Desain Lanskap Kampung Wisata Pulo Geulis Berbasis Preferensi Masyarakat.
Abstract
Ekonomi diyakini sebagai faktor utama fenomena urban sprawl. Fenomena
ini juga telah menyebar sampai di pusat Kota Bogor karena pesatnya pertumbuhan
penduduk yang menciptakan permukiman kumuh di kota. Kondisi ini perlu
mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, baik dari kalangan pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat, maupun akademisi untuk merumuskan solusi yang
sesuai untuk memencahkan masalah tersebut. Pariwisata diyakini dapat menjadi
kegiatan ekonomi yang berkontribusi nyata pada pengembangan masyarakat
setempat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis
kondisi tapak dalam konteks pengembangan kampung wisata, mengetahui
preferensi masyarakat tentang pengembangan Pulo Geulis sebagai kampung wisata,
dan merancang lanskap Pulo Geulis sebagai kampung wisata berdasarkan
preferensi masyarakat.
Proses desain mengacu pada tahapan desain lanskap menurut Booth (1983),
yang terdiri dari tahap persiapan, riset dan analisis, perencanaan konsep, dan desain.
Pulo Geulis dipilih sebagai studi kasus. Terlepas dari permasalahan saat ini, Pulo
Geulis memiliki berbagai potensi untuk menarik wisatawan. Pengembangan Pulo
Geulis sebagai kampung wisata akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat
setempat, memperbaiki kondisi sosial masyarakat, memperbaiki sarana dan
prasarana, sekaligus menjaga kondisi lingkungan yang baik dan sehat. Desain
Kampung Pariwisata Pulo Geulis mengacu pada preferensi responden dari kedua
sisi kepentingan masyarakat lokal sebagai pemilik sumber daya pariwisata dan sisi
kebutuhan wisatawan sebagai konsumen wisata.
Hasil penelitian ini adalah desain lanskap yang direkomendasikan untuk
Pulo Geulis sebagai kampung wisata berdasarkan preferensi masyarakat. Desain ini
dapat dijadikan dasar bagi pengembangan masyarakat setempat dan referensi dalam
merancang dan mengembangkan lanskap Pulo Geulis sebagai kampung wisata.
Dari proses inventarisasi dengan metode kuesioner diketahui bahwa daya tarik
wisata Pulo Geulis yang paling utama adalah nilai historis dan budaya. Sebagian
besar masyarakat setempat menerima pengembangan Pulo Geulis sebagai
Kampung Wisata. Namun, wisatawan menganggap Pulo Geulis masih kurang
memadai apabila dijadikan area wisata dilihat dari sisi prasarana fisiknya. Para
wisatawan berpendapat bahwa permukiman Pulo Geulis terlalu padat, tidak teratur,
dan kumuh. Sementara itu, masyarakat setempat kebanyakan menolak dipindahkan
ke luar wilayah Pulo Geulis. Beberapa rumah penduduk dapat dipindahkan ke
bangunan hunian vertikal dengan berdasarkan beberapa kriteria legal untuk
menyediakan ruang terbuka lebih banyak.
Analisis data aspek fisik, biofisik, dan sosio-kultural menunjukkan bahwa
konsep dasar “Kampung Keterkaitan Puasaka” atau "Heritage Linkage Kampong"
paling sesuai untuk pengembangan Pulo Geulis sebagai kampusng wisata. Konsep
ini menghubungkan berbagai elemen penting Pulo Geulis, yang ditandai dengan
gaya desain lanskap tradisional khas Pecinan. Dalam konsep zonasi, tapak dibagi
dalam lima zona, yaitu area penerimaan (welcome area), area utama (main area),
area pendukung (supporting area), area pelayanan (service area), dan area
permukiman (residential area). Masing-masing zona memiliki fungsi yang berbeda
dan memfasilitasi aktivitas yang berbeda. Untuk memperjelas pembagian ruang,
masing-masing zona dirancang untuk mewakili suasana festival Pecinan terbesar.
Zona tersebut terhubung dengan sistem sirkulasi terpadu, mulai dari sirkulasi
primer, sekunder, dan tersier. Desain akhir disajikan dalam bentuk rencana tapak
(site plan), gambar potongan, gambar perspektif, rencana penanaman, dan desain
detil. Lebih lanjut, penelitian ini juga menghasilkan rekomendasi rencana daya
dukung setiap fasilitas pariwisata.
Collections
- UT - Landscape Architecture [1258]