dc.description.abstract | Hutan Gunung Mutis merupakan hutan adat yang telah lama digunakan
oleh masyakat lokal sebagai tempat penggembalaan ternak. Pada tahun 1974
Hutan Gunung Mutis diubah menjadi hutan lindung. Masyarakat tidak diizinkan
menggembalakan ternak di hutan sejak Hutan Gunung Mutis diubah menjadi
hutan lindung.
Penelitian ini bertujuan menganalisis model tata kelola silvopastur di Hutan
Gunung Mutis. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah menganalisis
kebijakan silvopastur di Hutan Gunung Mutis, menganalisis peran aktor dalam
tata kelola Hutan Gunung Mutis dan menganalisis dampak tata kelola terhadap
ekologi dan kesejahteraan masyarakat.
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori akses dan
teori Actor-Centered Power. Model dinamika sistem digunakan untuk
menganalisis dampak tata kelola terhadap ekologi dan kesejahteraan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan yang terkait dengan tata
kelola Hutan Gunung Mutis tidak mendukung silvopastur di Hutan Gunung Mutis.
Sejak ditetapkan sebagai hutan lindung, pemerintah tidak mengizinkan
penggembalaan ternak di Hutan Gunung Mutis. Hasil analisis implementasi
kebijakan menunjukkan bahwa kebijakan tersebut tidak dapat diimplementasikan
karena adanya penolakan dari masyarakat lokal.
Hasil analisis aktor teridentifikasi 10 aktor yang terkait dengan tata kelola
silvopastur di Hutan Gunung Mutis yaitu : (1) peternak; (2) perambah hutan; (3)
pemimpin adat; (4) Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara
Timur; (5) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Mutis Timau; (6) Dinas
Peternakan Kabupaten Timor Tengah Selatan; (7) World Wild Life Fund; (8)
Dinas Kehutanan Kabupaten Timor Tengah Selatan; (9) pedagang ternak; (10) staf
akademik. Peternak, perambah hutan, pemimpin adat, Balai Besar Konservasi
Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur, dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Lindung Mutis Timau merupakan aktor yang kuat dan menentukan tata kelola di
Hutan Gunung Mutis.
Silvopastur saat ini dilakukan dengan penggembalaan liar, tanpa izin
pemerintah, dilakukan pada areal dan waktu yang tidak terbatas. Berdasarkan hasil
simulasi dengan model dinamika sistem yang dibangun, tata kelola silvopastur
saat ini memberikan pendapatan bersih sebesar Rp14 461 950 000 per tahun dan
nilainya naik sebesar 2.5% per tahun, sampai batas pendapatan bersih maksimum
sebesar Rp20 140 200 000 per tahun. Rata-rata peternak memperoleh pendapatan
bersih Rp1 005 200 per peternak per tahun dan nilainya naik sebesar 2.5% per
tahun hingga mencapai Rp1 399 889 per peternak per tahun. Namun demikian
tata kelola hutan saat ini menyebabkan deforestasi, penurunan simpanan karbon
dan peningkatan tingkat erosi.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa model tata kelola hutan yang tidak
mengizinkan silvopastur di Hutan Gunung Mutis menyebabkan kehilangan
pendapatan masyarakat. Model ini tidak dapat diterapkan karena ditolak oleh
masyarakat sekitar.
Model tata kelola silvopastur lestari dapat memberikan total pendapatan
bersih kepada masyarakat sebesar Rp14 461 950 000 per tahun dan nilainya naik
sebesar 2.5% per tahun hingga mencapai pendapatan bersih maksimum sebesar
Rp14 530 625 000 per tahun. Rata-rata pendapatan bersih yang diterima
masyarakat sebesar Rp1 005 200 per peternak per tahun dan nilainya naik hingga
mencapai Rp Rp1 009 983 per peternak per tahun. Model tata kelola silvopastur
lestari dapat memberikan pendapatan kepada masyarakat, mempertahankan
simpanan karbon dan mempertahankan tingkat erosi tanah.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan tata kelola silvopastur
lestari adalah : (1) menyediakan kawasan untuk silvopastur; (2) memberi izin
silvopastur kepada masyarakat lokal; (3) melibatkan peternak dalam pencegahan
perambahan hutan; dan (4) memperbaiki teknik silvopastur di Hutan Gunung
Mutis. | id |