Model Pengelolaan Adaptif Konservasi Penyu di Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat.
View/ Open
Date
2016Author
Parinding, Zeth
Basuni, Sambas
Kosmaryandi, Nandi
Wardiatno, Yusli
Purnomo, Herry
Metadata
Show full item recordAbstract
Perairan Kaimana dan sekitarnya di Papua Barat merupakan tempat bermain
bagi keempat jenis penyu, yaitu penyu hijau / nama lokal disebut Jelepi (Chelonia
mydas), penyu lekang / Bambawar (Lepidochelys olivacea), penyu sisik / Kerang
(Eretmochelys imbricata), dan penyu belimbing / Klep (Dermochelys coriacea).
Ketiga jenis penyu, yaitu: penyu hijau, penyu lekang, dan penyu sisik ditemukan
melakukan aktifitas peneluran di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu,
Kaimana, Papua Barat.
Kawasan SMPV ditunjuk sebagai kawasan pengelolaan konservasi penyu
berdasarkan Surat Keputusan Bupati Fakfak No. 503/1204 Tahun 1991 sebagai
usulan, dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.783/Menhut-II/2014 sebagai
tindak lanjut penunjukkan kawasan tersebut. Institusional pengelolanya adalah
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat. Kawasan ini belum
menjadi bagian dari 9 kawasan konservasi prioritas dalam pengelolaannya. Selama
ini, kawasan ini masih dalam tahapan pengusulan sebelum bulan September 2014,
ditunjuk menjadi perlindungan kawasan hutan provinsi di Papua dan Papua Barat,
dan belum ditata batas. Kebijakan terbaru Tahun 2015 telah mengakomodir
pengelolaan di kawasan SMPV, tidak hanya perlindungan kawasan semata.
Kantor Seksi KSDA Wilayah IV Kaimana merupakan institusional yang baru
dinaikkan status pengelolaan menjadi kantor Seksi Tahun 2008, yang membawahi
resort Kaimana dan resort Fakfak. Kawasan yang menjadi salah satu tugasnya adalah
di resort Kaimana yaitu kawasan Cagar Alam Pegunungan Kumawa dan Suaka
Margasatwa Pulau Venu, dan di resort Fakfak yaitu kawasan Cagar Alam Pegunungan
Fakfak (kawasan prioritas) dan Suaka Margasatwa Pulau Sabuda Tuturaga.
Di sisi lain, beberapa stakeholder memiliki kepentingan atas kawasan ini,
sebelum kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu ditunjuk sebagai bagian dari
kawasan hutan propinsi di Papua dan Papua Barat. Kawasan ini juga merupakan
“kepemilikan (“Petuanan”)” dari hak ulayat suku Koiway (marga Aituarauw,
Samaigrauw, dan Seningrauw). Di satu sisi, kawasan ini merupakan bagian dari
pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kaimana berdasarkan Peraturan
Daerah No.4 Tahun 2014. Di sisi lain, kawasan ini merupakan bagian dari
pengelolaan segitiga terumbu karang dunia di bentang laut Kepala Burung Papua
(Huffard et al. 2012; dan Allen & Erdmann 2009).
Kawasan ini memiliki potensi keanekaragaman baik di terestrial maupun di
perairannya, antara lain: a) habitat bagi penyu bersarang (Huffard et al. 2012; Allen
& Erdmann 2012; Parinding 2011; Pada & Andi 2010; Bawole et al. 2009); b)
pemanfaatan tradisional oleh masyarakat adat di sebut sasi / Nggama (UNPPKK
vi
2005, 2007), berupa teripang, Trochus niloticus, dan Turbo marmoratus; c)
terdapat makam tua / keramat dari suku Koiway dan di Pulau Venu, dan pintu antar
bagian Timur dan Selatan diyakini sebagai pintu perjalanan para leluhurnya; d)
adanya laguna / atol berair asin; dan e) burung maleo, burung elang irian, dan jenis
kalong. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model pengelolaan adaptif
konservasi penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat.
Metode analisis data digunakan berdasarkan tujuan khususnya, yaitu: 1)
Descriptive analysis; 2) Principal Component Analysis (PCA) dan step-wise
analysis; 3) Management Effectiveness Tracking Tools (METT); 4) content
analysis, dan simple mathematica statistic; 5) UCINET dan NetDraw; 6) Metode
pendekatan Soft Systems Methodology dengan aplikasi Vensim digunakan untuk
membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di kawasan SMPV.
Hasil penelitian pembangunan model pengelolaan adaptif konservasi penyu
ini berhasil ditemukan, antara lain: a) Kelestarian penyu di kawasan SMPV dapat
dikontrol dalam pemantauan populasinya, cenderung meningkat, b) pengelolaan
kawasan SMPV belum berjalan efektif dalam menjamin kelestaraian penyu, karena
ketidakjelasan status hukum kawasn SMPV, c) konsistensi dan koherensi kebijakan
pengelolaan konservasi penyu di kawasan SMPV tidak konsisten dan tidak
koheren, d) Integrasi sektoral (berbagi keuntungan, berbagi peran, berbagi manfaat,
dll) diantara stakeholder utama dibutuhkan dalam pengelolaan adaptif konservasi
penyu di kawasan SMPV, dan e) Pembangunan model pengelolaan di kawasan
SMPV membutuhkan pembuatan kebijakan dan keputusan pengelolaan yang
mampu mengatur pengelolaan berkaitan dengan waktu pengelolaan, jumlah dan
lokasi pengambilan atau pemanfaatan sumber daya alamnya.
Tindakan pengelolaan adaptif konservasi penyu yang dapat diukur adalah
pembuatan kebijakan dan keputusan berkaitan dengan waktu pengelolaan, jumlah
pengambilan sumber daya alam, dan lokasi pengambilannya. Adapun institusi
tersebut dalam bentuk “Badan Pengelola Multi-stakeholder” sebagai integrasi
sektoral dalam pengelolaannya. Keberadaan institusi tersebut adalah setingkat Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Kebijakannya mengakomodir kegiatan monitoring populasi penyu dan habitatnya
serta pemanfaatannya dalam kesepakatan melalui Lokakarya. Di sisi lain
memerlukan blok perlindungan / perlindungan bahari, dan “Blok Multi-Fungsi”.
Perubahan status kawasan Suaka Margasatwa (SM) menjadi “Kawasan Konservasi
Pesisir dan Laut” berbasis Penyu.
Collections
- DT - Forestry [347]