Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur Dan Hubungannya Dengan Status Gizi Balita
View/Open
Date
2016Author
Cholida, Febrina
Martianto, Drajat
Sukandar, Dadang
Metadata
Show full item recordAbstract
Tingginya prevalensi underweight, stunting dan wasting merupakan masalah utama di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Berdasarkan Riskesdas 2007, sebanyak 40 persen balita di TTS mengalami underweight (rangking keempat dari 460 kabupaten di Indonesia), 57 persen stunting (jauh lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional 37 persen), dan 15 persen wasting atau di atas ambang WHO untuk situasi gawat darurat (Kemenkes 2007). Menurut WHO (2005) gizi buruk merupakan health outcome dan juga sebagai faktor risiko penyakit dan dapat meningkatkan risiko morbiditas maupun mortalitas. Mengacu pada kerangka pikir UNICEF, konsumsi pangan balita merupakan salah satu penyebab langsung dari masalah gizi selain infeksi/kesakitan, sedangkan ketahanan pangan rumah tangga merupakan salah satu penyebab tak langsung selain pola pengasuhan, akses ke pelayanan kesehatan, dan higiene/sanitasi lingkungan. Sebagai salah satu penyebab tak langsung, ketahanan pangan dan gizi menjadi prasyarat yang harus terpenuhi baik di tataran wilayah, rumahtangga maupun individu. Menurut Webb et al. (2002) konsep ketahanan pangan dibangun dari tiga elemen utama yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan/konsumsi pangan yang saling terkait dan mempunyai indikator yang berbeda dalam setiap elemennya.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan: 1) menganalisis karakteristik demografi dan sosial ekonomi rumah tangga, status ketahanan pangan rumah tangga, konsumsi pangan balita, pola pengasuhan dan status gizi balita; 2) menganalisis hubungan karakteristik demografi dan sosial ekonomi dengan status ketahanan pangan rumah tangga; 3) menganalisis hubungan konsumsi pangan rumah tangga dengan konsumsi pangan balita dikaitkan dengan pola pengasuhan; dan 4) menganalisis hubungan ketahanan pangan rumah tangga dan konsumsi pangan balita dengan status gizi balita.
Desain penelitian adalah cross sectional menggunakan data sekunder hasil survey baseline tahap II yang dilakukan oleh Helen Keller International (HKI) Indonesia di Kabupaten TTS, Provinsi NTT untuk program Homestead Food Production (HFP) dan pendidikan Gizi dengan mengimplementasikan proyek Rapid Action on Nutrition and Agriculture Initiative (RANTAI). Populasi dari penelitian ini adalah 544 rumah tangga yang terdaftar menjadi penerima bantuan dari program RANTAI di 13 desa dari 4 kecamatan di Kabupaten TTS Provinsi NTT. Contoh dalam penelitian ini adalah 308 rumah tangga yang memiliki balita usia 6-59 bulan yang merupakan bagian dari populasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan 59.7 persen rumah tangga memiliki jumlah anggota lebih dari 4 orang; 71.4 persen rumah tangga memiliki 1 orang anak usia 6-59 bulan; 43.7 persen ayah dan 47.1 persen ibu hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat sekolah dasar; 83.8 persen ayah bekerja sebagai petani
5
pemilik dan 51.3 persen ibu sebagai ibu rumah tangga; 46.8 persen rumah tangga tidak memiliki pendapatan tetap.
Status ketahanan pangan rumah tangga dilihat dari status setiap dimensinya. Lebih dari 50 persen rumah tangga memiliki ketersediaan pangan yang rendah (produksi sayur 91.9%, produksi buah 51%, jumlah unggas yang dimiliki 77.3%, produksi telur 75.6%) dan akses pangan yang rendah (60.1%), sedangkan 47.4 persen rumah tangga memiliki konsumsi pangan yang baik (skor FCS>42). Namun konsumsi pangan masih didominasi pangan pokok sumber karbohidrat, yaitu nasi jagung, jagung, dan nasi. Adapun pangan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral seperti ikan, daging, telur, susu, buah-buahan paling minim dikonsumsi.
Konsumsi pangan balita masih rendah dimana 52.6 persen balita mengkonsumsi kurang dari 4 jenis pangan/kelompok pangan. Begitu juga dengan kondisi status gizi balita yang cukup memprihatinkan dimana 50.3 persen mengalami underweight; 57.5 persen stunting dan 16.3 persen wasting. Menurut WHO (1995), persentase underweight lebih dari atau sama dengan 30 persen dan stunting lebih dari atau sama dengan 40 persen dikategorikan sebagai masalah kesehatan masyarakat yang paling tinggi, sedangkan persentase wasting lebih dari 15 persen dikategorikan sebagai kondisi yang kritis
Hasil path analysis menunjukkan bahwa akses pangan rumah tangga berpengaruh positif terhadap status gizi BB/U sebesar 0.136 dan terhadap status gizi TB/U sebesar 0.130; konsumsi pangan balita berpengaruh negatif terhadap status gizi balita BB/U sebesar -0.121 dan terhadap status gizi balita TB/U sebesar -0.124; konsumsi pangan rumah tangga tidak berpengaruh terhadap status gizi balita BB/U dan TB/U, namun secara tidak langsung melalui konsumsi pangan balita berpengaruh negatif sebesar -0.062; dan tidak ada variabel yang berpengaruh terhadap status gizi balita BB/TB, baik langsung maupun tak langsung.
Hasil uji korelasi pearson untuk melihat hubungan tiap dimensi ketahanan pangan menunjukkan bahwa produksi sayur berhubungan signifikan dengan pemanfaatan/konsumsi pangan rumah tangga dengan koefisien korelasi 0.158; produksi buah berhubungan signifikan dengan akses pangan dan pemanfaatan/konsumsi pangan rumah tangga dengan koefisien korelasi masing-masing 0.207 dan 0.223; jumlah unggas yang dimiliki berhubungan signifikan dengan akses pangan dan pemanfaatan/konsumsi pangan rumah tangga dengan koefisien korelasi masing-masing 0.191 dan 0.216; dan produksi telur berhubungan signifikan dengan akses pangan dengan koefisien korelasi 0.141.
Collections
- MT - Forestry [1445]