dc.description.abstract | Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan permintaan terhadap
statistik area kecil berbasis data survei contoh. Di Indonesia, statistik area kecil
memiliki arti penting seiring pelaksanaan otonomi daerah. Survei sosial ekonomi
nasional (Susenas) menjadi semakin diperlukan khususnya untuk menghasilkan
indikator sosial ekonomi di tingkat kewilayahan. Pada tahun 2011-2014, Susenas
dilaksanakan secara triwulanan dengan contoh bergulir.
Ada fakta menarik dari pemanfaatan data Susenas khususnya pada level
kabupaten/kota. Pertama, ukuran contoh Susenas pada level kabupaten/kota di
setiap triwulan relatif kecil. Kedua, agregasi data Susenas level kabupaten/kota
yang diukur di setiap triwulan menyerupai desain pengukuran berulang. Ketiga,
agregasi level kabupaten/kota umumnya tanpa memperhatikan level kecamatan.
Berdasarkan fakta tersebut, ketika ukuran contoh kecil, penduga langsung
memiliki presisi kurang memadai. Desain pengukuran berulang umumnya
terdapat dependensi antar waktu dalam area yang sama. Pada desain seperti ini
sering kali ditemui masalah musiman yang umum terjadi pada gabungan data
deret waktu dan cross section. Agregasi level kabupaten/kota yang diperoleh
dengan memperhatikan agregasi level kecamatan dihadapkan masalah data tidak
lengkap akibat adanya nilai-nilai hilang. Untuk menghasilkan agregasi level
kabupaten/kota di setiap triwulan diperlukan penanganan yang tepat.
Fay dan Herriot (1979) memperkenalkan model pendugaan area kecil (SAE)
dikenal sebagai model Fay-Herriot untuk menangani masalah ukuran contoh kecil
pada data cross section. Namun, untuk struktur data yang rumit seperti gabungan
data deret waktu dan cross section, model Fay-Herriot tidak cocok digunakan
secara langsung. Rao dan Yu (1992, 1994) menambahkan pengaruh acak waktuarea
yang diasumsikan mengikuti proses autoregresif orde satu ke dalam model
Fay-Heriot, dikenal sebagai model Rao-Yu. Namun, ketika terdapat autokorelasi
musiman, model Rao-Yu mungkin tidak cocok untuk digunakan.
Penanganan masalah musiman sudah dilakukan sejak dua dekade yang lalu
(Datta et al. 1999). Namun demikian, belum banyak peneliti yang melanjutkan
penelitian ini, padahal yang dilakukan dalam penelitian tersebut masih bersifat
deterministik. Dalam kaitan ini, penting untuk mengasumsikan komponen
musiman bersifat probabilistik sehingga untuk mengembangkan model Rao-Yu
perlu diasumsikan adanya pengaruh acak waktu-area yang mengikuti proses
autoregressive dan moving average.
Penelitian ini membahas pengembangan model pendugaan area kecil
khususnya untuk pendugaan pengeluaran per kapita yang dihasilkan dari agregasi
data Susenas level kabupaten/kota. Data pengeluaran per kapita umumnya
dipengaruhi kejadian musiman seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Qurban,
hari raya Natal, perayaan tahun baru, dan musim panen yang sifatnya berulang
setiap tahun, sehingga ketika diukur secara triwulanan akan memiliki periode
musiman empat. Berdasarkan uraian ini, penggunaan model SAE musiman
merupakan salah satu alternatif. Namun, perlu kehati-hatian karena penyediaan
vi
peubah penyerta pada setiap triwulan sangat sulit untuk diwujudkan. Oleh karena
itu, diperlukan cara penanganan tertentu agar diperoleh model yang terbaik.
Penelitian ini membahas dan mengelaborasi pengembangan model SAE
faktor waktu (tetap), model SAE musiman (acak), dan model SAE musiman
(acak) faktor waktu (tetap) untuk data pengukuran berulang menggunakan data
Susenas. Dalam penerapannya, pengembangan model SAE tersebut digunakan
untuk menduga pengeluaran per kapita pada level kabupaten/kota di Jawa Tengah
berdasarkan dua kondisi data agregasi yaitu agregasi non-imputasi dan agregasi
dengan imputasi. Evaluasi terhadap kinerja model dilakukan dengan
menggunakan akar kuadrat tengah galat (RMSE) dan koefisien keragaman (CV)
dari model yang dikembangkan.
Metode Yates secara umum menghasilkan nilai imputasi lebih stabil dan
lebih rendah dibandingkan hasil imputasi agoritma EM dan metode MCMC.
Selain itu, dugaan RMSE dari penduga EBLUP yang dihasilkan oleh metode
Yates cenderung lebih rendah dari algoritma EM dan metode MCMC. Hasil
dugaan RMSE ini konsisten dengan MAE dari metode Yates yang cenderung
lebih rendah dari algoritma EM dan MCMC. Ini menunjukkan bahwa untuk
mengimputasi nilai-nilai hilang dari data pengeluaran per kapita level kecamatan
di Jawa Tengah lebih tepat digunakan metode Yates.
Model Fay-Herriot faktor waktu (tetap) dan model Rao-Yu faktor waktu
(tetap) masing-masing secara umum menghasilkan dugaan RMSE dan CV lebih
rendah dibandingkan model Fay-Herriot dan model Rao-Yu, termasuk penduga
langsung. Ini menunjukkan bahwa penambahan faktor waktu sifatnya tetap
mampu meningkatkan kinerja model khususnya dalam mereduksi RMSE dan CV.
Model SAE musiman baik model SAE musiman (acak) dan model SAE
musiman (acak) faktor waktu (tetap) memiliki kinerja yang baik. Ini ditunjukkan
oleh dugaan RMSE dan CV dari kedua model tersebut yang masing-masing lebih
rendah dari model Rao-Yu dan model Rao-Yu faktor waktu (tetap). Model SAE
musiman (acak) faktor waktu (tetap) secara umum memiliki kinerja yang lebih
baik dalam mereduksi RMSE dan CV relatif terhadap model lainnya. Ini
menunjukkan model ini mampu menangani pengaruh musiman dan keterbatasan
data peubah penyerta yang terjadi secara bersamaan.
Agregasi dengan imputasi secara umum menghasilkan dugaan pengeluaran
per kapita lebih rendah dengan kisaran antar tahun lebih sempit dibandingkan
hasil agregasi non-imputasi. Selain itu, dugaan RMSE dan CV dari agregasi
dengan imputasi cenderung lebih rendah dari agregasi non-imputasi. Ini
menunjukkan bahwa agregasi dengan imputasi cenderung lebih baik dari agregasi
non-imputasi khususnya dalam mereduksi RMSE dan CV.
Rata-rata efisiensi biaya yang bisa dihemat dari penggunaan model SAE
musiman (acak) faktor waktu (tetap) dibanding penduga langsung dengan asumsi
kedua dugaan sama-sama dilakukan per triwulan adalah sekitar 80.51 persen.
Sementara itu, jika asumsi dari dugaan model SAE musiman (acak) faktor waktu
(tetap) dilakukan per triwulan dan penduga langsung dilakukan setiap tahun, maka
rata-rata efisiensi biaya yang bisa dihemat sekitar 20.04 persen. | id |