Model Stimulasi Epigenetik Menggunakan Asam Valproat dalam Menghambat Pengembangan Sel Beta Pankreas dan Sel Saraf Dentate Gyrus Hipokampus.
View/Open
Date
2018Author
Komariah
Kiranadi, Bambang
Winanto, Adi
Manalu, Wasmen
Metadata
Show full item recordAbstract
Diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang disebabkan oleh
perubahan prilaku dan pola hidup yang salah. Namun, tidak menutup kemungkinan
penyakit degeneratif ini dapat timbul akibat perubahan yang terjadi pada
lingkungan intrauterine, yang mampu mempengaruhi perkembangan organogenesis
selama periode kritis. Perubahan tersebut tidak menyebabkan perubahan urutan
DNA, namun sebaliknya memiliki kemampuan untuk mengubah ekspresi gen
(epigenetik). DM sering dihubungkan dengan penurunan fungsi kognitif, terkait
dengan sensitivitas insulin pada otak yang berperan dalam proliferasi dan
diferensiasi sel-sel induk (stem cells) di bagian dentate gyrus. Pankreas dan otak
merupakan dua organ yang berasal dari lapisan embrionik yang berbeda, namun
kedua organ ini tersusun oleh sel-sel yang memiliki kesamaan fisiologis,
perkembangan, dan ekspresi beberapa gen seperti Pax-6, Nkx6.1, Pdx1, Notch,
Neurogenin, dan HB9. Stimulasi epigenetik dapat terjadi melalui penggunaan bahan
kimia atau obat tertentu selama kehamilan, seperti asam valproat (AVP) yang
bekerja dalam mempengaruhi modifikasi histon selama proses proliferasi dan
diferensiasi sel melalui pengahambatan aktivitas histone deacetylase (HDAC) pada
rantai N terminal histon.
Penelitian dilakukan dengan empat tahap pendekatan. Pendekatan tahap
pertama bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian AVP pada performa
pertumbuhan anak tikus yang dilahirkan. Penelitian menggunakan 30 ekor induk
tikus galur Sparague dawley umur 3-4 bulan. Pada tahap ini AVP dosis tunggal
250 mg/kg BB tikus per oral diberikan pada induk bunting hari ke-10, 13, dan 16.
Sebanyak 84 ekor anak tikus yang lahir digunakan untuk mengukur performa
pertumbuhan hingga usia 32 minggu pascapersalinan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian AVP pada 10 dan 13 hari kebuntingan mengurangi
kelangsungan hidup janin yang tercermin dari penurunan jumlah anak per
kelahiran, serta peningkatan bobot lahir sebesar 57,86% dan 33,21% dibandingkan
dengan kontrol. Pemberian AVP pada hari ke-16 kebuntingan tidak mempengaruhi
jumlah anak per kelahiran, namun menurunkan bobot lahir sebesar 5.45%
dibandingkan dengan kontrol. Selama masa pertumbuhan bobot tubuh anak tikus
dari semua kelompok induk meningkat yang diikuti dengan penurunan laju
pertumbuhan. Penurunan laju pertumbuhan anak tikus tertinggi terjadi pada usia 16
sampai 20 minggu.
Pendekatan tahap kedua bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian
AVP yang diberikan pada 10, 13, dan 16 hari kebuntingan, pada gambaran
histomorfologi endokrin pankreas. Hewan coba yang digunakan adalah 84 ekor
anak tikus yang berasal dari induk yang tidak diberikan AVP dan induk yang
diberikan AVP 250 mg, dengan pengamatan selang waktu empat minggu, dimulai
dari umur 4 sampai 32 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bobot absolut dan
bobot relatif pankreas anak tikus dari induk yang diberikan AVP pada 10, 13, dan
16 hari kebuntingan menurun seiring bertambahnya usia. Penurunan bobot absolut
dan relatif pankreas mulai terjadi pada minggu ke-16 sampai minggu ke-20.
Penurunan tersebut dipertegas dengan gambaran histomorfologi endokrin pankreas
yang mengalami hambatan perkembangan, yang diperlihatkan dengan penurunan
jumlah pulau Langerhans, diameter dan jumlah sel di pulau Langerhans (P<0,05).
Pendekatan tahap ketiga bertujuan untuk mengevaluasi perkembangan sel
beta pankreas dalam mensekresi insulin pada anak tikus dari induk yang terpapar
AVP pada 10, 13, dan 16 hari kebuntingan. Penelitian menggunakan 84 ekor anak
tikus yang sama. Pengambilan darah dan organ pankreas dilakukan untuk
menentukan konsentrasi DNA, RNA, dan rasio RNA/DNA pankreas, kadar insulin,
glukosa, serta melihat gambaran mikroskopis pankreas dengan menggunakan
pewarnaan imunohistokimia insulin dan glukagon. Hasil penelitian menunjukkan,
anak tikus yang dilahirkan oleh induk yang diberi AVP mengalami penurunan
konsentrasi DNA, RNA, rasio RNA/DNA, serta kadar insulin, yang menyebabkan
peningkatan kadar glukosa (P<0.05). Pengamatan imunohistokimia
memperlihatkan rendahnya imunoreaktif terhadap insulin oleh sel beta pankreas,
namun imunorekatif terhadap glukagon meningkat pada anak tikus dari induk yang
diberikan AVP, khususnya pada anak tikus yang diberikan AVP hari ke-16
kebuntingan.
Pendekatan keempat bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian AVP
pada induk tikus hari 10, 13, dan 16 kebuntingan pada perkembangan sel-sel saraf
dentate gyrus hipokampus yang berhubungan dengan sekresi insulin. Sebanyak 84
ekor anak tikus yang sama, dilakukan pengambilan organ otak untuk pengamatan
konsentrasi DNA, RNA, rasio RNA/DNA, insulin, glukosa serta pengamatan
mikroskopis otak dengan pewarnaan HE dan IHK. Hasil penelitian menunjukkan
anak tikus yang dilahirkan oleh induk yang diberi AVP pada 10, 13, dan 16 hari
kebuntingan memperlihatkan penurunan konsentrasi DNA, RNA, rasio RNA/DNA,
insulin otak, sehingga meningkatkan kadar glukosa otak. Penurunan ini dipertegas
dengan pengamatan histomorfologi yang memperlihatkan adanya sel-sel yang
mengalami penghambatan pertumbuhan di dentate gyrus. Sementara itu, hasil
pewarnaan IHK tidak menunjukkan imunoreaktif terhadap insulin pada sel-sel di
dentate gyrus, namun imunoreaktif terhadap insulin terjadi di daerah pleksus
koroid.
Hasil dari keempat pendekatan menunjukkan pemberian AVP pada hari 10,
13, dan 16 kebuntingan mampu mempengaruhi ekspresi gen-gen yang terkait dalam
organogenesis pankreas dan otak. Pengaruh AVP yang diberikan pada hari ke-10
dan ke-13 kebuntingan memperlihatkan performa pertumbuhan anak tikus turunan
menjadi jauh lebih baik dibandingkan kontrol, namun tidak pada anak tikus dari
induk yang diberikan AVP hari ke-16.
Collections
- DT - Veterinary Science [294]