifik sehingga hanya akan dipahami
dengan baik oleh peneliti dengan mengungkap sudut pandang subyek penelitian
(tineliti), khususnya petani sebagai pelaku konversi. Praktik konversi lahan di Air
Manjunto yang siklikal itu merupakan hasil interaksi antara agensi – struktur
dalam semesta sistem sosial ekonomi petani. Oleh karena itu, peneliti
menggunakan Teori Strukturasi Giddens untuk menganalisis fenomena ini.
Pilihan strategi penelitian dan teori mengarahkan peneliti untuk melibatkan
40 orang informan yang sebagian besar adalah petani sebagai unit analisis.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi/
v
pengamatan lapangan yang didukung dengan data sekunder. Individu yang
diwawancarai adalah pegawai pemerintah daerah, manajer perusahaan swasta,
pedagang pengumpul, tokoh adat/masyarakat, dan petani. Data yang dikumpulkan
terkait dengan peranan agensi dan struktur yang mempengaruhi konversi siklikal.
Pengambilan data lapangan dikonsentrasikan pada tiga kecamatan di daerah
irigasi Air Manjunto yaitu Kecamatan Lubuk Pinang, XIV Koto, dan Air
Manjunto. Proses penelitian lapangan menghabiskan waktu 10 bulan sejak bulan
Agustus 2016 sampai dengan Mei 2017. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif menggunakan model interaktif yang memadukan antara proses
pengumpulan data, reduksi dan penyajian data, sampai dengan penarikan
kesimpulan dalam suatu siklus yang saling berhubungan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) ekspansi perusahaan perkebunan
kelapa sawit di Mukomuko sangat dipengaruhi oleh struktur pasar dari global
sampai lokal. Ekspansi kelapa sawit terjadi “dari atas” melalui investasi
perusahaan perkebunan besar swasta dan “dari bawah” melalui pembangunan
perkebunan kelapa sawit rakyat yang dilakukan oleh beragam aktor. Struktur yang
tercipta berciri faktual dan virtual; (2) konversi sawah menjadi perkebunan kelapa
sawit rakyat di Air Manjunto disebabkan terutama karena tekanan struktural
kondisi lahan gambut yang kurang optimal untuk budidaya padi. Di sisi lain,
usaha untuk tetap bersawah pada lahan sawah yang lebih produktif menyebabkan
terjadinya interaksi sosial antar etnis yang berakibat pada intensifikasi budidaya
padi dan pada gilirannya menyebabkan terbentuknya struktur penyakapan lahan,
komodifikasi tenaga kerja, dan komersialisasi surplus produksi padi di Air
Manjunto. Praktik konversi lahan sawah menjadi kelapa sawit dan intensifikasi
budidaya padi menunjukkan gejala dualisme; (3) konversi perkebunan kelapa
sawit rakyat kembali ke sawah yang dilakukan secara manual maupun mekanis
diinisiasi oleh petani transmigran yang disebabkan oleh motivasi ekonomi dan
dukungan struktur budaya, serta perbaikan irigasi melalui berbagai program
pemerintah. Konversi kebun kelapa sawit menjadi sawah secara besar-besaran
oleh pemerintah kemudian dilakukan melalui program pencetakan sawah di Air
Manjunto yang juga didukung petani. Konversi kelapa sawit kembali menjadi
sawah hanya mungkin terjadi karena adanya sinergi antara petani dan pemerintah.
Hasil penelitian ini berimplikasi secara teoritis maupun kebijakan. Dari sisi
teoritis, peneliti menemukan bahwa struktur tidak selalu bersifat maya (virtual)
namun juga nyata (factual), tindakan kolektif mampu mempertahankan praktik
sosial untuk tetap bersawah di bawah struktur yang menekan, dan interaksi antara
agensi – struktur dapat bersifat dualitas dan dualisme. Program pembangunan
pertanian yang dilakukan pemerintah disarankan selain memperhatikan aspek
teknis dan ekonomis, juga aspek sosial yang sesuai dengan kebutuhan petani. | id |