Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan, dan Status Anemia dengan Kualitas Hidup Karyawati Pemetik Teh di Pangalengan, Jawa Barat.
View/ Open
Date
2017Author
Puspa, Amalina Ratih
Anwar, Faisal
Khomsan, Ali
Metadata
Show full item recordAbstract
Anemia merupakan masalah gizi yang relatif sulit untuk dipecahkan. Di
negara berkembang, masalah anemia terjadi secara luas di masyarakat, baik pada
anak-anak maupun orang dewasa. Pekerja perempuan usia subur merupakan salah
satu kelompok usia produktif dalam masyarakat yang rentan mengalami anemia
defisiensi besi (IDA/Iron Deficiency Anemia). Anemia dapat menurunkan kualitas
hidup terkait kesehatan. Selain itu, kualitas hidup terkait kesehatan juga
dipengaruhi oleh status gizi dan status kesehatan. Penelitian terkait hubungan
status gizi, status kesehatan, dan status anemia dengan kualitas hidup belum
banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang bertujuan mengkaji hubungan status gizi, status kesehatan, dan
status anemia dengan kualitas hidup karyawati pemetik teh di Pangalengan, Jawa
Barat. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah subjek sebanyak
116 wanita usia subur. Penelitian ini dilaksanakan di Perusahaan Terbuka
Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) yang terletak di Pangalengan, Jawa
Barat, Indonesia.
Data karakteristik subjek (usia, pendidikan terakhir, jumlah anggota
keluarga, pengeluaran rumah tangga, dan status pernikahan) dan status kesehatan
diperoleh melalui wawancara mengunakan kuesioner. Data konsumsi pangan
penghambat dan peningkat penyerapan Fe diperoleh melalui recall 2x24 jam dan
semi kuantitatif food frequency questionnaire, data status gizi (Indeks Massa
Tubuh/IMT) diperoleh melalui pengukuran antropometri yang terdiri atas
pengukuran berat badan (timbangan digital ketelitian 0.1 kg) dan tinggi badan
(microtoise ketelitian 0.1 cm). Status anemia diperoleh melalui pengambilan darah
kapiler dilakukan pada ujung jari kiri menggunakan HemoCue Hb 201+. Data
kualitas hidup dikumpulkan melalui wawancara menggunakan Medical Outcome
Study 36-Item Short-Form Health Survey (SF-36) (Ware & Sherbourne 1992).
Kuesioner SF-36 terdiri atas dua komponen besar yaitu (1) Physical Component
Summary (PCS) yang terdiri atas dimensi fungsi fisik, peran fisik, rasa nyeri, dan
kesehatan umum; dan (2) Mental Component Summary (MCS) yang terdiri atas
dimensi fungsi sosial, vitalitas/energi, kesehatan mental, dan peran emosi. Data
dianalisis menggunakan independent samples t-test, uji chi-square, uji korelasi
Pearson dan Rank Spearman, serta uji regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia subjek adalah 41.7±5.5
tahun. Sebagian besar subjek menyelesaikan pendidikannya pada tingkat sekolah
dasar. Hampir seluruh subjek memiliki jumlah anggota keluarga yang kecil yaitu
kurang dari empat orang. Rata-rata pengeluaran per kapita subjek adalah Rp 626
958±312 655. Hampir seluruh subjek telah menikah. Jenis pangan yang sering
dikonsumsi subjek adalah beras, telur, tahu, kol, jambu batu, keripik, dan teh.
Rata-rata asupan energi, protein, zat besi, dan vitamin C subjek berturut-turut
adalah 1 876 kkal, 41.9 g, 12.2 mg, 25 mg. Tingkat kecukupan energi subjek
tergolong cukup. Sementara itu, tingkat kecukupan protein, zat besi, dan vitamin
C subjek tergolong kurang. Sebagian besar subjek tergolong memiliki indeks
massa tubuh (IMT) >25 kg/m2 (lebih dan obesitas). Prevalensi anemia dalam
penelitian ini adalah 28.5% dengan rata-rata kadar hemoglobin subjek sebesar
12.6 g/dl. Penyakit infeksi dan penyakit tidak menular yang paling sering diderita
subjek adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan nyeri sendi. Sebagian
besar subjek menderita sakit dalam empat minggu terakhir. Sebagian besar subjek
memiliki kualitas hidup yang tergolong baik dengan rata-rata skor sebesar
76.3±13.3.
Terdapat perbedaan usia yang signifikan antara subjek yang anemia dan non
anemia (p<0.05). Terdapat perbedaan kondisi kesehatan yang signifikan antara
subjek yang memiliki kualitas hidup baik dan kurang. Terdapat hubungan positif
antara jumlah anggota keluarga dengan dimensi peran fisik dan Physical
Component Summary (PCS). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
status gizi dan status anemia dengan kualitas hidup. Terdapat hubungan positif
antara penyakit ISPA dengan dimensi fungsi fisik dan fungsi sosial, serta penyakit
nyeri sendi dengan dimensi peran emosi. Terdapat hubungan positif antara kondisi
kesehatan empat minggu terakhir dengan dimensi peran fisik, kesehatan umum,
vitalitas/energi, kesehatan mental, PCS, dan MCS. Faktor yang memengaruhi
kualitas hidup subjek adalah jumlah anggota keluarga dan pengeluaran total
rumah tangga. Subjek yang memiliki jumlah anggota keluarga besar (≥ 4 orang)
berisiko 3.5 kali mengalami kualitas hidup yang kurang dibandingkan dengan
subjek yang memiliki keluarga kecil (<4 orang) (OR=3.52; 95%CI: 1.23-10.05).
Subjek yang memiliki pengeluaran total kurang dari Rp. 343 646 berisiko 59.7%
lebih rendah memiliki kualitas hidup yang kurang dibandingkan dengan subjek
yang memiliki pengeluaran total lebih dari Rp. 343 646 (OR=0.403; 95%CI: 0.17-
0.96).
Collections
- MT - Human Ecology [2388]
