Ekonomi Lokal Berbasis Tindakan Kolektif dan Identitas Dalam Menghadapi Pasar Ekspor Kopi (Studi Kasus di Nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara).
View/ Open
Date
2018Author
Rokhani
Sumarti, Titik
Damanhuri
Wahyuni, Ekawati Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Pasar telah mendorong desa-desa di Indonesia semakin terbuka (Popkin
1986:1), demikian pula dengan pasar ekspor kopi arabika di Simalungun
Sumatera Utara. Pasar ekspor kopi telah merubah rasionalitas petani smallholders,
namun tindakannya masih mencerminkan nilai-nilai moral (motif sosial). Fokus
penelitian ini adalah tindakan kolektif petani kopi dalam menghadapi pasar ekspor
kopi. Pasar menuntut individu saling berkompetisi, sementara struktur yang
dipersiapkan oleh pemerintah (state) adalah petani kopi harus menjalankan
usahanya secara berkelompok dalam wadah kelompok tani. Apabila di pasar aktor
secara individu harus bersaing (dengan kekuatan kapital yang dimilikinya),
sementara petani smallholders kopi arabika harus kuat secara kolektivitas untuk
menghadapi tuntutan pasar global (ekspor kopi). Pedagang kopi arabika yang turut
membangun ekonomi lokal juga berposisi sebagai petani, sehingga muncul
dualisme dalam diri pedagang, di satu sisi melakukan tindakan (praktik) yang
didasari oleh motif sosial (moral) namun di satu sisi harus mengejar keuntungan.
Kelembagaan kelompok tani yang semula merupakan cerminan habitus negara
justru menjadi instrumen yang memperkuat petani dan pedagang untuk melakukan
tindakan kolektif dalam menghadapi tuntutan pasar ekspor. Dengan pisau analisis
teori Bourdieu, kajian ini bermaksud menguak dan menjelaskan habitus aktor
dalam supply chain kopi arabika dalam menghadapi pasar ekspor kopi dan praktik
aktor dalam membangun ekonomi lokal di Simalungun.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji aktor dan habitus aktor yang
terlibat dalam supply chain kopi arabika, (2) mengkaji tindakan aktor dalam
mengakumulasi modal dan pengaruh aktor dalam arena (pasar kopi arabika), (3)
mengkaji kelembagaan pasar yang dibentuk dalam supply chain kopi arabika, (4)
menganalisis tindakan kolektif petani kopi arabika dalam merumuskan dan
membangun kepentingan ekonomi lokal dan pengaruhnya pada kesejahteraan
rumahtangga petani kopi arabika.
Paradigma penelitian ini adalah post-positivistik dengan pendekatan
penelitian kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian campuran yaitu: (1) survei
untuk menggambarkan existing condition tingkat kesejahteraan petani kopi
arabika dan (2) studi kasus. Pengumpulan data survei dilakukan dengan
mewawancarai 84 rumahtangga petani smallholders menggunakan kuesioner
terstruktur. Pengumpulan data studi kasus dilakukan dengan wawancara
mendalam pada petani 18 orang petani smallholders, studi riwayat hidup 8
pedagang kopi arabika di berbagai tingkatan, wawancara mendalam dengan
pemerhati kopi, ketua APEKI, pengurus HMKSS, eksportir hingga pembeli serta
observasi/pengamatan.
Penelitian ini menemukan bahwa aktor dalam supply chain kopi arabika:
petani smallholders, kelompok tani, pedagang, Himpunan Masyarakat Kopi
v
Arabika Sumatera Simalungun (HMKSS), eksportir, pembeli (buyer) dan setiap
aktor memiliki habitus berbeda tergantung dari posisi, pengalaman dan modal
yang dimilikinya. Menurut Bourdieu, di ranah (field) pertarungan sosial akan
selalu terjadi. Aktor yang memiliki modal dan habitus yang sama dengan individu
kebanyakan di arena (pasar) akan mampu mempertahankan atau mengubah
struktur dibandingkan mereka yang tidak memiliki modal. Kritik pada konsep
Bourdieu adalah relasi sosial yang terjadi di arena (field), yakni pasar bukan
hanya pertarungan untuk memperoleh posisi semata dan dianggap telah mereduksi
‘dunia kehidupan’, namun di pasar juga terdapat relasi sosial lainnya seperti:
kerjasama, solidaritas sosial yang semula terabaikan dalam konsep arena. Artinya
terdapat bentuk hubungan lain dalam kehidupan sosial dan tidak hanya demi
kepentingan posisi aktor semata. Bentuk kerjasama maupun solidaritas sosial
dirajut oleh para aktor, baik petani maupun pedagang melalui berbagai relasi
dalam kelembagaan lokal yang “mendekatkan” seperti: Ikatan Batak Muslim
(Ibamu), Putra Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakesuma), wirid, persatuan, serikat
tolong menolong (STM), kelompok tani hingga Gapoktan. Keberadaan
kelembagaan lokal yang bertahan (persisten) hingga kini menjadi basis munculnya
benih-benih (cikal bakal) tindakan kolektif, kerjasama dan solidaritas sosial guna
membangun ekonomi lokal.
Terbentuknya ekonomi lokal dalam masyarakat petani kopi arabika di
Simalungun ditandai oleh kemunculan pedagang kopi arabika yang berasal dari
petani kopi arabika. Pedagang muncul sebagai kelompok menengah yang berasal
dari petani berlahan sempit, sebagian migran dari Jawa yang telah berdiaspora di
Simalungun, lalu melalui campur tangan negara dan swasta (eksportir)
berkembang menjadi petani smallholders. Intervensi negara dalam berbagai
kebijakan dan pembentukan kelembagaan seperti kelompok tani, Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) maupun HMKSS turut mempengaruhi perkembangan
ekonomi lokal di Simalungun. Ekonomi lokal di Simalungun dibangun dari multi
religion dan multi etnis sehingga mendukung ekonomi berbasis nilai
keanekaragaman khas Simalungun. Ekonomi lokal khas Simalungun dibangun
atas rasionalitas yang berbasis nilai (value) lokal. Empat nilai lokal tersebut
adalah, yakni: (1) tindakan kolektif; (2) kepercayaan (trust); (3) solidaritas sosial
dan (4) komitmen.
Kelembagaan pasar dengan struktur oligopsoni, menyebabkan sebagian
petani pedagang berada di posisi “tersandera” sehingga membentuk struktur pasar
baru. Dengan memandang pasar sebagai suatu arena berdasar teori Bourdieu,
tindakan (praktik) aktor dalam supply chain kopi arabika ditentukan oleh posisi,
habitus, seberapa kuat modal yang dimiliki aktor dan seberapa legitim kedudukan
aktor dalam arena, yakni pasar kopi arabika. Perilaku aktor yang bertindak bak
pemburu rente (rent seeker) berimplikasi pada kesejahteraan petani.
Muara dari pengembangan ekonomi lokal adalah tingkat kesejahteraan
petani smallholders. Tingkat kesejahteraan rumahtangga petani smallholders kopi
arabika di Nagori Sait Buttu Saribu sebagian besar berada pada kategori cukup
(47,62%). Dengan tingkat kesejahteraan tersebut, petani smallholders kopi sudah
mampu menyekolahkan anak, memenuhi kebutuhan pangan dan strata atas sudah
mampu mengakumulasi modal untuk mengembangkan usaha/bisnis kopi.
Collections
- DT - Human Ecology [567]