| dc.description.abstract | Konsep manajemen kehutanan oleh pemerintah mengacu pada scientific
forest management yang hanya memandang hutan sebagai sumberdaya dan
ekosistem dengan keragaman hayati dan fungsi tata air. Sementara aspek sosial
budaya dan interaksi komunitas dengan hutan cenderung diabaikan. Terbukti ketika
penetapan kawasan hutan, pemerintah tidak mempertimbangkan keberadaan
komunitas di dalam kawasan hutan yang memanfaatkan hutan sebagai ruang hidup.
Negara menggunakan kekuatan hukumnya untuk menguasai sumberdaya hutan dan
membatasi akses pihak lain yang tidak memiliki izin untuk memanfaatkan
sumberdaya hutan. Pada akhirnya, komunitas yang tinggal di dalam kawasan hutan
melakukan perlawanan terhadap negara dengan cara mengokupasi lahan hutan
sebagai respon atas kontrol negara terhadap hutan.
Di Kabupaten Tebo Provinsi Jambi, terindentifikasi tiga komunitas yang
mengokupasi lahan di kawasan hutan produksi Desa Suo-suo Kabupaten Tebo,
yaitu Komunitas Melayu, Komunitas Talang Mamak, dan Komunitas Pendatang.
Persoalannya adalah mulai tahun 2015, sebagian kawasan hutan produksi tersebut
sudah dikonsesikan kepada perusahaan restorasi ekosistem sehingga terjadi
tumpang tindih dengan area ladang dan kebun karet tiga komunitas. Isu kritis dari
situasi tersebut adalah hingga saat ini tiga komunitas tersebut masih mengokupasi
lahan di area konsesi perusahaan. Hal ini menjadi pertanyaan besar, kekuasaan atau
power apa yang dimiliki oleh tiga komunitas tersebut untuk mendukung aksinya
dalam mengokupasi lahan hutan. Dengan demikian, tujuan penelitian ini antara
lain: 1) menganalisis bentuk-bentuk power yang dimiliki oleh tiap-tiap komunitas
untuk memperoleh akses lahan untuk penghidupan; 2) menganalisis tipologi
okupasi lahan yang dimiliki oleh tiap-tiap komunitas dalam membangun sistem
nafkah di kawasan hutan; dan 3) menganalisis bentuk-bentuk relasi kuasa yang
dibangun oleh masing-masing pihak untuk memperoleh akses lahan di kawasan
hutan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif untuk
mendapatkan jawaban atas permalahan penelitian yang diajukan. Data dalam
pendekatan kualitatif diperoleh melalui metode wawancara mendalam dan Focus
Group Discussion (FGD). Wawancara mendalam dilakukan terhadap sejumlah
informan mulai dari level desa hingga level kabupaten. Data kualitatif diperkaya
dengan studi literature yang berkaitan dengan topik penelitian. Sementara data
dalam pendekatan kuantitatif diperoleh melalui metode survei dengan
menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk power yang dimiliki
oleh tiap-tiap komunitas antara lain power yang dibangun secara legal, power yang
dibangun dengan trust, power yang dibangun dengan jaringan, power berdasarkan
kepemilikan modal, power berbasis patron-klien, dan power yang dibangun secara
illicit. Komunitas Melayu memiliki beberapa power, antara lain: 1) power yang
dibangun secara legal melalui hak adat atau konvensi; 2) power yang dibangun
dengan jaringan, yaitu jaringan dengan AMAN; dan 3) power yang dibangun
dengan secara illicit dan kepemilikan modal bagi aktor yang terlibat dalam jual beli
lahan. Komunitas Talang Mamak memiliki beberapa power, antara lain: 1) power
yang dibangun secara legal; dan 2) power yang dibangun dengan jaringan.
Komunitas pendatang memiliki beberapa power, antara lain: 1) power yang
dibangun dengan trust; 2) power yang dibangun berdasarkan kepemilikan modal;
3) power berbasis patron-klien; dan 4) power yang dibangun secara illicit yaitu
relasi dengan kepala desa dan makelar tanah. Bentuk-bentuk power yang dimiliki
oleh tiap-tiap komunitas tersebut kemudian digunakan untuk mengokupasi lahan di
kawasan hutan produksi. Tipologi okupasi lahan yang dimiliki oleh tiap-tiap
komunitas dalam membangun sistem nafkah di kawasan hutan antara lain okupasi
berdasarkan jaringan, okupasi berbasis adat dan asal usul komunitas, dan okupasi
melalui ‘legalisasi’ lahan.
Tiap-tiap komunitas membangun relasi kuasa dengan kepala desa yang
menguatkan posisi komunitas dalam melawan pemerintah pada level atas yang
membangun hubungan mutualistik ekstraksi sumberdaya. Penguatan dari kepala
desa bertujuan untuk melegitimasi keberadaan komunitas di dalam kawasan hutan.
Relasi kuasa yang dibangun oleh Komunitas Melayu dengan kepala desa
merupakan relasi kesamaan etnis pribumi. Relasi kuasa yang dibangun oleh
Komunitas Talang Mamak dengan kepala desa adalah relasi mutualistik dalam
konteks ekologi politik. Komunitas Talang Mamak membutuhkan jaminan wilayah
bagi komunitasnya, sementara kepala desa membutuhkan suara untuk mendukung
kedudukannya sebagai kepala desa. Selanjutnya, relasi kuasa yang dibangun oleh
komunitas pendatang dengan kepala desa adalah hubungan mutualistik dalam
konteks legitimasi jual beli lahan di dalam kawasan hutan produksi.
Bentuk-bentuk power yang dimiliki dan relasi kuasa yang dibangun oleh tiaptiap
komunitas menjadi modal bagi mereka untuk melakukan okupasi lahan.
Dengan demikian, perlu ada pendekatan yang berbeda-beda bagi tiap-tiap
komunitas untuk menertibkan kawasan hutan produksi agar tidak mengganggu satu
sama lain. Namun aspek legalitas dan kelembagaan tetap harus menjadi bahan
pertimbangan juga. | id |