Introduksi Gen Penyandi Hormon Pertumbuhan untuk Menghasilkan Ikan Cupang, Betta imbellis Ladiges (1975) Generasi Pertama Berukuran Giant.
View/Open
Date
2017Author
Kusrini, Eni
Alimuddin
Junior, Zairin Muhammad
Soelistyowati, Tri Dinar
Metadata
Show full item recordAbstract
Ikan cupang Betta imbellis Ladiges (1975) merupakan salah satu spesies ikan hias air tawar endemik yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan ekspor di Indonesia. Dalam kontes internasional, ikan cupang berukuran giant berharga sangat tinggi sehingga para breeder berlomba-lomba untuk memproduksinya. Upaya produksi ikan cupang giant telah dilakukan dengan teknologi seleksi.
Sebuah metode terkini yang dikenal dengan istilah transgenesis dapat mengatasi kelemahan metode sebelumnya. Penggunaan teknologi transgenesis terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan spesies ikan budidaya sampai beberapa kali lipat. Pada penelitian ini, transgenesis digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan cupang alam. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu (1) optimalisasi konsentrasi transfektan dan DNA dan uji aktivitas promoter β-aktin ikan mas, (2) transfer gen pCcBA-PhGH dengan menggunakan metode transfeksi pada embrio dan deteksi keberhasilan transfer gen PhGH dan analisis ekspresi mRNA PhGH dan bobot ikan F0, serta (3) analisis transmisi dan ekspresi transgen pada ikan cupang generasi pertama (F1).
Sebagai tahap awal produksi ikan cupang transgenik berukuran giant, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi DNA plasmid yang memberikan penetasan dan sintasan tinggi serta menghasilkan ikan cupang transgenik F0. Vektor ekspresi pCcBA-PhGH yang digunakan mengandung gen GH ikan patin (PhGH) dan dikontrol oleh promoter β-aktin ikan mas (CcBA). Induk ikan Betta imbellis dipijahkan secara alami, dan embrio dikoleksi 1-2 menit setelah memijah. Sebanyak 100 embrio direndam dalam dua mililiter larutan transfektan X-treme gene mengandung plasmid pCcBA-PhGH (50 μg/mL) pada suhu ruang selama 30 menit. Perlakuan dalam penelitian ini adalah rasio transfektan : DNA plasmid berbeda, yakni: A (0,75 μL : 0,25 μL); B (0,75 μL : 0,50 μL); C (0,75 μL : 0,75 μL); D sebagai kontrol-1 (tanpa transfektan, 0,25 μL DNA); E sebagai kontrol-2 (0,75 μL transfektan, tanpa DNA); dan perlakuan F sebagai kontrol-3 (tanpa transfektan dan tanpa DNA). Setiap perlakuan dibuat tiga ulangan. Embrio hasil transfeksi ditetaskan dalam wadah bervolume sekitar satu liter air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas telur dan sintasan larva (umur empat hari pascatetas) perlakuan A adalah sama dengan kontrol, tetapi lebih tinggi daripada perlakuan B dan C. Analisis PCR dan RT-PCR masing-masing menunjukkan bahwa gen PhGH dan ekspresi dapat dideteksi pada embrio dan larva perlakuan A, B dan C. Dengan demikian, ikan cupang transgenik F0 dapat dibuat menggunakan metode transfeksi dengan transfektan 0,75 μL dan DNA 0,25 μL.
Hasil terbaik pada penelitian pertama selanjutnya digunakan untuk tahap berikutnya. Ikan F0 yang positif membawa transgen PhGH di sirip ekor dibesarkan lebih lanjut hingga matang gonad, kemudian dipijahkan dengan non-
transgenik untuk menentukan ikan F0 yang membawa transgen di gametnya. Analisis PCR dilakukan dengan templat DNA yang diekstraksi dari 30-50 embrio pooled sample hasil persilangan induk transgenik dan nontransgenik menunjukkan adanya beberapa induk F0 yang membawa transgen PhGH di gamet, sedangkan untuk kontrol (non-transgenik) tidak terdeteksi. Sebagian embrio digunakan untuk ekstraksi RNA total untuk analisis ekspresi mRNA PhGH. Berdasarkan analisis ekspresi gen pada embrio juga menunjukkan adanya ekspresi gen PhGH pada semua perlakuan dibandingkan dengan kontrol (embrio hasil persilangan nontransgenik × nontransgenik). Larva dari induk F0 yang membawa transgen PhGH di gamet, selanjutnya dipelihara lebih lanjut hingga dapat dilakukan analisis PCR untuk identifikasi ikan transgenik F1. Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa persentase individu induk F0 yang membawa gen GH eksogen sebanyak 16%. Dengan demikian, metode transfeksi embrio B. imbellis efektif digunakan untuk menghasilkan ikan transgenic yang membawa transgen di gamet, dan sangat berpotensi menghasilkan individu B. imbellis F1 dengan pertumbuhan lebih cepat.
Penelitian tahap ketiga dilakukan untuk mengevaluasi transmisi, ekspresi mRNA PhGH dan fenotipe ikan cupang transgenik generasi pertama (F1). Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa gen PhGH berhasil ditransmisikan dan persentase individu F1 yang membawa transgen adalah 62,50±5,89%. Tingkat ekspresi mRNA PhGH bervariasi antarikan transgenik F1. Derajat pembuahan (FR: 91,67±7,53%) dan penetasan telur (HR: 91,27±9,42%) ikan transgenik lebih tinggi daripada ikan kontrol non-transgenik (FR: 70,0±10,0%; HR:70,8±4,5%). Setelah dipelihara selama lima bulan, pertumbuhan ikan cupang jantan dan betina transgenik F1 hampir sama. Bobot ikan transgenik jantan dan betina sekitar 1,47 dan 1,76 kali lebih tinggi, sedangkan panjang tubuhnya masing-masing 1,32 dan 1,25 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol non-transgenik. Pertumbuhan ikan transgenik F1 menunjukkan kecenderungan masih meningkat, sedangkan non-transgenik cenderung stabil. Hal tersebut menunjukkan potensi diperoleh ikan B. imbellis transgenik berukuran giant.
Hasil dari rangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ikan cupang B. imbellis transgenik F1 berhasil diproduksi menggunakan metode transfeksi melalui embrio. Over-ekspresi gen PhGH dapat meningkatkan kecepatan tumbuh ikan B. imbellis. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk menguji konsistensi tumbuh dan pewarisan transgen PhGH pada generasi selanjutnya. Keturunan ikan B. imbellis transgenik stable line dapat diproduksi dengan mengawinkan ikan transgenik F1 berukuran besar dan membawa gen PhGH.
Collections
- DT - Fisheries [733]