Desain Model Pengelolaan Hutan Lindung di KPHP Batulanteh, Provinsi Nusa Tenggara Barat
Abstract
Hutan lindung di Indonesia ditentukan berdasarkan jenis tanah, kemiringan
lahan, dan curah hujan yang difungsikan untuk mengatur tata air dan memelihara
kesuburan tanah. Namun, saat ini kondisi hutan lindung Indonesia terancam dan
rentan terhadap perubahan penggunaan lahan. Kondisi yang rentan ini belum
didukung dengan pengelolaan yang baik. Pemerintah telah mengamanatkan
seluruh kawasan hutan terbagi dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai
penguatan sistem pengurusan hutan. Namun, pengelolaan hutan dengan konsep
KPH ini masih mengalami banyak tantangan, salah satunya terkait pengelolaan
hutan lindung di dalam KPH Produksi (KPHP), seperti yang terjadi di KPHP
Batulanteh.
Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan lapang, studi pustaka,
wawancara terstruktur kepada 193 responden dari tujuh dusun sekitar hutan,
wawancara semi terstruktur terhadap 90 responden, wawancara mendalam
terhadap sembilan informan, dan focus group discussion sebanyak empat kali.
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kombinasi antara penelitian
deskriptif - partisipatif - eksploratif. Analisis Geographic Information System
(GIS), analisis isi, analisis beban kerja, analisis stakeholder, analisis deskripsi,
dan evaluasi kegiatan juga dilakukan untuk mendapatkan sintesis desain model
pengelolaan hutan lindung. Desain model pengelolaan hutan lindung ini terdiri
dari rancangan tata ruang skema pengelolaan dan pemanfaatan hutan lindung,
organisasi, dan metode pendampingan masyarakat.
Skema pengelolaan dan pemanfaatan ditentukan berdasarkan tipologi setiap
petak hutan lindung yang sudah dibuat KPHP Batulanteh kerjasama dengan
BPKH VIII Denpasar. Pembuatan tipologi ini mempertimbangkan aspek biofisik
berupa tutupan hutan, aspek sosial berupa interaksi sosial, dan aspek ekonomi
berupa jenis pemanfaatan. Tipologi kawasan hutan lindung yang ada di KPHP
Batulanteh adalah tutupan rapat tanpa interaksi, tutupan sedang tanpa interaksi,
tutupan jarang tanpa interaksi, tutupan sedang interaksi baik, dan tutupan jarang
interaksi baik. Masing-masing petak hutan lindung memiliki skema pengelolaan
sesuai dengan tipologinya. Skema pemanfaatan yang bisa diusahakan di kawasan
hutan lindung adalah pemanfaatan jasa lingkungan (39%), kawasan agroforestry
multi-jenis (28%), hasil hutan bukan kayu (22%), dan kawasan agroforestry kopi
(11%).
Key players dalam upaya pelestarian hutan lindung di KPHP Batulanteh
adalah KPHP Batulanteh, Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan
KLHK. Sementara masyarakat, pengusaha/ tengkulak HHBK, Litbang KLHK,
CIFOR, ICRAF, WWF, BPDAS Dodokan Moyosari, BPPHP Wilayah IX
Denpasar, BPKH Wilayah VIII Denpasar, dan Dishutbun Kabupaten Sumbawa
merupakan subject yang memiliki pengaruh rendah tetapi memiliki kepentingan
tinggi terhadap eksistensi hutan lindung di KPHP Batulanteh. Di sisi lain,
keberadaan tengkulak/ pengusaha kayu bisa menjadi penghambat pengelolaan
5
hutan lindung lestari karena beberapa diantaranya mendapatkan pasokan kayu dari
hutan lindung, sehingga pengaruh dan kepentingannya rendah dalam upaya
mendukung pengelolaan hutan lindung lestari (crowd). Kerjasama antar
stakeholder ini diperlukan untuk membuat lembaga koordinatif dalam mengelola
hutan lindung, terdiri dari pihak pemerintah, yayasan/ LSM, lembaga
internasional, perguruan tinggi/ akademik, swasta, masyarakat, dan pers. Masingmasing
stakeholder memiliki batasan peranan dalam pengelolaan hutan lindung
yang harus diketahui dan ditaati.
Struktur organisasi yang tersedia di KPHP Batulanteh belum efektif dalam
mengelola hutan, khususnya hutan lindung. Jumlah pegawai yang telah tersedia
belum mencukupi untuk mengelola hutan KPH. KPHP Batulanteh perlu
menyediakan 35 pegawai untuk satu BKPH dan empat RPH, dengan jabatan
kepala BKPH, kepala RPH, staf administrasi, ganis pemetaan, ganis pengamanan
hutan, ganis jasa lingkungan, ganis pemberdayaan masyarakat.
KPHP Batulanteh telah melakukan pendampingan masyarakat, tetapi belum
merata ke seluruh wilayah sekitar hutan dan tidak efektif. Pendampingan yang
telah dilakukan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan, tetapi
berpengaruh positif terhadap perubahan sikap masyarakat dalam melindungi
hutan. Masyarakat memiliki kemampuan cukup dan keinginan untuk melindungi
hutan tetapi membutuhkan tambahan pendapatan tunai. Oleh karena itu, kegiatan
pendampingan perlu diarahkan pada peningkatan ekonomi, budidaya tanaman
secara konservatif, dan pencegahan tindakan ilegal. Kegiatan pendampingan
masyarakat yang bisa dilakukan adalah memberi kesempatan pekerjaan bagi
masyarakat lokal untuk bekerja dan/atau terlibat dalam kegiatan KPHP
Batulanteh, mendidik dan membangun kerjasama dengan masyarakat terkait
pengolahan dan pemasaran hasil hutan bukan kayu, membangun kerjasama
dengan penggarap hutan lindung dan masyarakat untuk mengembangkan
agroforestry di hutan yang terdegradasi, dan menerapkan sistem reward dan
punishment secara tegas pada setiap bentuk kerjasama yang dituangkan pada
perjanjian tertulis.
Collections
- MT - Forestry [1445]