Model Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Berkelanjutan: Studi Kasus Kabupaten Bekasi.
View/Open
Date
2018Author
Gusdini, Ninin
Purwanto, Yanuar J
Kholil
Murtilaksono, Kukuh
Metadata
Show full item recordAbstract
Air bersih merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang tidak dapat
digantikan fungsinya. Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat merupakan
kewajiban Pemerintah karena menyangkut kebutuhan dasar manusia. Konflik
kepentingan terjadi antar pengelola air bersih karena adanya pelimpahan
kewenangan ke daerah sementara daerah belum siap serta adanya nilai ekonomi
dalam sumberdaya air. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model dalam
upaya pemenuhan kebutuhan air bersih secara berkelanjutan, sehingga kebijakan
dan strategi yang disusun dapat mendorong upaya pemenuhan kebutuhan air
bersih.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah integrasi antara (1)
evaluasi kinerja layanan air bersih secara deskriptif dengan indikator: cakupan
layanan, kualitas, kuantitas, kontinuitas, kebocoran dan keterjangkauan; (2) WTP
(willingness to pay) sebagai indikator keinginan kontribusi masyarakat terhadap
perbaikan layanan air bersih; (3) ISM (interpretative structural modeling) untuk
mengetahui struktur dan hubungan kontekstual dari pemangku kepentingan,
kendala, program dan perubahan yang diharapkan; (4) SD (Sistem dinamik) untuk
menyusun keterkaitan antar variabel dalam fenomena yang ada.
Hasil penelitian menyatakanan bahwa kinerja layanan air bersih
berdasarkan indikator kualitas, kuantitas, kontinuitas, keterjangkauan, cakupan
layanan dan tingkat kebocoran berada dalam kategori kurang baik. Cakupan
layanan air bersih di Kabupaten Bekasi masih sangat rendah (15,69% dari
penduduk administrasi) dengan tingkat kebocoran 33%. Dalam penelitian ini
diperoleh nilai keinginan kontribusi masyarakat dalam peningkatan layanan air
bersih yaitu sebesar Rp 103 548 untuk pengguna layanan perpipaan dan Rp 70
484 untuk pengguna layanan non perpipaan. Kendala kunci dalam upaya
pemenuhan kebutuhan air bersih adalah rendahnya political will dan sumber air
baku. Untuk program kunci adalah penyusunan Blue print pengembangan air
bersih dan peningkatan alokasi pasokan air. Pemangku kepentingan yang paling
berperan adalah Pemerintah Daerah dan DPRD sedangkan target perubahan
adalah terpenuhinya hak dasar masyarakat. Model dinamik menunjukkan bahwa
pasokan air dan kapasitas IPA (Instalasi Pengolahan Air) terpasang masih mampu
memenuhi kebutuhan hingga tahun 2040.