dc.description.abstract | Ikan cakalang merupakan salah satu hasil tangkapan perikanan andalan dari
perairan Maluku yang potensial dan bernilai ekonomis penting dengan kandungan
gizi yang sangat tinggi. Bahkan jenis ikan ini menjadi primadona, karena selain
menjadi ikan konsumsi yang digemari masyarakat, juga merupakan komoditas
ekspor sehingga banyak dimanfaatkan oleh nelayan Galala Kecamatan Sirimau,
Ambon. Pada Tahun 2014 produksi ikan di Kota Ambon sebesar 41.168,49 ton
(BPS 2015).Peningkatan produksi perikanan pada kenyataannya tidak serta merta
diikuti oleh peningkatan ketersediaan ikan segar baik untuk konsumsi langsung
maupun sebagai bahan baku bagi industri pengolahan ikan. Selain itu penanganan
ikan setelah penangkapan belum dilakukan dengan baik dan hal ini ditunjukkan
dengan masih tingginya tingkat kerusakan ikan pascapanen atau tingkat susut
panen (postharvestlosses) yaitu diperkirakan sekitar 27% (Ditjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan 2007).
Umumnya penanganan ikan segar di Kota Ambon, terutama yang dilakukan
oleh para nelayan belum sesuai prosedur. Penanganan yang kurang hati-hati serta
kurang diterapkannya sistem rantai dingin sejak ikan ditangkap sampai ke tangan
konsumen menyebabkan hasil tangkapan mengalami kemunduran mutu.
Pengujian mutu kesegaran ikan penting untuk meningkatkan tingkat konsumsi
ikan (konsumsi protein) masyarakat. Penanganan ikan yang baik dapat
mempertahankan mutu ikan tetap segar sehingga protein serta kandungan omega-
3 tidak rusak akibat aktivitas mikroorganisme. Jika penanganannya kurang tepat,
protein yang terkandung dalam ikan akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme
untuk berkembang biak dan menjadikan kualitas ikan menurun.
Untuk menghindari masalah ini diperlukan adanya penerapan teknologi
penanganan yang baik atau Good Handling Practices (GHP) sejak ikan di atas
kapal sampai setelah didaratkan. Kerusakan pada ikan cakalang berakibat pada
penurunan mutu secara organoleptik sehingga perlu adanya solusi dalam
mengatasi masalah mutu ikan cakalang. Tujuan penelitian ini adalah 1)
Menganalisis sistem perikanan pole and line di Galala Kota Ambon; 2)
Menganalisis sistem penanganan dan penyimpanan ikan cakalang pada perikanan
pole and line; dan 3) Menganalisis tingkat kesegaran ikan cakalang dengan
perbaikan sistem penanganan.
Pole and line adalah alat tangkap ikan yang sangat sederhana, bagianbagiannya
terdiri dari tangkai atau joran (pole) berukuran panjang 2.5-3 m, tali
pancing (line) dan mata pancing (hook) ukuran 26 mm, 28 mm, 30 mm dan 32
mm. Kapal pole and line yang digunakan oleh nelayan Galala dalam kegiatan
penangkapan ikan cakalang berukuran 30 GT dan kapasitas mesin utama 255 HP,
dengan jumlah tenaga kerja 25 orang. Penangkapan ikan sangat ditunjang oleh
ketersediaan umpan hidup yang diperoleh bagan rambo. Di lokasi penelitian
ditemukan beberapa jenis umpan hidup yaitu ikan teri (Stolephorus sp), ikan
sardine (Sardinella lemuru) dan ikan kembung (Rastrelliger spp.)dengan
persentase ikan teri lebih banyak dibandingkan ikan sarden tembangdan ikan
kembung. Operasi penangkapan pole and linedilakukan dengan sistem
one day fishing dan ukuran panjang ikan cakalang terbesar berkisar antara 29.5 –
32.8 cm dengan proporsi 47%.
Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai
industri perikanan. Penerapan teknologi penanganan yang baik sejak ikan di atas
kapal sampai setelah didaratkan perlu diterapkan dengan baik. Penanganan ikan
segar dengan pendinginan es dapat menghambat aktivitas mikroba pembusuk.
Proses perbaikan pada penanganan ikan cakalang di atas kapal maupun di pusat
pendaratan ikan diperlukan untuk memperbaiki proses existing yang dilakukan
oleh nelayan. Kondisi ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas ikan dan
mencegah terjadi proses kemunduran mutu ikan.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa metode tanpa pendinginan,
pendinginan es dan ikan 1:2 maupun 1:1 selama 12 jam berpengaruh nyata
terhadap pH dan nilai organoleptik, dengan nilai pH masing-masing sebesar 7.83,
6.70 dan 6.30, sedangkan rerata nilai organoleptik 4.43, 8.68 dan 8.79. Suhu awal
ikan 25oC dan pada akhir pengamatan 12 jam masing-masing perlakuan memiliki
suhu tanpa pendinginan 29.5oC, pendinginan 1:2 sebesar 11oC dan pendinginan
1:1 sebesar 7oC. Hasil analisa regresi linear menunjukkan bahwa pH dengan nilai
organoleptik memiliki korelasi yang sangat kuat (R>0.90) sebesar 0.921. Cara
penanganan ikan yang terbaik adalah pendinginan 1:1 dengan nilai pH antara
6.00-6.30 dan organoleptik antara 8.79-9.00. | id |