Pengelolaan Perikanan Demersal Berkelanjutan dengan Pendekatan Penanganan Illegal Fishing di Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711).
View/Open
Date
2017Author
Perangin-angin, Robet
Sulistiono
Kurnia, Rahmat
Fahrudin, Achmad
Suman, Ali
Metadata
Show full item recordAbstract
Pendekatan holistik diadopsi sebagai kerangka konseptual pengelolaan
untuk menghasilkan kebijakan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Prinsip
dasar dari pendekatan holistic dalam pengelolaan perikanan melibatkan komponen
sumberdaya ikan dan manusia yang memanfaatkannya. Salah satu ancaman
pengelolaan perikanan adalah maraknya kegiatan illegal fishing yang terjadi hampir
di seluruh perairan dunia, dan dianggap sebagai penyebab utama perikanan yang
tidak berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pola pengelolaan yang
berkelanjutan pada perikanan demersal yang mengalami tekanan penangkapan ikan
akibat tingginya tingkat illegal fishing di perairan perbatasan khususnya di Laut
Cina Selatan (WPP-NRI 711). Lokasi penelitian adalah Laut Cina Selatan (WPPNRI
711) yang berbatasan langsung dengan beberapa negara, antara lain Malaysia,
Thailand, Vietnam, Brunei Darussalam dan Filipina. Parameter aspek ekologi
berupa data akustik dan komposisi hasil tangkapan diperoleh dengan melakukan
survey lapangan yang dilakukan pada Mei sampai Juni 2015 dengan menggunakan
Kapal Penelitian Madidihang 02. Pengambilan data akustik dilakukan dengan
scientific echosounder BIOSONICS DT-X pada frekuensi 120 KHz. Sedangkan
komposisi hasil tangkapan diperoleh menggunakan metode swept area yang
dilakukan pada 12 titik stasiun. Parameter aspek sosial-ekonomi diperoleh dari
wawancara, kuesioner, dan data sekunder yang ada.
Hasil analisis komposisi dan kepadatan, diperoleh gambaran komposisi
jenis ikan demersal di Laut Cina Selatan tercatat sekitar 147 spesies dari 55 famili.
Stratifikasi komposisi di kedalaman 20-30 m, 30-40 m, 40-50 m, 50-60 m, dan 60-
70 m masing masing didominasi oleh ikan dari famili Leiognathidae, Lutjanidae,
Nemipteridae, tetraodontidae, dan Serranidae. Estimasi kepadatan stok sumberdaya
ikan demersal di Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711) berkisar antara 0,16 – 2,85
ton/km2 dengan rata-rata kepadatan 1,05 ton/km2.
Hasil analisis indeks ekologi secara spasial, diketahui tingkat kestabilan
komunitas sumberdaya ikan demersal di zona perairan pesisir barat Kalimantan
lebih rendah dibandingkan dengan zona lainnya. Sementara di zona pertengahan
Laut Cina Selatan memiliki tingkat kestabilan komunitas yang jauh lebih baik
dibandingkan zona perairan pesisir barat Kalimantan dan zona perairan pesisir
timur Kepulauan Riau. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor lingkungan
yang berupa kondisi kedalaman, tipe sedimentasi, salinitas, dan suhu
mempengaruhi distribusi keanekaragaman komunitas sumberdaya ikan demersal di
Laut Cina Selatan.
Hasil analisis indeks ekologi berdasarkan kedalaman, diperoleh distribusi
indeks ekologi sumberdaya ikan demersal menunjukkan tingkat kestabilan
komunitas yang semakin baik seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kedalaman,
iii
suhu, dan salinitas merupakan parameter yang paling memengaruhi tingkat
kekayaan jenis serta distribusi sumberdaya ikan demersal, sedangkan distribusi
kelimpahan ikan sangat dipengaruhi oleh oksigen terlarut, dan kecerahan perairan.
Hasil analisis karakteristik dan ekonomi illegal fishing, diperoleh intensitas
kegiatan illegal fishing tertinggi berada pada bulan Maret sampai Juni dan terendah
pada bulan Desember dan Januari. Peningkatan peluang ketertangkapan sebesar
10% dengan biaya sosial F1, F2, dan F3 akan dapat menurunkan keuntungan
ekonomi yang diharapkan (Eπ) pelaku llegal fishing, masing-masing sebesar Rp.
1,99 Milyar/tahun/kapal; Rp. 2,98 milyar/tahun/kapal; dan Rp. 3,98 milyar/tahu
n/kapal. Kombinasi penerapan sanksi F1, F2, dan F3 untuk meningkatkan biaya
sosial terhadap pelaku illegal fishing hingga dicapai keseimbangan antara peluang
penerapan biaya sosial dan keuntungan yang diharapkan, mempengaruhi upaya
penegakan hukum yang tercermin dalam peluang ketertangkapan (probability of
arrested) yang diharapkan masing-masing sebesar 39%, 52%, dan 78%. Besaran
hasil tangkapan ikan demersal akibat kegiatan illegal fishing diperkirakan antara
276.015 ton/tahun s/d 548.294 ton/tahun. Sementara itu, dengan nilai resources rent
sebesar Rp. 25.149.000/ton diperoleh potensi kerugian ekonomi sumberdaya ikan
demersal yang terdampak illegal fishing di tahun 2015 sebesar Rp. 6.941.500
juta/tahun s/d 13.789.043 juta/tahun.
Hasil analisis studi keberlanjutan dengan metode sustainability window,
diperoleh kondisi keberlanjutan perikanan demersal di perairan WPP-NRI 711
cenderung kearah yang lebih baik dari tahun ke tahun. Namun demikian, tingkat
ketebalan jendela keberlanjutan perikanan demersal yang cenderung kecil/tipis,
mengindikasikan perlunya kehati-hatian dalam pengelolaan perikanan demersal di
Laut China Selatan (WPP-NRI 711).
Hasil rumusan strategi pengelolaan, diperoleh untuk menekan intensitas
illegal fishing yang tinggi oleh kehadiran kapal ikan asing, maka strategi penegakan
hukum dengan upaya peningkatan peluang ketertangkapan dan biaya sosial
terhadap kapal ikan asing pelaku illegal fishing menjadi prioritas utama untuk
diterapkan. Pada perairan dengan intensitas illegal fishing yang rendah oleh
kehadiran dan dominansi kapal ikan asing, maka strategi pengelolaan perikanannya
diprioritaskan pada penegakan hukum terhadap kapal ikan lokal yang melakukan
penangkapan ikan tidak sesuai dengan wilayah penangkapan ikan yang diijinkan,
disertai penguatan armada dan teknologi kapal ikan setempat (kapal ikan < 30 GT)
untuk mendorong dominansi aktivitas penangkapan ikan oleh kapal ikan lokal di
ZEEI Laut Cina Selatan.
Collections
- DT - Fisheries [733]