Pengembangan Prototipe Alat Celup Puting untuk Pencegahan Mastitis Subklinis pada Sapi Perah di Indonesia
View/ Open
Date
2017Author
Pisestyani, Herwin
Sudarwanto, Mirnawati
Wulansari, Retno
Atabany, Afton
Metadata
Show full item recordAbstract
Upaya pencegahan yang diharapkan dapat menekan kasus mastitis subklinis
adalah celup puting ke dalam larutan desinfektan setelah pemerahan, namun
peternak belum menerapkannya secara kontinyu. Hambatan yang dihadapi
peternak antara lain, sulitnya membeli desinfektan dan memperoleh alat untuk
celup puting (teat dipper). Kendala lainnya yang dapat mempersulit peternak di
lapangan adalah, desain dan cara penggunaan alat yang tidak sesuai dengan
bentuk puting sapi perah serta tata laksana pemeliharaan di peternakan rakyat.
Penelitian ini bertujuan merancang bangun prototipe alat celup puting yang sesuai
dengan bentuk puting sapi perah Indonesia dan tata laksana pemeliharaan ternak
di peternakan rakyat.
Penelitian terdiri dari 3 tahapan. Pertama mengetahui prevalensi mastitis
subklinis, mengukur kadar kalsium dalam darah, dan membuat data dasar anatomi
puting sapi perah. Kedua, merancang bangun prototipe alat celup puting, dan
ketiga adalah uji coba daya kerja prototipe alat celup puting. Desain penelitian
adalah kajian lapang lintas sektoral. Sampel merupakan sapi perah dalam masa
laktasi normal, periode laktasi pertama sampai dengan keenam. Besaran sampel
yang diperoleh adalah 324 ekor sapi perah yang dipelihara di beberapa wilayah
peternakan rakyat Provinsi Jawa Barat, diantaranya peternakan Kunak Kabupaten
Bogor, peternakan Baros Kabupaten Sukabumi, peternakan KUD Cianjur Selatan
Kabupaten Cianjur, peternakan KUD Tandang Sari Kabupaten Sumedang,
peternakan KUD Cikajang Kabupaten Garut, peternakan KSU Mitra Jaya Mandiri
Ciwidey dan KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, prevalensi mastitis subklinis pada
sapi perah di Jawa Barat sebesar 70.99%. Sebanyak 45.06% sapi perah menderita
mastitis subklinis dengan tingkat keparahan berat, sedangkan tingkat keparahan
ringan sebesar 25.93%. Mastitis subklinis dialami oleh sebagian besar sapi perah
pada setiap periode laktasi, dengan kejadian paling tinggi dialami oleh sapi laktasi
kelima (75.00%).
Kadar kalsium dalam darah sapi perah berada dalam rentang 7.65-8.88
mg/dL. Rerata kadar kalsium darah (8.21±1.14 mg/dL) menandakan bahwa
sebagian besar sapi perah di Jawa Barat mengalami kondisi hipokalsemia
subklinis. Semakin tinggi periode laktasi pada sapi perah, maka kadar kalsium
darah semakin rendah. Rerata kadar kalsium darah terendah (7.61±0.55 mg/dL)
dimiliki oleh sapi perah laktasi keempat. Rerata kadar kalsium darah pada sapi
perah positif mastitis subklinis dengan tingkat keparahan berat adalah 7.95±0.85
mg/dL, sedangkan pada tingkat keparahan ringan sebesar 8.23±1.23 mg/dL.
Rerata kadar kalsium darah pada sapi perah dengan kondisi ambing sehat adalah
8.43±1.29 mg/dL dengan rerata produksi susu 12.94±4.53 L/hari. Berbeda
dengan sapi perah positif mastitis subklinis yang memiliki rerata kadar kalsium
8.08±1.05 mg/dL dan rerata susu yang dihasilkan 12.55±4.89 L/hari.
Data bentuk eksterior puting sapi perah peranakan Friesian Holstein (pFH)
digunakan sebagai dasar (acuan) dalam merancang prototipe alat celup puting.
Puting sapi perah di Jawa Barat memiliki rerata ukuran pada ambing bagian
depan, yaitu 6.11 cm (panjang), 7.66-7.70 cm (lingkar), 2.42-2.44 cm (diameter).
Ambing bagian belakang memiliki ukuran yaitu, 4.88-4.94 cm (panjang), 7.07-
7.13 cm (lingkar), 2.24-2.25 cm (diameter). Jarak antara puting depan dan
belakang dari ambing bagian kanan dan kiri hampir sama (7.38 cm dan 7.27 cm)
dibandingkan dengan jarak antara puting kiri dan kanan pada ambing bagian
depan dan belakang yaitu 8.08 cm dan 3.02 cm. Jarak antara puting bagian depan
dengan lantai sebesar 54.65 cm dan bagian belakang dengan lantai, yaitu 55.62
cm.
Rancang bangun prototipe alat celup puting menghasilkan 2 alat yang
merupakan gabungan antara teknik semprot dan celup. Kelebihan prototipe alat
celup puting adalah: 1) lengan penyanggah yang memudahkan peternak sehingga
tidak perlu jongkok dalam melakukan celup puting; 2) dua cup untuk mencelup 2
puting depan-belakang secara bersamaan, diharapkan dapat mempercepat proses
pencelupan puting; 3) kedalaman cup yang sesuai dengan panjang puting sapi
perah sehingga seluruh permukaan puting dapat tercelup desinfektan; 4) bahan
yang tidak mudah rusak dan tahan lama; serta 5) gaya pompa untuk menghasilkan
tekanan sehingga desinfektan dapat mengalir ke atas mengisi cup tanpa perlu gaya
tekan manual (meremas botol) yang diharapkan dapat mempermudah peternak.
Uji coba alat dilakukan dengan menganalisis persentase selisih dari kualitas
mikrobiologik dan jumlah sel somatik dalam susu, sebelum dan setelah sapi diberi
perlakuan celup puting selama 2 minggu. Sapi perah yang diberi perlakuan celup
puting terbukti mengalami penurunan jumlah total mikroba, jumlah S. aureus,
jumlah koliform, dan jumlah sel somatik dalam susu. Berbeda dengan sapi perah
yang tidak diberi perlakuan celup puting, menunjukkan terjadinya peningkatan
jumlah total mikroba, jumlah S. aureus, jumlah koliform, dan jumlah sel somatik
secara signifikan.
Waktu yang diperlukan selama proses pencelupan puting menggunakan
prototipe alat celup puting lebih cepat dibandingkan dengan alat yang lama,
sedangkan waktu yang digunakan untuk membersihkan alat hampir sama diantara
ketiga alat. Berdasarkan keseluruhan parameter yang diuji, didapatkan daya kerja
dan efisiensi prototipe alat celup puting pompa samping lebih baik dibandingkan
dengan pompa atas dan alat celup puting lama. Penggunaan prototipe alat celup
puting terbukti efektif dalam proses desinfeksi puting setelah pemerahan. Celup
puting dapat menjadi solusi bagi peternak untuk meningkatkan kualitas
mikrobiologik dan menurunkan jumlah sel somatik dalam susu segar.
Collections
- DT - Veterinary Science [286]