Embriogenesis Somatik dan Transformasi Genetik Tebu (Saccharum officinarum L.) Kultivar PS 864 dengan Gen MmCuZn-SOD untuk Peningkatan Toleransi Terhadap Lahan Masam.
View/ Open
Date
2018Author
Damayanti, Fitri
Suharsono
Tjahjoleksono, Aris
Mariska, Ika
Metadata
Show full item recordAbstract
Salah satu komoditas perkebunan penting yang dikembangkan secara
nasional adalah tanaman tebu. Rendahnya produksi tebu nasional antara lain
disebabkan karena area perkebunan tebu di lahan subur mengalami penurunan,
sehingga untuk menaikkan produksi tebu, perluasan area tanam diarahkan ke lahan
suboptimal. Sebagian besar lahan suboptimal Indonesia merupakan podsolik merah
kuning yang pH-nya rendah dan konsentrasi aluminiumnya mencapai tingkat
toksisitas tinggi. Namun sampai saat ini belum ada varietas (genotipe) tebu yang
adaptif pada lahan masam. Oleh karena itu, usaha untuk mendapatkan genotipe
tanaman tebu yang toleran terhadap kondisi cekaman lingkungan masam sangat
penting dilakukan. Cekaman abiotik tersebut menimbulkan Reactive Oxygen
Spesies (ROS) yang sangat beracun bagi sel tanaman. Superoksida dismutase
(SOD) mempunyai kemampuan untuk mereduksi cekaman ROS. Salah satu cara
untuk merakit varietas tersebut adalah melalui rekayasa genetika untuk
mendapatkan tanaman transgenik yang toleran terhadap cekaman pH rendah dan Al
dengan menggunakan gen SOD. Keberhasilan mendapatkan tanaman transgenik
ditentukan dari ketepatan pemilihan bahan tanaman untuk transformasi genetik.
Kalus embriogenik digunakan sebagai eksplan dalam transformasi genetik untuk
mendapatkan efisiensi transformasi yang tinggi dan menghindari terjadinya
khimera. Permasalahan utama dalam proses rekayasa genetika tanaman tebu adalah
belum adanya metode regenerasi embriogenesis somatik tebu yang menjamin
keberhasilan hidup dan tumbuh pasca transformasi dan belum adanya protokol
standar untuk transformasi genetik tebu menggunakan vektor Agrobacterium
tumefaciens. Tindakan penyimpanan in vitro terhadap galur-galur transgenik yang
diperoleh sangat diperlukan untuk penyediaan materi pemuliaan tebu baik untuk
kegiatan seleksi maupun sebagai sumber keragaman baru. Tujuan umum penelitian
ini adalah untuk mendapatkan kalus embriogenik dan struktur embrio somatik,
tanaman tebu transgenik yang toleran lahan masam dan metode penyimpanan in
vitro biakan tebu transgenik melalui enkapsulasi.
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tebu
PS 864. Eksplan yang digunakan untuk induksi kalus embriogenik adalah daun
muda yang masih menggulung pada bagian ujung batang. Media yang digunakan
untuk induksi kalus embriogenik adalah media dasar MS yang diperkaya dengan
2,4-D (1, 3, dan 5 mg/L) dan BAP (0 dan 5 mg/L), kemudian dilakukan optimasi
dengan penambahan glutamina dan kasein hidrolisat. Pendewasaan kalus nodularss
dilakukan dengan penambahan BAP (0 dan 5 mg/L) dan kinetin (0, 1, 3, dan 5
mg/L), sedangkan perkecambahan embrio somatik dilakukan dengan menggunakan
MS penuh (100%) dan ½ MS (50%) ditambah 20 g/L sukrosa, asam amino dan atau
zat pengatur tumbuh. Kegiatan transformasi genetik dilakukan terhadap kalus
nodular menggunakan gen MmCuZn-SOD dengan perantara Agrobacterium
tumefaciens. Tanaman transgenik yang diperoleh kemudian disimpan secara in
vitro dengan teknik enkapsulasi menggunakan paklobutrazol pada konsentrasi 0, 1,
2, dan 3 mg/L atau manitol pada konsentrasi 0, 1, 3, dan 5%.
Proses yang mempengaruhi embriogenesis somatik pada tanaman tebu
bersifat spesifik untuk setiap genotipe sehingga penentuan kombinasi media
induksi kalus embriogenik terbaik pada klon tebu sangat diperlukan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa media induksi kalus embriogenik tanaman tebu
terbaik adalah media MS yang mengandung 3 mg/L 2,4-D yang diperkaya dengan
100 mg/L glutamina dan 500 mg/L kasein hidrolisat. Media ini menghasilkan
persentase pembentukan kalus embriogenik sebesar 96.3% dan menghasilkan kalus
tipe A yaitu kalus nodular, berwarna agak putih kekuningan, dan basah. Tipe kalus
tersebut sangat potensial untuk membentuk embrio somatik. Pada media
pendewasaan, perkembangan embrio somatik tanaman tebu diawali dengan
terbentuknya embrio globular pada umur 5 minggu setelah dikulturkan. Embrio
skutelar terbentuk pada minggu ke-7, kemudian terbentuk embrio koleoptilar
setelah 12 minggu dalam media kultur. Rerata jumlah embrio globular tertinggi (38
buah) dihasilkan dari media MS ditambah 5 mg/L BAP yang dikombinasi dengan
1 atau 3 mg/L kinetin. Jumlah embrio skutelar dan koleoptilar tertinggi dihasilkan
dari perlakuan 3 mg/L kinetin yaitu sebanyak 21 dan 19. Media MS penuh ditambah
2 mg/L kinetin dan 100 mg/L glutamina adalah media perkecambahan yang
menghasilkan persentase jumlah embrio somatik tumbuh menjadi struktur bipolar
tertinggi (73.29%) dengan jumlah daun terbanyak (4.58). Analisis histologi
menunjukkan bahwa embrio somatik tebu berasal dari banyak sel melalui proses
budding dan juga berasal dari satu sel tunggal.
Hasil penelitian transformasi genetik pada kalus nodular tebu dengan gen
MmCuZn-SOD yang diperantarai A. tumefaciens menghasilkan efisiensi
transformasi tertinggi yaitu 33.3%. Hasil ini diperoleh dari perlakuan konsentrasi
A. tumefaciens pada OD600 0.2, waktu inkubasi 10 menit dalam suspensi bakteri,
dan ko-kultivasi selama 3 hari. Analisis PCR terhadap 16 transforman putatif
menunjukkan bahwa 10 planlet positif mengandung gen MmCuZn-SOD. Evaluasi
toleransi tanaman transgenik dan non transgenik dilakukan dengan menggunakan
media seleksi in vitro yang mengandung 500 mg/L Al dan tanah masam (pH 4.3).
Hasilnya menunjukkan bahwa tanaman transgenik secara signifikan memiliki
toleransi terhadap Al dan tanah masam yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman non transgenik.
Biakan transgenik yang dihasilkan selanjutnya disimpan secara in vitro
dengan teknik enkapsulasi, menggunakan 3% Na-alginat, dengan penambahan
paklobutazol atau manitol. Penggunaan paklobutrazol terbukti lebih efektif
menekan pertumbuhan eksplan tebu dari pada manitol. Penyimpanan dengan
penambahan 3 mg/L paklobutrazol adalah perlakuan penyimpanan terbaik untuk
biakan tebu dengan teknik enkapsulasi dengan masa penyimpanan mencapai tujuh
bulan. Perlakuan ini juga mampu membentuk tunas berwarna hijau mencapai 50%
dan memiliki daya pemulihan serta regenerasi pasca penyimpanan hingga mencapai
75%. Proses pemulihan pasca penyimpanan dengan paklobutrazol memperlihatkan
penampakan biakan yang lebih tegar dan lebih hijau dari pada perlakuan manitol.