PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DAN LIMBAH PADAT SECARA TERINTEGRASI UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN
View/Open
Date
2017Author
Amelia, Julfi Restu
Suprihatin
Indrasti, Nastiti Siswi
Hasanudin, Udin
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di
dunia. Perkebunan kelapa sawit dan sektor pengolahan kelapa sawit menjadi
suatu kunci penting bagi ekonomi Indonesia, tetapi proses pengolahan kelapa
sawit berkontribusi signifikan dalam degradasi lingkungan apabila limbah yang
dihasilkan dari pengolahan tersebut tidak dikelola dengan baik. Proses
pengolahan kelapa sawit menghasilkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan
limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) dalam jumlah besar. Pengelolaan dan
pemanfaatan TKKS dan LCPKS pada umumnya telah dilakukan oleh industri,
seperti TKKS yang dimanfaatkan sebagai mulsa dan LCPKS yang diolah dengan
menggunakan sistem kolam terbuka. Beberapa hal tersebut masih dianggap
kurang efektif. Sistem kolam terbuka pada pengolahan LCPKS merupakan sistem
yang sederhana, namun memiliki beberapa kelemahan, seperti timbulnya gas
metana yang dihasilkan dari proses sangat berbahaya bagi lingkungan. Selain itu,
efluen yang dihasilkan juga tidak semuanya dapat diaplikasikan ke lahan
perkebunan karena dimungkinkan masih mengandung unsur-unsur yang bisa
menyebabkan polusi tanah. Hal tersebut di atas yang mendasari perlu dicari
alternatif teknologi untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu teknologi yang
bisa dikembangkan adalah dengan memanfaatkan efluen dari anaerobic digestion
bersama TKKS menjadi kompos melalui proses anaerobic composting yang
terintegrasi. Alternatif teknologi tersebut akan menghasilkan tiga produk, yakni
energi (biogas) yang berasal dari anaerobic digestion dan anaerobic composting,
pupuk kompos, dan lindi yang bisa dimanfaatkan pada land application.
Tujuan umum dari penelitian yakni memperoleh teknologi pemanfaatan
limbah industri kelapa sawit yang dapat memaksimalkan manfaat jika ditinjau dari
potensi produksi energi, penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), dan kualitas
tanah sehingga bisa mendukung industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan
menyajikan hasil pengamatan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian dibahas
secara deskriptif. Penelitian dilaksanakan dua tahap yakni a) mengkaji dan
mengevaluasi kondisi pengolahan dan pemanfaatan limbah yang telah diterapkan
oleh industri kelapa sawit (existing conditions) dan b) melakukan Pengembangan
teknologi pengolahan limbah industri kelapa sawit terbaru, yakni teknologi
pengolahan ALPKS secara anaerobik (methane capture) yang terintegerasi dengan
proses pengomposan TKKS secara anaerobik. Teknologi pengolahan limbah yang
terintegerasi tersebut dilakukan dengan menggunakan satu digester pengolahan
APLKS dan empat digester pengomposan. Proses pengolahan ALPKS dilakukan
dengan menggunakan flow rate sebesar 150 L/hari atau dengan loading rate
sekitar 1,65 gCOD/L/hari. Efluen dari pengolahan ALPKS tersebut kemudian
ditambahkan ke dalam masing-masing digester pengomposan yang sudah berisi
TKKS sebesar 25 kg. Jumlah efluen yang akan ditambahkan pada TKKS
berbeda-beda pada setiap digester, yakni 5 liter/hari, 10 liter/hari, 15 liter/hari, dan
20 liter/hari. Proses pengomposan TKKS secara anaerobik akan dilakukan selama
dua bulan.
Teknologi pengolahan limbah terintegerasi terbaik dari hasi penelitian
adalah efluen yang dihasilkan dari proses pengolahan ALPKS secara anaerobik
dengan menggunakan loading rate sebesar 1,65 gCOD/L/hari yang disiramkan
sebanyak 15 L/hari ke dalam anarobic composting digester yang berisi 25 kg
TKKS. Teknologi tersebut dapat menghasilkan kompos yang memiliki nilai rasio
C/N sebesar 13,69; biogas sebesar 38,89 m3/Ton TBS dengan jumlah kandungan
metana sebesar 19,12 m3/Ton TBS,; serta mampu mereduksi emisi gas CO2
sebesar 636,44 gCO2e/Ton TBS.
Total produksi biogas dari teknologi pengolahan limbah terintegerasi
masing-masing perlakuan, yakni sebesar 16,55 m3/Ton TBS (5L/hari), 16,60
m3/Ton TBS (10L/hari), 51,01 m3/Ton TBS (15L/hari), dan 34,34 m3/Ton TBS
(20L/hari). Proses pengelolaan limbah kelapa sawit yang dilakukan secara
terintegrasi pada setiap perlakuan memiliki potensi mereduksi emisi CO2e yang
cukup besar, yakni sebesar sebesar 286,39 kgCO2e/Ton TBS (perlakuan efluen
5L/hari); 512,74 kgCO2e/Ton TBS (perlakuan efluen 10L/hari); 636,44
gCO2e/Ton TBS (perlakuan efluen 15L/hari); dan 466,58 kgCO2e/Ton TBS
(perlakuan efluen 20L/hari).
Air limbah pabrik kelapa sawit (ALPKS) yang sudah diolah dengan proses
anaerobik (efluen) selain dapat digunakan sebagai bahan pembantu dalam proses
pengomposan TKKS, juga dapat digunakan sebagai land application. Efluen
tersebut dikatakan mampu memperbaiki sifat dan struktur fisik tanah,
meningkatkan infiltrasi tanah, meningkatkan kelembaban tanah, menambah
kandungan senyawa organik, menaikkan pH tanah, dan meningkatkan aktifitas
mikro flora dan fauna tanah . Aktifitas mikro flora dan fauna tanah dapat dilihat
melalui struktur komunitas mikroorganisme dengan menggunakan analisis quinon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaplikasian efluen ALPKS pada lahan
perkebunan kelapa sawit mampu meningkatkan jumlah mikroorganisme, namun
tidak mengubah keragaman mikroorganisme di dalam tanah. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa pengaplikasian efluen ALPKS memberikan pengaruh
terhadap produktifitas, jumlah tandan/pohon, dan rerata berat buah tandan dari
kelapa sawit.
Teknologi pengolahan limbah integerasi mampu memenuhi beberapa
kriteria industri berkelanjutan yang ditetapkan oleh the Global Bioenergy
Parnership (GBEP) sustainability indicators for bioenergy, Rountable of
Sustainable Biomaterials (RSB), dan International Sustainability and Carbon
Council (ISCC), yakni life-cycle GHG emissions dan kualitas air (pilar
lingkungan), serta net energy balance dan produksi kompos dan lindi sebagai
land application mendukung keberlanjutan produksi kelapa sawit (pilar ekonomi).
Teknologi tersebut juga mendukung ketetapan ISPO dimana perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang melakukan usaha budidaya perkebunan setidaknya
harus terintegrasi dengan usaha pengolahan dan energi terbarukan.