Model on Environmental Concept of Dairy Farm Agribusiness in Urban (Case Study Dairy Farming at Kebon Pedes, Bogor).
View/Open
Date
2017Author
Salundik
Suryahadi
Mansjoer, Sri Supraptini
Sopandie, Didy
Ridwan, Wonny Ahmad
Metadata
Show full item recordAbstract
Keberlangsungan usaha peternakan sapi perah di wilayah perkotaan yang padat dengan pemukiman penduduk, terkendala oleh ketersediaan lahan untuk penyediaan hijauan pakan ternak dan pengolahan limbah ternak. Alternatif penyediaan hijauan pakan ternak adalah menggunakan sampah organik pasar tradisional. Namun, dikhawatirkan penggunaan sampah organik pasar sebagai bahan pakan ternak sapi perah mempengaruhi tingkat produktivitas dan kualitas susu terutama cemaran logam berat (Pb dan As) dan pestisida. Selain itu keberadaan ternak di tengah kota yang padat penduduk akan mencemari lingkungan. Pemanfaatan sampah organik pasar melalui integrasi biosistem dalam peternakan sapi perah sebagai sumber pakan hijauan memungkinkan terjadinya daur ulang (recycling) limbah dengan hasil utama susu dan hasil tambahan berupa pupuk dan sumber energi berupa gasbio.
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji kualitas dan keamanan pakan asal sampah organik pasar, mengkaji produktivitas sapi perah dengan pemanfaatan sampah organik pasar sebagai sumber pakan hijauan sapi perah di Kebon Pedes Kota Bogor, mengkaji dampak lingkungan peternakan sapi perah Kebon Pedes, dan mengkaji peluang pengembangan sapi perah di Kebon Pedes Bogor.
Pengumpulan data dilakukan dengan: 1) desk study menggunakan bahan-bahan dari hasil-hasil penelitian yang telah ada, 2) survei pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif melalui kuisioner dan wawancara dengan peternak dan penduduk disekitar peternakan, 3) pengamatan dan pengambilan sampel di lapangan, dan 4) analisis laboratorium. Responden yang digunakan peternak sapi perah di daerah Kebon Pedes, Bogor dan masyarakat sekitar lokasi peternakan.
Analisis data yang dilakukan meliputi kondisi peternakan sapi perah di Kebon pedes dan dampak penggunaan sampah pasar organik terhadap keragaan reproduksi dan produksi sapi perah, kualitas susu, dampak peternakan terhadap lingkungan, dan analisis fiansial, serta melihat seberapa besar tingkat keberlanjutan wilayah tersebut untuk pengembangan sapi perah dengan pendekatan multidimensional scaling (MDS) yang mengukur enam atribut dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekologis, ekonomi, sosial budaya, hukum, kelembagaan dan teknologi, sehingga diketahui atribut apa saja yang berpengaruh dalam keberlanjutan agribisnis sapi perah.
Rataan keragaan reproduksi sapi perah di Kebon Pedes masih rendah dan rataan produksi susu di peternakan sapi perah di Kebon Pedes masih rendah yaitu 9,86 liter per ekor per hari dengan kualitas susu masih sesuai dengan SNI 01-3141-2011. Pemanfaatan sampah organik pasar tradisional tidak mempengaruhi kualitas susu, tidak terdeteksinya logam berat Pb dan As serta residu pestisida pada susu. Secara umum terlihat bahwa usaha peternakan sapi perah di Kebon Pedes masih belum melakukan pengolahan limbah ternak dengan baik, sehingga mempengaruhi kualitas lingkungan. Seluruh skala usaha peternakan sapi perah di Kebon Pedes dinyatakan tidak layak secara ekonomi dilihat dari indikator rasio manfaat sosial dan biaya sosial (BCR), karena seluruhnya mempunyai nilai
kurang dari 1. Indek keberlanjutan usaha peternakan sapi perah di Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal adalah 52,37 dalam skala 0 – 100 masuk dalam kategori keberlanjutan sistem agribisnis cukup berkelanjutan (nilai indeks 51-75), tingkat keberlanjutan tersebut dipengaruhi oleh tingkat keberlanjutan dari dimensi ekologis yang berada pada posisi 43,49 atau dalam kategori kurang, tingkat keberlanjutan dimensi ekonomi berada pada posisi 46,65 atau dalam katregori kurang, tingkat keberlanjutan dimensi sosial budaya berada pada posisi 45,58 atau dalam kategori kurang, tingkat dimensi keberlanjutan hukum berada pada posisi 58,08 atau pada kategori cukup, tingkat diemensi keberlanjutan kelembagaan yang berada dalam posisi 59,65 atau dalam kategori cukup dan tingkat keberlanjutan dimensi teknologi berada pada posisi 60,75 atau kategori cukup. Secara keseluruhan usaha sapi perah di Kebon Pedes belum melaksanakan prinsip agribisnis yang berkelanjutan.
Adapun atribut yang menjadi prioritas utama yang terbagi atas tiga dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dan dimensi hukum adalah 1). pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan, 2). kepadatan penduduk, 3). daya dukung wilayah, 4). prosentase pendapatan peternak terhadap total pendapatan, 5). besarnya subsidi, 6). sumber modal, 7). kepemilikan usaha, 8). permintaan produksi. 9). prosentase rumah tangga peternakan dibandingkan sektor lain, 10). potensi pertumbuhan 11). Respon masyarakat terhadap peternakan sapi perah, 12). Peraturan daerah tentang lingkungan hidup, 8). Peruntukan lahan sesuai RTRW, dan 9). adanya penyuluhan dan pembinaan.
Dari kondisi tersebut maka dapat dikembangkan suatu model agribisnis peternakan sapi perah yang berkelanjutan pada kawasan perkotaan ciri- ciri sebagai berikut:
1. Pengolahan limbah ternak harus menggunakan sistem anaerobik yaitu dengan teknologi biogas.
2. Lumpur keluaran biogas harus diolah menjadi pupuk organik cair.
3. Pembuatan instalasi biogas dengan kapasitas sesuai dengan jumlah ternak.
4. Kandang bersih, tidak bau dan kumuh. Tidak diperbolehkan menumpuk kotoran di kandang atau sekitar kandang.
5. Membuat saluran pembuangan yang tertutup.
6. Membuat gudang penyimpanan pakan.
7. Pembatasan populasi sapi perah di dalam kawasan atau ada batasan skala usaha yang diperbolehkan.
8. Peternak melaksanakan prinsip produktifitas dan kualitas (menerapkan hasil penelitian)
9. Menjadi obyek wisata, karena ada atraksi yang dijual, dan sarana untuk wisatawan tersedia (mengembangkan diversifikasi produk).
10. Masyarakat sekitar mendukung adanya agribisnis peternakan sapi perah dengan berkembangnya usaha penunjang (penyedia kredit, penyedia pakan, tenaga kerja, pemasaran/loper dan asuransi usaha peternakan).
Ad tiga model pengelolaan limbah sapi perah di perkotaan yang berkaitan dengan ketersediaan lahan yaitu skenario I dengan lahan tersedia, skenariao II dengan lahan terbatas, dan skenario III tidak ada lahan.