Efektivitas Penerapan dan Strategi Pengembangan Sistem Manajemen Mutu Produk Bakso (Studi Kasus Dua UMKM Kabupaten Bogor).
View/Open
Date
2017Author
Khairi, Ikhsanul
Trilaksani, Wini
Santoso, Joko
Metadata
Show full item recordAbstract
Produk olahan ikan berkembang pesat seiring dengan berkembangnya
teknologi pengolahan, sebagai contoh produk bernilai tambah yang termasuk
dalam kategori produk cepat saji. Permintaan produk jenis ini semakin tinggi saat
jumlah kaum wanita yang berkarir bertambah. Hal ini menjadikan produk cepat
saji sangat menarik untuk dikembangkan. Pengembangan produk ditinjau dari
berbagai aspek, di antaranya aspek kualitas, keamanan pangan dan sistem
manajemen keamanan pangannya. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi
program kelayakan dasar, pengendalian titik kritis proses dan tingkat kecacatan
produk menggunakan Statistical Process Control (SPC) serta mengidentifikasi
sumber bahaya dan titik kritis, menganalisis isi peraturan-peraturan keamanan
pangan dan merumuskan strategi kebijakan manajemen mutu yang tepat untuk
UMKM.
Asesmen kelayakan dasar menggunakan acuan Sertifikat Kelayakan
Pengolahan (SKP) dengan cara menilai langsung menunjukkan bahwa pada kedua
UMKM masih ditemukan ketidaksesuaian. Ketidaksesuaian yang ditemukan pada
UMKM BF lebih sedikit dibandingkan dengan UMKM BS. Hasil asesmen
komposisi proksimat bahan baku dan produk serta cemaran mikroba pada bahan
baku, produk dan peralatan produksi dibandingkan dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI). Komposisi proksimat bahan baku yang digunakan oleh UMKM
BS dan BF baik surimi dan daging lele lumat sesuai dengan persyaratan SNI,
sedangkan produk yang dihasilkan belum sesuai dengan persyaratan SNI. Hasil
analisis cemaran mikroba bahan baku dan produk pada kedua UMKM ini sesuai
persyaratan SNI sehingga aman untuk dikonsumsi. Hasil cemaran mikroba
peralatan tertinggi ditemukan pada UMKM BF di minggu kedua pengamatan
yaitu di peralatan pengadon sebesar 1x103 koloni/gram, sedangkan terendah pada
peralatan tempat penirisan UMKM BF dan BS pada minggu pertama hingga
kedua.
Penerapaan statistika pengendalian proses dilakukan pada tahapan produksi
dan jenis kecacatan produk yang dinilai krusial. Tahapan krusial yang ditentukan
adalah proses setting dan pematangan, sedangkan jenis kecacatan pada parameter
berat bakso dan konsistensi rasa. Pada UMKM BF jenis parameter kecacatan dan
tahapan produksi krusial tidak terkontrol, baik secara nilai individu dan rentang
bergerak, sedangkan UMKM BS ditemukan terkontrol pada jenis parameter
kecacatan, yaitu berat bakso dan waktu perebusan.
Identifikasi bahaya, penentuan progam kelayakan dasar (PRP), operasional
program kelayakan dasar (OPRP), titik kritis dan titik tindakan kecacatan (DAP)
dilakukan pada seluruh proses produksi, bahan baku dan penyimpanan.
Ditemukan tujuh tahapan proses yang memiliki bahaya potensial signifikan, yaitu
penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pencetakan, perebusan,
pendeteksian logam, pembekuan dan penyimpanan beku. Berdasarkan hasil
identifikasi bahaya potensial signifikan ditemukan lima titik yang menjadi
Critical Control Point (CCP) yaitu persyaratan bahan baku, penyimpanan bahan
baku, perebusan, pembekuan dan pendeteksian logam.
Regulasi yang terkait dengan sistem manajemen mutu produk perikanan
sebanyak dua belas regulasi. Hirarki kedua belas regulasi terbagi atas empat level.
Level teratas adalah UU/8/1999 (perlindungan konsumen), UU/45/2009
(perikanan), UU/18/2012 (pangan), UU/36/2009 (kesehatan) dan UU/20/2014
(standardisasi dan penilaian kesesuaian), level kedua adalah PP/28 tentang
keamanan, mutu dan gizi pangan, level ketiga Kepmen-KP/52A tentang
persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi,
pengolahan dan distribusi, PermenKP No 72/2016 tentang persyaratan dan tata
cara penerbitan sertifikat kelayakan pengolahan, BPOM
NoHK.03.1.23.04.12.2206 tentang cara produksi pangan yang baik untuk industri
rumah tangga, BPOM NoHK.00.05.52.4321 tentang pendaftaran pangan olahan
dan level terakhir Peraturan Kepala BKIPM No PER.03/BKIPM/2011 tentang
pedoman teknis penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
Regulasi yang paling pertama muncul tahun 1999 dan paling terbaru tahun 2016.
Regulasi yang teridentifikasi, ditemukan potensi ketidakharmonisan regulasi,
yaitu tumpang tindih antara level tiga (Kepmen-KP/52A) dan level empat (BPOM
NoHK.00.05.52.4321) dan kewenangan pengawasan serta pembinaan. Organisasi
pengawas sistem manajemen mutu produk perikanan terdiri dari BPOM, Dinkes,
PDSPKP dan BKIPM dengan sertifikasi masing-masing MD, P-IRT, SKP dan
HACCP.
Elemen dari sistem manajemen mutu terdiri atas faktor, aktor, tujuan dan
strategi. Aktor yang paling besar berpengaruh adalah lembaga pemerintah, pelaku
UMKM dan konsumen. Strategi yang harus dilakukan untuk menerapkan sistem
manajemen mutu pada UMKM yang memiliki pengaruh besar pertama adalah
membuat skala prioritas nasional dan mengkampanyekan budaya keamanan
pangan hasil perikanan dan sistem manajemennya, strategi kedua adalah
meningkatkan kompetensi SDM khususnya lembaga pemerintahan dan UMKM,
ketiga adalah melibatkan seluruh stakeholders dalam menyusun SKP, mendesain
pedoman (guideline) SKP yang mudah dan jelas serta mendorong investasi pada
UMKM
Collections
- MT - Agriculture Technology [2332]