dc.description.abstract | Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang
mempunyai peran penting dalam perekonomian di Indonesia dan juga merupakan
komoditi ekspor sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Kelapa
sawit menghasilkan produk utama yaitu minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO)
dan produk turunan lainnya seperti RBD palm olein dan Palm Fatty Acid
Distillate (PFAD). Sebagai produk utama, CPO terus mengalami peningkatan
volume ekspor seiring dengan kebutuhan CPO di negara tujuan ekspor yang kian
meningkat, baik itu sebagai bahan baku pangan dan biodiesel. Namun, ketika
penerapan kebijakan bea keluar pada tahun 2009 terjadi perubahan komposisi
ekspor dari CPO ke produk turunan sawit yaitu RBD palm olein dan PFAD.
Kebijakan ini telah mendorong hilirisasi industri sawit Indonesia untuk
menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dari produk kelapa sawit dalam
mendominasi perdagangan internasional. Kebijakan ini termasuk baru jika
dibandingkan dengan Malaysia yang telah melakukan kegiatan hilirisasi sejak
tahun 1970, Malaysia merupakan salah satu negara produsen terbesar kelapa sawit
dan juga sebagai pesaing Indonesia dalam perdagangan kelapa sawit dunia. Pasar
utama produk kelapa sawit Indonesia terdapat di kawasan Asia dan Eropa, empat
negara terbesar diantaranya adalah India, Malaysia, Belanda dan Italia. Volume
ekspor CPO Indonesia di negara tujuan ekspor tersebut ditentukan oleh daya saing
dan faktor-faktor penentu lainnya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah:
(1) menganalisis posisi daya saing produk kelapa sawit Indonesia dalam
perdagangan intenasional dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor CPO Indonesia di negara tujuan ekspor. Data sekunder yang
digunakan berupa data time series, mulai dari tahun 1990-2015. Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) analisis daya saing dengan
metode Revealed Comparative Advantage (RCA), (2) analisis products mappping
dengan dua indeks yaitu Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA)
dan Trade Balance Index (TBI) dan (3) analisis Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa produk utama dari kelapa sawit
yaitu CPO memiliki keunggulan komparatif yang tinggi (nilai rata-rata RCA
sebesar 64.84) jika dibandingkan dengan Malaysia (nilai rata-rata RCA sebesar
20.35), walaupun CPO Indonesia memiliki nilai RCA yang tinggi namun,
memiliki tren yang negatif sedangkan Malaysia memiliki tren yang positif.
Berbeda halnya dengan produk turunan sawit, RBD palm olein dan PFAD
Indonesia yang memiliki tren yang positif (nilai rata-rata RCA sebesar 37.85 dan
18.62) dan Malaysia memiliki tren yang negatif (nilai rata-rata RCA 38.00 dan
22.22). Sedangkan hasil products mapping menunjukan bahwa produk kelapa
sawit Indonesia dan Malaysia berada pada kelompok A (memiliki keunggulan
komparatif dan spesialisasi ekspor). Untuk hasil RCA ketiga produk kelapa sawit
Indonesia di negara tujuan ekspor, menunjukan bahwa Italia dan Belanda
mempunyai rata-rata RCA yang tinggi dibandingkan dengan India dan Malaysia.
v
Berdasarkan hasil Ordinary Least Square (OLS), variabel-variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia di negara tujuan
ekspor yaitu: (1) India: lag volume ekspor, (2) Malaysia: harga minyak kedelai,
(3) Belanda: RCA, (4) Italia: harga minyak bunga matahari, RCA, exchange rate
dan dummy bea keluar.
Dari tiga analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Indonesia
dapat meningkatkan produksi dan berfokus pada RBD palm olein dan PFAD
sebab mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi serta telah didukung oleh
kebijakan untuk mendorong hilirisasi domestik. Selanjutnya Indonesia dapat
meningkatkan pangsa pasarnya dengan memprioritaskan ekspor CPO nya ke
negara-negara yang berada di kawasan Eropa, sebab kebutuhan industri yang
berbahan baku CPO yang sangat tinggi dan juga CPO lebih berdaya saing jika
dibandingkan komoditi subtitusinya seperti minyak kedelai atau bunga matahari. | id |