Show simple item record

dc.contributor.advisorPramudya, Bambang
dc.contributor.advisorMulatsih, Sri
dc.contributor.advisorArifin, Hadi Susilo
dc.contributor.authorSadikin, Pipin Noviati
dc.date.accessioned2018-01-08T04:09:27Z
dc.date.available2018-01-08T04:09:27Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88559
dc.description.abstractEkowisata di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan perwujudan dari aspek pemanfaatan TNGR sebagai kawasan konservasi. Di sisi lain Ekowisata TNGR menjadi sangat popular sebagai destinasi ekowisata bagi wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Meskipun ekowisata memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal di desa-desa yang menjadi gerbang masuk menuju ekowisata TNGR pada zona penyangga TNGR, namun masih ditemukan berbagai kerusakan lingkungan di kawasan TNGR dan permasalahan sosial ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis kesesuaian lahan untuk ekowisata dan daya dukung ekowisata, (2) Menganalisis Kesediaan untuk Membayar (Willingness to Pay/WTP) bagi ekowisata, (3) Menilai status keberlanjutan ekowisata saat ini, (4) Menganalisis struktur program ekowisata, (5) Menyusun model pengelolaan ekowisata. Penelitian ini dilaksanakan di TNGR, pada dua resort pengelolaan sebagai gerbang masuk TNGR yaitu 1) Senaru di Desa Senaru, Kabupaten Lombok Utara dan 2) Sembalun di Desa Sembalun Lawang, Kabupaten Lombok Timur. Luas TNGR yang menjadi objek penelitian adalah 41 330 ha. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara mendalam (in depth interview), Diskusi Kelompok Terarah (FGD), dan studi pustaka. Analisis data menggunakan analisis kesesuaian lahan dan analisis daya dukung dengan metode Douglass, analisis Willingness to pay, analisis Multidimensional Scalling dengan Rapecotourism, analisis struktur program ekowisata dengan Interpretative Structure Modelling, dan analisis sistem dinamik dengan perangkat lunak powersim. Penelitian dengan analisis kesesuaian lahan menemukan hasil bahwa pada semua pusat kegiatan wisatawan baik di Jalur Sembalun dan Jalur Sembalun mendapat nilai 3 berarti termasuk kategori Sesuai artinya sesuai untuk ekowisata. Kecuali Pos 3 Pada Balong, Pos ekstra Sembalun, Pelawangan 2 Sembalun, Demplot, Cemara Lima mendapat nilai 2 berarti termasuk kategori Agak Sesuai untuk ekowisata. Puncak dan Pelawangan 1 Senaru mendapat nilai 1 berarti Tidak Sesuai untuk aktivitas ekowisata karena kemiringan yang sangat curam. Jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke ekowisata TNGR pada tahun 2014 sebanyak 44 112 orang sudah melebihi daya dukungnya untuk kegiatan berkemah yaitu 42 525 orang per tahun atau 357 orang per hari. Sementara daya dukung per hari untuk aktivitas ekowisata yang lain yaitu sightseeing/istirahat 747 orang, pengamatan burung 22 orang, pengamatan anggrek 99 orang, memancing 54 orang, dan berenang atau berendam 173 orang. Pengelolaan wisatawan perlu disertai dengan perencanaan tapak ekowisata berdasarkan analisis kesesuaian lahan ekowisata dan daya dukung agar wisatawan memperoleh kenyamanan dan keamanan. Rataan WTP wisatawan mancanegara adalah US$ 54 atau Rp 649 560 dengan kurs Rp 12 000 yang berlaku pada saat penelitian, dan wisatawan nusantara adalah Rp 40 650. Nilai ekonomi ekowisata TNGR adalah US $ 1 208 790 atau Rp 14.50 milyar dari wisatawan mancanegara. atau 5 Rp 883 202 550 dari wisatawan nusantara. Beberapa faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar WTP, untuk wisatawan mancanegara adalah pendapatan dan aktif di organisasi lingkungan, serta untuk wisatawan nusantara adalah pendidikan, pendapatan dan pengetahuan. Terungkap pula bahwa variabel yang mempengaruhi besaran nilai WTP untuk wisatawan mancanegara adalah pengetahuan dan pendapatan, serta untuk wisatawan nusantara adalah pendapatan, pengetahuan dan jumlah anggota keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan ekowisata TNGR pada dimensi ekonomi (58.49) sudah cukup berlanjut. Nilai keberlanjutan atau status keberlanjutan ekowisata dimensi ekologi (35.94), sosial (45.81), layanan ekowisata (39.58), teknologi dan infrastruktur (35.29) berada pada status kurang berlanjut. Hanya pada dimensi Kelembagaan dan Kebijakan (23.76) yang berada pada status tidak berlanjut. Hasil analisis ini menunjukkan perlunya mempertimbangkan atribut mana yang menjadi faktor pengungkit utama keberlanjutan. Pada dimensi Kelembagaan dan Kebijakan atribut yang menjadi pengungkit utama adalah (1) kelembagaan lokal (5.53), (2) kemitraan dan kolaborasi (5.53), dan (3) peraturan pengelolaan dan pengendalian ekowisata TNGR (5.36). Dimensi ekologi, sosial, infrastruktur dan teknologi, dan layanan ekowisata berada pada status keberlanjutan kurang berlanjut. Status keberlanjutan ekowisata pada dimensi kelembagaan dan kebijakan menunjukkan hasil tidak berlanjut. Hasil penelitian struktur program ekowisata mengungkapkan sub-elemen kunci yang memiliki kekuatan penggerak yang tinggi dan berpengaruh terhadap sub-elemen lain agar ekowisata berjalan dengan baik. Sub-elemen kunci pada elemen lembaga yang terlibat adalah Balai TNGR. Sub-elemen kunci pada elemen tujuan program ekowisata adalah mengembangkan ekowisata yang melibatkan partisipasi masyarakat dan pembelajaran, serta meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Sub-elemen kunci pada elemen kebutuhan program ekowisata adalah kebutuhan akan institusi dan kelembagaan dengan peraturan, regulasi dan kebijakan untuk mengelola ekowisata. Sub-elemen kunci pada elemen kendala adalah adanya tambahan biaya untuk proses pengembangan kolaborasi untuk mengembangkan perencanaan, mengidentifikasi para pihak dan meningkatkan kapasitas para pihak, kemudian sub-elemen merasakan ketidaksetaraan antar pihak dalam kerjasama atau kolaborasi karena tidak seimbangnya kekuasaan dan kekuatan antara pihak, serta sub-elemen partisipasi masyarakat yang rendah karena batas-batas operasional, struktural dan budaya. Sub-elemen kunci tolok ukur adalah banjir dan erosi menurun, luas kerusakan hutan menurun, pendapatan masyarakat meningkat, serta kepedulian masyarakat lokal terhadap konservasi kawasan TNGR meningkat. Alternatif skenario model pengelolaan ekowisata adalah penerapan daya dukung dan peningkatan harga tiket masuk berdasarkan nilai WTP. Selanjutnya model pengelolaan ekowisata ini memberikan saran bahwa untuk mengimbangi jumlah wisatawan maka perlu meningkatkan harga tiket masuk. Harga tiket masuk membatasi jumlah wisatawan sesuai daya dukung dan juga memberikan peluang untuk peningkatan dana dan upaya konservasi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAgricultural economicsid
dc.subject.ddcEcotourismid
dc.subject.ddc2014id
dc.subject.ddcMataramid
dc.titleModel Ekowisata di Taman Nasional Gunung Rinjani.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordekowisataid
dc.subject.keyworddaya dukungid
dc.subject.keywordwillingness to payid
dc.subject.keywordpariwisata berkelanjutanid
dc.subject.keywordmodel ekowisataid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record