Strategi Penanganan Kerawanan Pangan dan Gizi Berbasis Sistem Penghidupan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
View/ Open
Date
2017Author
Tono
Juanda, Bambang
Barus, Baba
Martianto, Drajat
Metadata
Show full item recordAbstract
Menurunkan tingkat kerawanan pangan dan gizi merupakan tantangan bagi
pihak perencana dan pengambil kebijakan karena masalah kerawanan pangan dan
gizi merupakan permasalahan multi-efek dan multi-sektor. Dukungan berbagai
program dan kegiatan dari lembaga pemerintah dan non pemerintah belum mampu
mengatasi masalah kerawanan pangan dan gizi di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Pendekatan livelihood digunakan sebagai suatu langkah untuk mengatasi
permasalahan kerawanan pangan yang kompleks secara berkelanjutan. Penelitian
ini bertujuan untuk: (1) menganalisis program dan kegiatan serta alokasi anggaran
dalam rangka pembangunan ketahanan pangan dan gizi, (2) mengidentifikasi
faktor-faktor penyebab kerentanan pangan dan gizi serta mengidentifikasi desa
rentan pangan dan gizi, (3) menganalisis kelembagaan ketahanan pangan, (4)
menganalisis sistem penghidupan rumah tangga dalam menangani kerawanan
pangan dan gizi pada setiap tipologi wilayah, dan (5) merumuskan strategi
penanganan kerawanan pangan dan gizi berbasis sistem penghidupan di Provinsi
NTT. Content analysis digunakan untuk mengidentifikasi progam/kegiatan serta
anggaran ketahanan pangan pangan dan gizi. Analisis komponen utama, analisis
faktor, analisis kluster, dan analisis diskriminan digunakan untuk identifikasi
kerentanan pangan dan gizi tingkat desa. Analisis stakeholder untuk menganalisis
kelembagaan ketahanan pangan. Analisis deskriptif untuk mengkaji livelihood
rumah tangga. Analytical Hierarchy Process digunakan untuk menyusun strategi
penanganan kerawanan pangan dan gizi.
Program dan kegiatan ketahanan pangan dan gizi yang dilaksanakan pada
tataran praktis belum semua mengakomodir seluruh kegiatan dalam dokumen. Pada
level Provinsi NTT selama tahun 2013-2016 rata-rata terdapat 39 kegiatan (28,5
persen). Pada tingkat kabupaten/kota pelaksanaan kegiatan terkait ketahanan
pangan dan gizi masih relatif lebih sedikit dibandingkan dengan level provinsi.
Keterbatasan anggaran merupakan salah satu hal yang menghambat pelaksanaan
kegiatan ketahanan pangan. Sub sistem ketersediaan pangan masih menjadi fokus
pembangunan ketahanan pangan. Alokasi anggaran ketahanan pangan perlu
mendapat porsi yang optimal dan diprioritaskan pada sub sistem yang menjadi
permasalahan utama.
Kerentanan pangan dan gizi di tingkat desa disebabkan oleh akses rumah
tangga terhadap listrik dan air bersih yang tidak memadai, tingkat kesejahteraan
yang rendah, dan fasilitas buang air besar rumah tangga yang tidak memadai.
Kerentanan pangan tingkat desa menunjukkan masih terdapat 1.468 desa (44,90
persen) di NTT yang masuk kategori sangat rentan dan rentan pangan dan gizi.
Kabupaten Timor Tengah Selatan, Manggarai Timur, Manggarai Barat, Sumba
Barat Daya, dan Sumba Timur merupakan kabupaten dengan sebaran desa sangat
rentan dan rentan pangan dan gizi terbesar di Provinsi NTT. Program dan kegiatan
penanganan kerentanan pangan dan gizi perlu diprioritaskan pada desa-desa sangat
rentan dan rentan pangan dan gizi melalui upaya peningkatan akses rumah tangga
terhadap listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, serta peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Eksistensi kelembagaan ketahanan pangan daerah menghadapi kendala
terkait dengan keterbatasan komitmen politik daerah, pemahaman dan komitmen
terhadap ketahanan pangan. Pengembangan kelembagaan pangan masyarakat
dihadapkan pada tingkat partisipasi masyarakat yang rendah, motif keikutsertaan
masyarakat dalam kelembagaan untuk mendapatkan bantuan pemerintah, serta
peranan kelembagaan pangan masyarakat yang berkurang dan lebih bersifat pasif.
Revitalisasi kelembagan ketahanan pangan perlu dilakukan. Pelibatan masyarakat,
komitmen pemerintah, koordinasi dan sinkronisasi merupakan kunci optimalisasi
peran kelembagaan dalam penanganan kerawanan pangan dan gizi.
Analisis livelihood menunjukkan bahwa desa-desa bertipologi dataran
memiliki kapasitas modal publik dan privat yang paling baik. Desa-desa pada
tipologi lembah dan lereng secara umum memiliki kapasitas modal publik dan
privat yang paling rendah. Strategi nafkah rumah tangga di daerah dataran, lembah,
dan lereng adalah rekayasa nafkah pertanian sedangkan di daerah tepi laut adalah
pola nafkah ganda. Hasil analisis livelihood outcome menunjukkan bahwa rumah
tangga rawan dan rentan pangan sebesar 61 persen, daerah bertipologi lembah
memiliki tingkat kerawanan paling tinggi.
Berbagai intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan
dan gizi rumah tangga telah dilakukan namun lebih berfokus pada program yang
bersifat pengaman sosial. Kedepan, prioritas strategi umum penanganan kerawanan
pangan dan gizi yang harus dilakukan di Provinsi NTT, yaitu: (1) peningkatan
kualitas sumberdaya manusia dan pemberdayaan masyarakat, (2) pembangunan
infrastruktur dasar, (3) penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, (4)
perbaikan status gizi dan kesehatan masyarakat, (5) revitalisasi kelembagaan
pangan dan gizi, (6) optimalisasi anggaran ketahanan pangan, (7) peningkatan
produksi, dan (8) pengembangan cadangan pangan. Strategi khusus berdasarkan
tipologi wilayah dibagi menjadi tiga kluster. Strategi Kluster 1 peningkatan kualitas
sumber daya manusia menjadi prioritas 1 pada daerah bertipologi dataran dan tepi
laut, Prioritas 2 pada daerah bertipologi lereng, dan Prioritas 3 pada daerah lembah.
Strategi Kluster II pembangunan infrastruktur menjadi Prioritas 1 pada daerah
bertipologi lembah dan puncak dan menjadi Prioritas 3 pada daerah bertipologi
dataran dan laut. Strategi Kluster III peningkatan pendapatan menjadi Prioritas 2
pada daerah bertipologi dataran, tepi laut, dan lembah serta menjadi strategi
Prioritas 3 pada daerah bertipologi lereng. Pengembangan wilayah dengan
mengintegrasikan berbagai kebijakan, program, kegiatan serta pendanaan
dilakukan dalam upaya mempercepat penanganan kerawanan pangan dan gizi.