Model Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Secara Berkelanjutan di Kepulauan Seribu
View/Open
Date
2017Author
Adi, I Nyoman Darma
Damar, Ario
Adrianto, Luky
Soedharma, Dedi
Metadata
Show full item recordAbstract
Ekosistem terumbu karang di kepulauan Seribu mengalami berbagai tekanan
baik yang berasal dari kegiatan di pulau Seribu sendiri maupun tekanan dari
kegiatan di luar pulau. Sejumlah 13 sungai dari pulau Jawa berpotensi
mengangkut berbagai polutan ke kepulauan Seribu. Demikian pula sumber
pencemar lain dari beberapa sungai di Lampung dan aktifitas transportasi kapalkapal
yang melewati kawasan tersebut. Ekosistem terumbu karang di kepulauan
Seribu terus mengalami tekanan dan hasil pemantauan yang dilakukan berbagai
pihak kondisi tutupan terumbu karang berfluktuasi dengan kecenderungan
menurun. Hasil terkini pemetaan terumbu karang di kepulauan Seribu adalah
sebagai berikut:
Wilayah Selatan, rerata tutupan terumbu karang sebesar 29,4%;
Wilayah Tengah, rerata tutupan terumbu karang sebesar 47,66 %
Wilayah Utara, rerata tutupan terumbu karang sebesar 44,51%
Hasil penelitian Pemda DKI rerata tutupan terumbu karang untuk seluruh
kepulauan Seribu pada tahun 2013 sebesar 28,14%. Hasil analisis keberhasilan
dalam transplantasi terumbu karang yang didasarkan atas penghitungan survival
rate di kepulauan Seribu dari wilayah Selatan sampai Utara berkisar antara 17-
90%.
Keberhasilan dalam pengelolaan terumbu karang tidak lepas dari faktor
manajemen dan strategi yang diterapkan dalam pengelolaan. Untuk mengetahui
strategi yang paling tepat dalam pengelolaan maka sudah dilakukan analisis
berbagai pihak (stakeholders) yang pengaruhnya sangat kuat sebagai pengendali
kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan berbagai pihak yang pengaruhnya sangat
menentukan adalah:
1) Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
2) Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Administratif Kepulauan Seribu
3) Kementerian Kelautan dan Perikanan (Dirjen Pengembangan Pulau-pulau
Kecil
4) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (ASDEP Pengendalian
Pencemaran Laut dan Pesisir)
Berdasarkan hasil analisis AWOT, maka berikut adalah strategi prioritas
yang harus diterapkan di masing-masing wilayah:
1) Wilayah Selatan, strategi prioritas yang harus diterapkan adalah pengelolaan
sampah berbasis masyarakat dengan skor 45,1%
2) Untuk wilayah Tengah strategi prioritas terpilih adalah pemberdayaan
kelompok pelaksana menjadi kelompok pengawas dalam pengelolaan terumbu
karang dengan skor sebesar 42,7%.
3) Wilayah Utara strategi prioritas mengalami permasalahan yang berbeda
dengan wilayah Selatan, yang terpilih adalah membentuk co-management
bekerjasama dengan pihak swasta dengan skor sebesar 57,7%
Berdasarkan hasil pemodelan dinamik menggunakan perangkat lunak
Vensim yang dijalankan selama 100 tahun, maka hasil prediksi kondisi terumbu
karang adalah sebagai berikut:
1) Wilayah Selatan, tanpa dilakukan strategi, maka tutupan terumbu karang akan
terus menurun sampai mencapai 80% dari kondisi sekarang, sedangkan
dengan menerapkan strategi prioritas terpilih, tutupan terumbu karang akan
terus meningkat sampai mencapai 90%. Strategi lainnya dapat meningkatkan
tutupan terumbu karang pada kisaran 10-20%.
2) Wilayah Tengah, tanpa dilakukan strategi, maka tutupan terumbu karang akan
terus menurun sampai mencapai 80% dari kondisi sekarang, sedangkan
dengan menerapkan strategi prioritas terpilih, tutupan terumbu karang akan
terus meningkat sampai mencapai 90% dari kondisi saat ini. Strategi lainnya
dapat meningkatkan tutupan terumbu karang pada kisaran 30-60%.
3) Wilayah Utara, tanpa dilakukan strategi, maka tutupan terumbu karang akan
terus menurun sampai mencapai 5% dari kondisi sekarang, sedangkan dengan
menerapkan strategi prioritas terpilih, tutupan terumbu karang akan terus
meningkat sampai mencapai 40%. Strategi lainnya dapat meningkatkan
tutupan terumbu karang pada kisaran 6-15%.
4) Tanpa melakukan strategi baru, tutupan terumbu karang wilayah Tengah
paling cepat mengalami penurunan, sedangkan dengan menerapkan strategi
baru yang terpilih berdasarkan analisis AWOT, maka wilayah Tengah paling
cepat mengalami perbaikan. Dengan demikian wilayah Tengah harus
dijadikan prioritas dalam melakukan pemulihan dan mempertahankan
keberlanjutan ekosistem terumbu karang.