dc.description.abstract | Populasi bekantan (Nasalis larvatus Wurmb, 1878) di Kalimantan Selatan, tersebar
di berbagai tipe ekosistem, yaitu hutan mangrove, hutan rawa gambut, ekosistem estuaria
dan ekosistem hutan riparian. Sebagian dari habitat bekantan berada di luar kawasan
hutan seperti di kawasan lahan rawa gelam Sungai Puting, Kabupaten Tapin (Alikodra &
Srimulyaningsih 2015), kebun karet di Kabupaten Tabalong (Soendjoto et al. 2005),
hutan rawa gelam, mangrove dan hutan riparian di Kabupaten Tanah Bumbu (Soendjoto
et al.2013a), hutan rawa, ekosistem karst dan ekosistem baruh di Kabupaten Hulu Sungai
Tengah (Soendjoto et al. 2013b), hutan karet, hutan riparian Sungai Riam Kiwa, dan
ekosistem rawa gelam di Kabupaten Barito Kuala (Soendjoto et al. 2013c). Habitat
bekantan di luar kawasan hutan sebagian besar merupakan lahan budidaya yang dikelola
masyarakat.
Penelitian koeksistensi bekantan dengan manusia di habitat rawa gelam bertujuan
untuk menganalisis bagaimana pola aktivitas harian dan perilaku bekantan pada habitat
budidaya (agro-ecosystem), pola pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam oleh manusia
serta pola koeksistensi yang terjadi antara bekantan dan manusia. Diharapkan penelitian
ini dapat memberikan kontribusi dalam bentuk data dan informasi sebagai dasar
penyusunan strategi pengelolaan habitat bekantan di luar kawasan konservasi. Penelitian
tersebut dilakukan di wilayah Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Lokasi penelitian
berada dalam kawasan seluas 1.912 hektar, yang dilalui Sungai Puting (kanal) dan S.
Muning. Sungai Puting sepanjang 18 km yang bermuara di Sungai Muning sepanjang 10
km dan bermuara di Sungai Negara. Pengumpulan data lapangan pada penelitian ini
dilakukan selama 12 bulan, yakni Nopember 2014 hingga Nopember 2015.
Penelitian perilaku, aktivitas harian dan penggunaan ruang habitat oleh bekantan
dilakukan dengan menggunakan metode scan sampling dan ad-libitum sampling
(Altmann 1974). Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengikuti empat kelompok
bekantan target secara bergantian, sejak pagi hari saat bekantan aktif dari pohon tidur
hingga sore hari saat bekantan masuk kembali ke pohon tidur, dengan interval waktu
pengamatan selama 10 menit. Penelitian ekologi habitat dan kelimpahan sumber pakan
diamati dengan menggunakan unit contoh berbentuk jalur berpetak sepanjang 100 m
dengan lebar 20 m (Soerianegara & Indrawan 2005). Total luas habitat bekantan di
habitat rawa gelam yang diamati adalah 340 hektar, yang terletak di tepi sungai sepanjang
18 km. Pengumpulan data populasi bekantan dilakukan dengan menerapkan metode
transek jalur sepanjang 17 km dengan lebar 400 m di kanan-kiri sungai. Pengumpulan
data dilakukan pada pagi hari dan sore hari dengan cara menelusuri sungai sebagai jalur
transek.
Total kelompok bekantan yang ditemukan selama pengamatan adalah sebanyak
sembilan kelompok dengan jumlah idividu sebanyak 192 individu. Kepadatan populasi
bekantan di kawasan ekosistem rawa gelam adalah 28.47 individu/km2 dengan kepadatan
kelompok 1.3 kelompok/km2. Kondisi populasi ini sedikit lebih rendah dari hasil
penelitian yang dilakukan pada tahun 2012, dimana dijumpai 11 kelompok bekantan
dengan jumlah 258 individu dalam areal habitat seluas 346 hektar (Alikodra &
Srimulyaningsih 2015). Struktur populasi bekantan di rawa gelam secara menyeluruh
adalah, 17 individu jantan dewasa (8.85%), 56 individu betina dewasa (29.17%), 68
individu remaja (35.42%), 41 individu anak (21.35%) dan 10 individu bayi (5.21%),
dengan seks ratio individu dewasa 1:3.29. Selain bekantan, di habitat rawa gelam juga
ditemukan dua jenis primata lain yang simpatrik dengan bekantan, yakni monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis), dengan kepadatan populasi 14.69 individu/km2 dan lutung
hitam (Trachypithecus auratus), dengan kepadatan populasi 26.87 individu/km2.
Total jenis tumbuhan yang teridentifikasi di habitat bekantan adalah sebanyak 14
jenis. Vegetasi pohon pada habitat bekantan ini didominasi oleh jenis pulantan (Alstonia
angustiloba) dan beberapa jenis tumbuhan lain seperti mangobi (Decaspermum
fruticosum), kariwaya (Ficus binnendijkii), dan bati-bati (Syzygium zeylanicum). Total
jenis tumbuhan sumber pakan bekantan yang ditemukan adalah sebanyak 10 jenis. Jenis
tumbuhan sumber pakan yang paling disukai bekantan adalah pulantan, kelakai,
tamparah, paku haruan dan perupuk. Komposisi sumber pakan pada saat musim
penghujan dengan musim kemarau menunjukkan adanya perbedaan. Kerapatan vegetasi
tingkat pertumbuhan pohon berkisar antara 50-220 individu/ha.
Indeks keragaman jenis (Shannon-Wiener, H’) tumbuhan di habitat rawa gelam ini
tergolong rendah. Indeks keragaman jenis pada tingkat pohon berkisar antara H’=0.298
hingga H’=0.466 dengan jumlah jenis sebanyak enam jenis, pada tingkat tiang H’=0.196–
0.530 (jumlah jenis sebanyak lima jenis), tingkat pancang H’=0.200–0.274 (jumlah jenis
sebanyak empat jenis), dan tingkat anakan H’=0.840–0.889 (jumlah jenis sebanyak 11
jenis). Pulantan merupakan jenis vegetasi yang mendominasi hampir semua tingkat
pertumbuhan vegetasi, kecuali pada tingkat anakan yang didominasi oleh jenis S.
palustris.
Kelompok bekantan di habitat rawa gelam Sungai Puting melakukan aktivitas
harian rata-rata berkisar antara 11-12 jam/hari. Aktivitas harian dimulai pada pagi hari
sekitar pukul 06:30 dan berakhir pada pukul 18:00 setelah memasuki pohon tidur. Lama
waktu aktivitas harian rata-rata (mean±SD) berturut-turut adalah sebagai berikut: makan
3.58±0.19 jam/hari (31.18%), bergerak 1.61±0.16 jam/hari (14.06%), istirahat 5.99±0.13
jam/hari (52.26%), dan sosial 0.29±0.09 jam/hari (2.50%). Aktivitas perergerakan atau
berpindah dilakukan oleh bekantan untuk mencari sumber pakan dan tempat beristirahat.
Panjang lintasan jelajah harian bekantan bervariasi antara 432 m hingga 860 m dengan
rata-rata 601 m/hari, dengan luas daerah jelajah antara 21.5 hektar hingga 32 hektar.
Masyarakat pada umumnya memanfaatkan kawasan rawa gelam sebagai lahan
pertanian. Setiap kepala keluarga mampu menggarap sawah seluas 0.5 hektar hingga 3
hektar. Selain menanam padi sebagian masyarakat juga menanam buah-buahan dan
palawija. Masyarakat juga memanfaatkan potensi ikan yang terdapat di rawa dan sungai.
Penghasilan masyarakat berkisar antara Rp.12 500 000,- hingga Rp. 22 500 000,- per
tahun.
Pola koeksistensi yang terjadi antara bekantan dengan manusia di rawa gelam
adalah dalam penggunaan ruang habitat. Bekantan menggunakan areal rawa gelam yang
bervegetasi sebagai habitat utamanya (core habitat), namun bekantan juga memanfaatkan
areal persawahan yang setelah pasca panen padi seluas 0.6 hektar dan areal perkebunan
kelapa sawit yang dekat dengan habitat bekantan seluas 1.5 hektar. Di areal tersebut
bekantan memanfaatkan sumber pakan yang tersedia, tempat bermain dan pohon tidur.
Hasil penelitian ini memiliki implikasi terhadap konservasi bekantan di luar
kawasan konservasi. Areal rawa gelam yang masih terdapat tutupan vegetasi berupa
tumbuhan pulantan mempunyai fungsi ekologis penting bagi habitat bekantan.
Pengelolaan kawasan rawa gelam, selain sebagai lahan budidaya juga sebagai areal
perlindungan bekantan. Program restorasi kawasan rawa gelam perlu dilakukan, dengan
memperhatikan fungsi ekologis dan ekonomi kawasan tersebut. Pemilihan jenis
tumbuhan yang akan ditanam disesuaikan untuk kepentingan konservasi bekantan namun
tetap dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat | id |