dc.description.abstract | Pengelolaan pekarangan secara optimal dan berkelanjutan sebagai sumber
keanekaragaman bahan pangan dan sumber gizi yang aman bagi keluarga
memerlukan kompetensi pemilik pekarangan. Fakta di lapangan menunjukkan,
hingga saat ini pekarangan masih belum dikelola secara optimal dan berkelanjutan,
bahkan cenderung dibiarkan begitu saja. Hal ini disebabkan antara lain masih
kurangnya informasi dan teknologi pengelolaan lahan pekarangan, serta kurangnya
kesadaran dari pemilik pekarangan. Sikap seperti ini tidak terlepas dari persepsi
perempuan (ibu rumah tangga) sebagai pemilik pekarangan. Peran perempuan saat
ini tidak hanya terbatas pada mengurus kegiatan rumah tangganya, tetapi juga
sebagai pencari nafkah untuk menambah penghasilan rumah tangga dan memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk kebutuhan pangan keluarga. Kompetensi
perempuan dalam pemanfaatan pekarangan guna mendukung diversifikasi pangan
rumah tangga perlu untuk diteliti.
Penelitian bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis: (1) karakteristik
sosial ekonomi perempuan, faktor-faktor pendukung (aksesibilitas terhadap
informasi, lingkungan, peran kelompok, dan penyuluhan), pola pemanfaatan
pekarangan serta pola konsumsi pangan; (2) persepsi perempuan tentang fungsi
pekarangan, diversifikasi pangan dan makanan sehat; (3) tingkat kompetensi
perempuan pemanfaat pekarangan, faktor-faktor yang berhubungan nyata dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi perempuan dalam pemanfaatan
pekarangan mendukung diversifikasi pangan; serta (4) menyusun dan merumuskan
strategi pengembangan kompetensi perempuan dalam pemanfaatan pekarangan
guna mendukung diversifikasi pangan.
Penelitian dilakukan di dua wilayah Provinsi Sulawesi Utara (Kabupaten
Minahasa dan Kota Bitung). Penelitian lapang dilakukan pada bulan Maret 2015
sampai dengan Desember 2015. Populasi penelitian adalah perempuan pemanfaat
pekarangan yang telah mengikuti Program Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP) dan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL)
sejumlah 803 orang. Jumlah sampel sebanyak 267 orang. Data dianalisis
menggunakan statistik deskriptif, analisis korelasi Pearson (product moment), uji
beda Mann Whitney, dan Srtuctural Equation Modeling (SEM).
Hasil penelitian menunjukkan, pendidikan formal perempuan rata-rata SMA.
Frekuensi keikutsertaan dalam pelatihan dan penyuluhan berkisar 1-5 kali. Jumlah
anggota keluarga berkisar 3–4 orang. Pendapatan rumah tangga berkisar
Rp.450.000-2.827.500. Curahan waktu dalam kegiatan pemanfaatan pekarangan
rata-rata 4.67 jam/minggu. Perempuan pemanfaat pekarangan mempuyai motivasi
yang tinggi. Aksesibilitas terhadap ketersediaan dan kesesuaian informasi
berkategori tersedia dan sesuai. Kredibilitas pemberi informasi berkategori kurang
kredibel. Luas lahan pekarangan berkisar120 m2 s.d. <400 m2. Ketersediaan sarana
produksi di pasar kurang tersedia, sosial budaya berkategori sesuai. Keluarga
kurang mendukung kegiatan pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan.
Kelompok berperan sebagai kelas belajar mengajar, unit produksi dan wahana
kerjasama. Materi dan intensitas penyuluhan berada pada kategori sesuai, metode
penyuluhan kurang sesuai, dan kemampuan penyuluh dinilai mampu melaksanakan
kegiatan penyuluhan. Perempuan di Kabupaten Minahasa dan Bitung sudah
memanfaatkan pekarangan sebagai sumber bahan pangan keluarga, namun
pemanfaatannya belum optimal, sehingga pemerolehan bahan pangan dari
pekarangan masih terbatas dan skor pola konsumsi pangan yang diukur melalui pola
pangan harapan, masih di bawah skor ideal.
Tingkat persepsi responden terhadap fungsi pekarangan, diversifikasi pangan
dan makanan sehat berada pada kategori tinggi. Terdapat perbedaan tingkat
persepsi terhadap diversifikasi pangan antara Minahasa dan Bitung. Persepsi
tentang fungsi pekarangan berhubungan dengan: motivasi, ketersediaan dan
kesesuaian informasi, ketersediaan sarana produksi, peran kelompok dan
penyuluhan. Persepsi tentang diversifikasi pangan berhubungan nyata dengan
jumlah anggota keluarga, pendapatan rumah tangga, kesesuaian informasi,
kredibilitas pemberi informasi, dan ketersediaan sarana produksi, dukungan
keluarga, peran kelompok dan penyuluhan. Persepsi tentang makanan sehat
berhubungan nyata dengan pendapatan rumah tangga, kesesuaian informasi,
ketersediaan sarana produksi, peran kelompok, dan penyuluhan. Untuk membangun
persepsi positif terhadap pemanfaatan pekarangan diperlukan informasi berupa
materi penyuluhan sesuai kebutuhan perempuan, penguatan kelompok, dan
dukungan sarana produksi.
Tingkat kompetensi teknis dan sosial perempuan pemanfaat pekarangan
berada pada kategori sedang. Tingkat kompetensi manajerial berada pada kategori
tinggi. Kompetensi teknis berhubungan dengan: ketersediaan informasi, kesesuaian
informasi, ketersediaan sarana produksi, sosial budaya, peran kelompok,
penyuluhan, dan persepsi. Kompetensi manajerial berhubungan dengan:
pendidikan nonformal, kesesuaian informasi, kredibilitas pemberi informasi, peran
kelompok, penyuluhan, dan persepsi. Kompetensi sosial berhubungan dengan
pendidikan formal, pendidikan nonformal, ketersediaan informasi, kesesuaian
informasi, ketersediaan sarana produksi, peran kelompok, penyuluhan, dan persepsi
Penyuluhan dan persepsi secara langsung mempengaruhi kompetensi perempuan
dalam pemanfaatan pekarangan. Faktor lingkungan dan peran kelompok secara
tidak langsung mempengaruhi kompetensi melalui persepsi.
Strategi peningkatan kompetensi perempuan dalam pemanfaatan pekarangan
dapat dilakukan melalui peningkatan persepsi dan penyuluhan. Penguatan persepsi
dapat dilakukan dengan memperbaiki indikator-indikator yang merefleksikan
faktor lingkungan yakni: ketersediaan sarana produksi, dan sosial budaya, dan
peran kelompok yakni: kelas belajar mengajar dan wahana kerja sama. Demikian
hal nya dengan penguatan penyuluhan, yakni dengan memperbaiki indikatorindikator
yang merefleksikan faktor penyuluhan (metode penyuluhan, intensitas
penyuluhan dan kemampuan penyuluh). | id |