Etnobotani Pangan Masyarakat Suku Rejang Di Kampung Rindu Hati Kabupaten Bengkulu Tengah
View/Open
Date
2016Author
Zikri, Merlian
Hikmat, Agus
Zuhud, Ervizal A M
Metadata
Show full item recordAbstract
Arah pembangunan pangan Indonesia saat ini yakni mengurangi
ketergantungan terhadap beras. Berbagai faktor yang mempengaruhi suatu
keputusan rumah tangga untuk mengkonsumsi pangan ialah jenis, jumlah dan
ketersediaan pangan. Namun, ketika faktor tersebut tidak terpenuhi maka muncul
berbagai permasalahan. Salah satunya yaitu kelaparan. Namun, kelaparan tidak
berlaku pada Suku Rejang di kampung Rindu Hati karena memanfaatkan
keanekaragaman tumbuhan sebagai pangan. Pemanfaatan keanekaragaman
tumbuhan pangan merupakan mekanisme survival diri agar terhindar dari masalah
rawan pangan (kelaparan). Pemanfaatan keanekaragaman pangan tidak lepas dari
seperangkat pengetahuan tradisional yang diadaptasi dari kondisi ekologi.
Pola konsumsi pangan yang beragam diimbangi dengan mutu gizi yang
sesuai dan tepat diduga meminimalisir masalah ketersediaan dan daya beli pangan.
Sudut pandang mikro yang ditinjau yaitu konsumsi keanekaragaman pangan
berdasarkan kebudayaan lokal, kemampuan pemanfaatan konsumsi pangan lokal,
dan peningkatan keamanan, mutu dan higienis pangan lokal yang dikonsumsi
masyarakat. serta pengaruh preferensi konsumsi pangan lokal dengan harapan
yang diinginkan yakni pelestarian keanekaragaman tumbuhan pangan lokal oleh
suku Rejang secara berkelanjutan.
Nilai suatu spesies tumbuhan pangan berdasarkan budaya pada Suku Rejang
menjadi penetapan tumbuhan pangan yang bernilai penting. Disisi lain terdapat
ikatan yang erat terhadap pengetahuan tradisional seperti infrastruktur material,
struktur sosial dan superstruktur pengetahuan etnobotani pada masyarakat Suku
Rejang. Hal inilah yang menjadi dasar pengukuran penyerapan pengetahuan
tradisional. Sehingga tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi keanekaragaman
spesies tumbuhan pangan, mengukur nilai kepentingan pangan tradisional dan
tingkat penerapan pemanfaatan pengetahuan etnobotani Suku Rejang.
Teridentifikasi sebanyak 199 spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat suku Rejang, terdiri dari 154 spesies tanaman pangan budidaya,
45 spesies tumbuhan pangan liar dan 100 spesies tanaman pangan fungsional.
Empat kategori tanaman pangan budidaya yaitu kategori sangat penting
(skor>383) sebanyak 17 spesies, kategori penting (257-382) sebanyak 11 spesies,
kategori agak penting (131-256) sebanyak 41 spesies dan kategori kurang penting
(<130) sebanyak 85 spesies. Sementara kategori tumbuhan pangan liar terbagi
atas enam kategori tingkat kepentingan yaitu kategori paling penting (>100)
teridentifikasi sebanyak 9 spesies, kategori sangat penting (99-50) teridentifikasi
sebanyak 5 spesies, kategori penting (49-20) teridentifikasi sebanyak 11 spesies,
kategori agak penting (19-5) teridentifikasi sebanyak 15 spesies, kategori kurang
penting (4-1) teridentifikasi sebanyak 5 spesies dan tidak penting (0).
Rata-rata indeks tingkat pengetahuan etnobotani (Mg) responden 0,729.
Nilai Mg yang berbeda-beda disetiap kelas umur karena intensitas pemanfaatan
tumbuhan pangan, frekuensi dan interaksi terhadap hutan serta pengalaman hidup
dari responden. Responden pada KU V mampu menyimpan pengetahuan
etnobotani lebih besar dibandingkan dengan KU lainnya dinyatakan dengan nilai
MG, RG, RC dan CA yang tinggi. KU I dan II merupakan KU yang rentan akan
kehilangan pengetahuan etnobotani, tetapi akan bertambah pengetahuan seiring
semakin dewasa.
Kampung suku Rejang disebut Sadei. Tempat menyimpan hasil pertanian
dikenal dengan istilah tuoa. Seiring bertambahnya pemukiman maka muncul
rumah disekitar Umea’ Loi yang disebut dengan Umea’ Tuei. Aturan mergo
digunakan dalam mengambil keputusan bercocok tanam. Islam merupakan agama
yang dianut, sementara panutan adatnya ialah panutan adat bersendi sarak, sarak
bersendi kitabullah sementara sistem kelembagaan adat disebut dengan pegawai
sarak. Pegawai sarak terdiri atas beberapa tokoh masyarakat yaitu imam, khatib,
gharim dan ulama.
Hutan adat masyarakat suku Rejang yaitu danuo pelipur ciputri rinduhati,
bukit ndu loi dan bukit ndu titik yang masih dipertahankan hingga sekarang. Salah
satu aturan adat yang dibuat guna menjaga ekosistem yaitu apabila masyarakat
kampung yang melakukan kegiatan pencemaran air dan lingkungan akan
dikenakan sanksi adat dan administrasi kampung. Seperti meracun ikan dan
menyentrum ikan di sungai dikenakan sanksi adat membayar jambar (nasi kunyit)
dan denda administrasi disesuaikan dengan kerusakan yang ditimbulkan minimum
Rp 500.000,- untuk mengganti kerusakan yang ditimbulkan. Selain itu juga
terdapat anjuran dari tuai kuteui masyarakat suku Rejang kampung Rindu Hati
tidak dianjurkan menanam kelapa sawit di kebun atau lahan miliknya karena sawit
dianggap akan menggurangi air dan mematikan tumbuhan lainnya.
Collections
- MT - Forestry [1445]