Kajian Sedimen, Kontaminan Nitrogen (N), Posfor (P) dan Respirasi Tanah pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit.
View/Open
Date
2017Author
Susanto, Edi
Setiawan, Budi Indra
Suharnoto, Yuli
Liyantono
Metadata
Show full item recordAbstract
Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dapat dilakukan dengan
perluasan areal (konversi lahan) dan peremajaan tanaman tua (replanting).
Konversi lahan terutama pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) akan
mengakibatkan perubahan siklus hidrologi, sehingga dapat menimbulkan
permasalahan seperti meningkatnya debit yang dapat menimbulkan banjir, erosi
dan sedimentasi serta mengganggu kawasan hutan penyangga. Untuk
menganalisa permasalahan pada DAS perlu dilakukan analisis sistem hidrologi
yang terjadi. Analisis yang dapat dilakukan dengan mengandaikan proses
transformasi yang terjadi mengikuti suatu aturan tertentu dimana harus dapat
menggambarkan kondisi biofisik DAS dalam proses transformasi tersebut disusun
dalam sebuah model. Penggunaan model hidrologi sebagai alat bantu untuk
menganalisa sumberdaya air biasanya melibatkan nilai parameter dalam jumlah
yang banyak terutama yang berhubungan untuk menghitung nilai aliran
permukaan atau bawah permukaan, air bawah tanah, perkolasi, evapotranspirasi,
sifat fisik tanah, tata guna lahan dan curah hujan. SWAT (Soil and Water
Assessment Tool) merupakan model hidrologi berbasis fisik (physics-based)
untuk kejadian kontinyu (continuousevent)
yang dikembangkan untuk
memprediksi dampak praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimen, dan kimia
pertanian dalam skala yang besar. Salah satu proses yang harus dijalankan dalam
model SWAT adalah pembentukan Hidrologic Response Units (HRU). HRU pada
model hidrologi SWAT yang dihasilkan mempunyai kelemahan yaitu tidak
membedakan HRU berdasarkan lokasi dari slope, atau dengan kata lain jika suatu
lokasi HRU mempunyai slope yang sama akan tetapi letaknya berbeda misalkan
di bukit, lereng atau di lembah maka akan mempunyai karakteristik tanah yang
berbeda. HRU dari model Catena dapat memperbaiki HRU dari model SWAT
karena akan mengklasifikasi setiap HRU berdasarkan letaknya (catena sequence).
Menurut badan pengelola daerah aliran sungai wampu ular (BP DAS WU)
kegiatan peremajaan tanaman yang dilakukan oleh perkebunan merupakan salah
satu penyebab terjadinya sedimentasi yang cukup besar dan pada akhirnya dapat
menyebabkan banjir di daerah hulu sungai. Salah satu tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan besarnya konsentrasi sedimen yang terjadi dalam
bentuk debit sedimen. Sampel air yang diambil digunakan untuk mengetahui
konsentrasi sedimen diambil di titik outlet sungai dan untuk menghitung
konsentrasi sedimen menggunakan standar yang dikeluarkan Badan Standardisasi
Nasional yaitu SNI No 06-6989 tentang cara uji total padatan tersuspensi (total
suspended solid, TSS) secara gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
besarnya debit sedimen yang terjadi sudah melewati batas toleransi yang
keluarkan oleh Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.60/Menhut_II/2014
tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai yaitu sebesar 7
ton/ha/tahun.
Penelitian bagian kedua dan ketiga menggunaan model hidrologi SWAT
digunakan untuk mengetahui dampak pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit
terhadap besarnya debit, sedimentasi dan konsentrasi total nitrogen (TN) dan
konsentrasi total posfor (TP). Model hidrologi SWAT yang digunakan pada
penelitian ini dengan menggunakan Hidrologic Response Units (HRU) dari
SWAT original sebagai SWAT kontrol dan dengan memodifikasi HRU yaitu
menggunakan karakteristik fisik dan kimia tanah yang berbeda untuk setiap
wilayah bukit (SWAT bukit), lereng (SWAT lereng) dan lembah (SWAT
lembah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik fisik
tanah yang berbeda pada wilayah bukit, lereng dan lembah menghasilkan debit
dan konsentrasi sedimen hitung yang lebih teliti dibandingkan dengan
penggunaan karakteristik fisika tanah yang sama untuk semua dan nilai
konsentrasi total nitrogen dan total posfor yang diperoleh dari hasil pengukuran di
lokasi penelitian masih dibawah nilai konsentrasi toleransi yang dikeluarkan oleh
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 28 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Untuk mengetahui dampak pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit
terhadap emisi CO2 yang dihasilkan, maka peneliti menggunakan luaran dari
model hidrologi SWAT berupa suhu tanah (TMP_SOL) dan kandungan air tanah
(SW_END) untuk menghitung laju respirasi tanah atau emisi CO2. Untuk
menghitung laju respirasi yang terjadi maka yang perlu dilakukan adalah
menghitung respirasi dengan menggunakan persamaan empiris yang dikemukakan
oleh Saiz et al. (2007) yaitu = ( )( ) diamana T adalah suhu
tanah dan SWC adalah kandungan air tanah. Hasil penelitian diperoleh bahwa laju
respirasi tanah yang terjadi pada lokasi penelitian berkisar antara 2.23 – 7.25 g
C/m2/hari dan rata-rata 4.56 g C/m2/hari.
Pada penelitian bagian kelima ini, peneliti ingin memperoleh model neraca
air yang terjadi perkebunan kelapa sawit. Untuk mengetahui neraca air pada
perkebunan kelapa sawit digunakan persamaan: - - = dimana P =
jumlah curah hujan (mm), ETc = jumlah evapotranspirasi tanaman, Q = jumlah
lir n p rmuk n (mm) n Δ = p ru h s n simp n n ir (mm). D ri h sil
penelitian tentang neraca air pada perkebunan kelapa sawit diperoleh kesimpulan
bahwa sumber pasokan air pada lokasi penelitian 100% berasal dari curah hujan
sebesar 1661 mm/tahun, dan dari curah hujan tersebut sebesar 1520 mm/tahun
atau 91% keluar sebagai evapotranspirasi tanaman dan 218 mm/tahun atau 13%
keluar sebagai aliran permukaan. Secara umum terjadi defisit perubahan
simpanan air sebesar -76 mm, hal ini karena terjadi dampak El Niño pada tahun
2015 di wilayah Sumatera.
Bagi stakeholder atau pihak PTPN IV, hasil penelitian ini dapat digunakan
untuk mengurangi dampak sedimentasi yang begitu besar terutama yang terjadi
saat melakukan replanting, yaitu dengan melakukan pengolahan tanah secara
minimal atau pengolahan tanah hanya pada lubang tanam. Kontribusi hasil
penelitian ini bagi ilmu keteknikan bidang hidrologi adalah model hidrologi
SWAT yang sudah divalidasi dapat digunakan untuk memprediksi dampak
pengelolaan perkebunan kelapa sawit terhadap debit dan sedimen yang terjadi.