Model Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Kota Pesisir Berbasis Sistem Sosial Ekologi di Kota Makassar
View/Open
Date
2017Author
Amri, Syahrial Nur
Adrianto, Luky
Bengen, Dietriech
Kurnia, Rahmat
Metadata
Show full item recordAbstract
Kota Makassar sebagai kota pesisir yang sedang berkembang dengan pesat
hingga saat ini, telah mengalami fase degradasi lingkungan dimana peningkatan
jumlah penduduk yang signifikan pada beberapa tahun belakangan ini, telah
mengakibatkan terjadinya peningkatan penggunaan dan alih fungsi lahan terbuka
menjadi lahan terbangun. Penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan
dinamika spasial penggunaan lahan dengan proses metabolism social ekologi dan
pola pemanfaatan energi sumberdaya lahan kota pesisir, sehingga dapat diketahui
status keberlanjutannya. Metodologi yang digunakan merupakan kombinasi
system informasi geografis, interpretasi citra satelit, Celluler Automata Markov,
perhitungan emergy, dan dinamika sistem perkotaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan penggunaan
ruang terbuka (tidak terbangun) yang sangat signifikan sepanjang 21 tahun (1994-
2015) di Kota Makassar. Pada periode pengamatan tersebut, pembangunan fisik
relatif menyebar secara tidak teratur dan mengindikasikan fenomena urban
sprawl. Pergerakan pertumbuhan area terbangun di tahun 2015-2031 dominan
bergerak dan tumbuh di wilayah peri-urban (Kecamatan Biringkanaya dan
Tamalanrea). Defisit area terbuka pada tahun 2031 diprediksikan akan terjadi pada
kawasan maritim terpadu sebesar -31,08 hektar dan pelabuhan terpadu sebesar -
9,33 hektar.
Hasil analisis emergy accounting yang termodelkan melalui beberapa indeks
keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam menunjukkan bahwa Kota Makassar
menuju pada batas kerapuhan atau ketidakberlanjutan sistem. Emergi Sustainable
Indice (ESI) pada tahun 2015 menunjukkan nilai 1,03, jauh menurun dari level 3
pada tahun 2001. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya kerapuhan dalam
sistem Kota Makassar. Penurunan nilai emergi sumberdaya terbarukan
diindikasikan oleh penurunan nilai Emergi Yield Ratio (EYR). Tahun 2015 nilai
EYR menyentuh level 1,74 yang berarti bahwa produksi sumberdaya terbarukan
sudah mengalami gangguan yang beresiko terhadap habisnya sumberdaya lokal
oleh menurunnya luasan area terbuka di Kota Makassar, yang pada tahun 2015,
luasan area terbuka tersisa 104.282,40 hektar (termasuk laut).
Penataan ruang sangat terkait dengan kebijakan pemerintah dalam
menyiapkan dan meregulasi alokasi dan bentuk pemanfaatan ruang, dan
menyiapkan anggaran pengelolaannya. Dalam penelitian ini, variable penentu
kestabilan sebuah sistem dibatasi pada tiga variabel utama yaitu, penduduk,
keberadaaan ruang ekologi, dan alokasi anggaran hijau. Ketiga variabel tersebut
harus bisa dikelola dan dikendalikan secara proporsional sehingga mampu
menemukan keseimbangan proses sistem yang berkelanjutan. Untuk mengetahui
dan mengevaluasi skenario penataan ruang yang terbaik, maka dibangun 3
skenario, yaitu scenario eksisting, moderat, dan konservasi.
Hasil analisis scenario menunjukkan bahwa pada skenario eksisting, Kota
Makassar akan mengalami degradasi lingkungan dalam tempo waktu yang relatif
singkat. Luasan area terbuka akan mengalami penurunan dari 105.375,42 hektar
viii
pada tahun 2016 menjadi 99.363,61 hektar. Penyebab utamanya adalah tingginya
tingkat pertumbuhan jumlah penduduk, khususnya pendatang (urban) sebesar 3%
per tahun. Dengan jumlah penduduk sebesar 1.608.428 jiwa, kebutuhan ruang
yang besar juga akan menurunkan nilai produksi emergi sumberdaya hingga pada
besaran 7,82E+20 Sej. Pada indeks keberlanjutan, di tahun 2016 nilai ESI sebesar
0,95. Nilai ESI tersebut cukup rendah dan mengindikasikan bahwa sistem berada
pada level tidak berkelanjutan atau kemampuan sumberdaya lokal tidak mampu
mendukung proses dalam sistem, sehingga harus melakukan impor sumberdaya
sebesar 18,64E+20 Sej.
Skenario moderat merupakan skenario yang realistis, namun sangat
tergantung dengan konsistensi kebijakan dan faktor politik, sehingga dikawatirkan
pada batas waktu tertentu kebijakan akan berubah dan mempengaruhi kestabilan
sistem. Skenario konservasi, memberikan jaminan kestabilan dan keberlanjutan
sistem, dimana dengan penganggaran hijau yang cukup, pengawasan alokasi dan
proporsional area terbuka dan terbangun berjalan efektif dan konsisten, dan
pengendalian jumlah penduduk yang berjalan optimal. Pada skenario konservatif,
daya dukung ruang ekologi terhadap penduduk Kota Makassar mengalami
peningkatan, dari 33,2 m2/jiwa pada tahun 2016 menjadi 36,2 m2/jiwa. Nilai
tersebut masih dalam kategori sehat, dan diprediksikan akan terus meningkat
secara tajam. Luasan ruang ekologi pada skenario ini cukup besar, yaitu 34.199,32
hektar pada tahun 2016, dan meningkat hingga 34.413,07 hektar pada tahun 2031.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh alokasi green budgeting yang yang
ditingkatkan hingga 5% dari nilai APBD Kota Makassar. Nilai THI (Temperature
Humidity Index) Kota Makassar pada skenario ini berada pada kategori nyaman
yaitu 26,06oC, dan pada tahun 2031 menjadi 26,11oC.
Collections
- DT - Fisheries [733]