Dinamika Populasi dan Hubungan Keragaman Genetik Sumber Daya Spiny Lobster (Panulirus spp).
View/Open
Date
2018Author
Wahyudin, Rudi Alek
Wardiatno, Yusli
Boer, Mennofatria
Farajallah, Achmad
Metadata
Show full item recordAbstract
Lobster merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis
tinggi untuk pasar lokal maupun ekspor. Indonesia memiliki persebaran lobster di seluruh
wilayah perairan dengan komposisi spesies yang berbeda. Lobster genus Panulirus
merupakan lobster yang memiliki produksi tertinggi dan memiliki keragaman paling
besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan spiny lobster
(Panulirus spp.) berdasarkan karakter morfologi, keragaman genetik dan dinamika
populasi sebagai bahan pengelolaan sumber daya spiny lobster di perairan Indonesia.
Penelitian dilakukan mulai bulan September 2015 hingga Mei 2017. Pengambilan sampel
dilakukan di beberapa sentra produksi perikanan lobster, yaitu di Aceh Jaya, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi Tengah, Seram, dan Raja Ampat. Sedangkan untuk analisis
dinamika populasi dilakukan di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.
Identifikasi lobster berdasarkan karakter morfologi dan pola warna menemukan
bahwa di perairan Indonesia bisa ditemukan 7 spesies spiny lobster genus Panulirus, yaitu
lobster pasir (P. homarus), lobster batu (P. penicillatus), lobster mutiara (P. ornatus),
lobster batik (P. longipes dan P. femoristriga), lobster bambu (P. versicolor) dan lobster
pakistan (P. polyphagus). Lobster batik terdiri dari 2 spesies yaitu P. longipes dan P.
femoristriga yang keduanya merupakan cryptic species. Dalam setiap lokasi pengambilan
sampel ditemukan 5 atau 6 spesies lobster, kecuali di perairan Raja Ampat, Papua yang
bisa ditemukan sampai 7 spesies lobster. Identifikasi molekular menggunakan ruas gen
CO1 berhasil dilakukan untuk 5 spesies lobster, yaitu P. versicolor (12 sampel), P.
penicillatus (8 sampel), P. homarus (3 sampel), P. longipes (2 sampel) dan P.
femoristriga (4 sampel). Kesamaan runutan nukleotida intraspesies yang paling besar
ditemukan pada P. femoristiga (99-100%) dan yang paling kecil pada P. longipes (97%).
Perhitungan jarak genetik konstruksi pohon filogeni Neighbour Joining (model K2P,
bootstrap 1000x) melibatkan beberapa data yang sudah dipublikasikan dan udang dari
genus Penaeus sebagai outgroup. Jarak genetik interspesies Panulirus berkisar antara
0,0016 -0,2211 (rata-rata 0,1486). Sedangkan pada udang Penaeus berkisar antara
0,1398-0,1512 (rata-rata 0,1458). Jarak genetik intraspesies Panulirus yang paling tinggi
ditemukan pada P.homarus sebesar 0,0488, kemudian berturut-turut pada P.penicilatus,
P. versicolor, P.longipes sebesar 0,013 dan P.fermoristriga sebesar 0,0081.
Hasil konstruksi pohon filogeni menemukan bahwa P. versicolor terdiri atas 4 stok
indukan, yaitu Selatan Jawa [Banten - Pelabuhan Ratu - Trenggalek - Malang], Barat
sampai Utara Sumatera [Aceh], Papua dan sekitarnya [Papua - Seram], dan Sulawesi.
Sedangkan untuk P. penicillatus terdiri atas 4 stok indukan, yaitu Selatan Jawa bagian
Timur [Malang - Yogyakarta], Selatan Jawa bagian Barat [Palabuhanratu - Banten], Barat
Sumatera bagian Utara [Aceh], dan Papua dan sekitarnya [Seram].
Analisis dinamika populasi dilakukan untuk spesies P. penicillatus di Teluk
Palabuhanratu. Pola pertumbuhannya adalah allometrik negatif. Koefisien pertumbuhan
lobster betina lebih tinggi dibandingkan lobster jantan. Puncak rekrutmen lobster jantan
diduga terjadi pada bulan April dan Juli, sedangkan lobster betina pada bulan Mei dan
Agustus. Nilai Lr<Lc, menunjukkan lobster betina tertangkap setelah melewati ukuran
rata-rata mengerami telur. Laju mortalitas penangkapan (F) lobster jantan lebih tinggi
dibandingkan laju mortalitas alaminya, sedangkan lobster betina lebih rendah
dibandingkan laju mortalitas alaminya. Lobster jantan telah mengalami overexploitation
sedangkan lobster betina belum mengalami overexploitation. Berdasarkan ukuran tubuh,
jenis lobster yang tertangkap di Teluk Palabuhanratu didominasi oleh kelompok ukuran
dengan panjang karapas 5.0-7.5 (54 %). Sedangkan ukuran panjang karapas yang lebih
dari 8.0 cm sangat sedikit, hanya 12 %. Hasil tangkapan lobster di lokasi penelitian di
dominasi oleh ukuran yang tidak diperkenankan untuk ditangkap atau ukuran lobsterlobster
yang relatif masih kecil.
Tingkat pemanfaatan spiny lobster di perairan Indonesia hampir sudah melebihi
jumlah yang boleh ditangkap. Dari 11 WPP, 8 diantaranya sudah melebihi jumlah yang
boleh ditangkap yaitu WPP 572, WPP573, WPP711, WPP712, WPP715, WPP716,
WPP717 dan WPP 718. Sedangkan untuk WPP 571, WPP713 dan WPP714 hasil
tangkapan masih dibawah jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Pemanfaatan
sumberdaya perikanan spiny lobster tahun 2016 sebesar 10.206 ton, sudah melebihi dari
jumlah tangkap yang diperbolehkan yaitu sebesar 8.927 ton, namun masih dibawah
potensi lestarinya yaitu sebesar 11.158 ton. Salah satu upaya untuk mempertahankan stok
sumberdaya perikanan lobster adalah melalui pengkayaan stok. Pelaksanaan restocking
perlu memperhatikan ketahanan individu lobster yang akan ditebar, habitat atau perairan
tempat penebaran, parameter fisika kimia perairan dan faktor-faktor lainnya yang terkait
dengan kelangsungan hidup lobster. Species yang menjadi prioritas untuk pengkayaan
stok spiny lobster di perairan Indonesia adalah P.penicillatus, P.homarus, dan
P.versicolor.
Status pemanfaatan sumberdaya lobster dengan menggunakan pendekatan EAFM
diperoleh nilai total skor 1,55 atau masuk dalam katagori sedang mendekati buruk
(kuning). Tetapi apabila kondisi ini dibiarkan maka diduga dapat mencapai kondisi buruk
(merah). Enam domain EAFM secara rinci adalah untuk SDI sudah masuk dalam
katagori buruk, dengan nilai skor 1,40 (merah) karena sudah eksploitasi lebih, dan juga
hasil tangkapan yang diperoleh pada ukuran yang tidak diperbolehkan ditangkap. Domain
habitat masuk dalam katagori sedang dengan nilai skor 1,7 (kuning). Domain tangkapan
juga masuk dalam katagori sedang yaitu 1,67 (kuning). Domain sosial memperoleh nilai
1,3 atau merah masuk dalam katagori buruk. Berdasarkan hasil tangkapan lobster, hanya
sekitar 12 % hasil tangkapan yang diperbolehkan, sehingga menyebabkan pendapatan
nelayan menurun yang pada akhirnya jumlah nelayan lobster di lokasi penelitian,
menurun hanya menyisakan 30 % dari jumlah awalnya. Domain ekonomi dan
kelembagaan masuk dalam katagori sedang dengan nilai 1,67 dan 1,55 atau berwarna
kuning.
Aspek pengelolaan sumberdaya lobster harus menjadi fondasi utama untuk
mewujudkan pengelolaan yang berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang dilakukan
adalah pendekatan kelembagaan dengan mempertimbangkan attributes of the common,
atributtes of the community, atributtes of the goverment dan atributtes of the istitution
yang diharapkan mampu membangun sinergi pengelolaan perikanan lobster antara
pemerintah dan masyarakat dengan basis pendekatan Co-Management. Sinergi
pemerintah dan masyarakat diharapkan mampu menjamin keberlanjutan sumberdaya
lobster dan keberlanjutan usaha nelayan lobster. Upaya yang dilakukan untuk mendukung
hal tersebut, diantaranya adalah pengaturan tangkapan total, yang mencakup langkah
teknis, mengatur keluaran yang dapat dicapai dari sejumlah upaya tertentu, seperti
pembatasan alat tangkap, penutupan penangkapan pada musim dan kawasan tertentu.
Strategi pengelolaan perikanan lobster diarahkan pada prinsip keberlanjutan dan
kesehatan habitatnya, hal ini mencakup pemulihan stok sumberdaya lobster di perairan
yang sudah eksploitasi lebih, pengembalian fungsi habitat dan ekositem lobster,
berkurangnya aktivitas penangkapan lobster dengan alat yang tidak ramah lingkungan,
peningkatan hasil tangkapan sesuai yang dipersyaratkan dalam peraturan melalui (1)
pembatasan unit penangkapan dan tidak melakukan penangkapan saat terjadi puncak, (2)
pembatasan ukuran mata jaring dan penggunaan alat tangkap yang ramah sehingga dapat
dikendalikan ukuran minimal penangkapan perikanan lobster, dan (3) pelarangan
penangkapan lobster bertelur dan pada musim pemijahan untuk menjaga keberlanjutan
sumberdaya perikanan lobster, terbangunnya kelembagaan kelompok perikanan lobster
yang mampu menata dan menampung hasil tangkapan nelayan dengan harga premium,
pencatatan dan pelaporan hasil tangkapan lobster dan terbangunnya Co-Management
pada perikanan lobster.
Collections
- DT - Fisheries [733]