Respon Morfofisiologi Tanaman Jagung terhadap Tingkat Salinitas dan Amelioran pada Sistem Budidaya Jenuh Air di Lahan Sulfat Masam
View/Open
Date
2017Author
Basuni
Yahya, Sudirman
Sopandie, Didy
Ghulamahdi, Munif
Metadata
Show full item recordAbstract
Lahan pasang surut sulfat masam dengan pH yang sangat rendah
menyebabkan peningkatan kelarutan beberapa jenis kation beracun terutama Al,
Fe dan Na, serta penurunan ketersediaan sejumlah unsur hara terutama P sehingga
berpotensi menghadirkan cekaman ganda bagi tanaman. Sistem budidaya jenuh
air yang dipadukan dengan aplikasi amelioran dan penggunaan varietas adaptif
merupakan paket budidaya spesifik yang baik untuk dikembangkan dalam
budidaya jagung di lahan seperti ini.
Penelitian tahap pertama dilaksanakan pada tanah sulfat masam di lahan
pasang surut tipe B di Desa Punggur Besar Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten
Kubu Raya Kalimantan Barat untuk mengidentifikasi jenis cekaman aktual yang
dihadapi tanaman di lahan sulfat masam, mengidentifikasi varietas jagung dengan
karakter yang cocok untuk dibudidayakan pada lahan sulfat masam, dan
mengetahui kedalaman muka air tanah yang optimal untuk budidaya jagung di
lahan sulfat masam. Percobaan lapangan dilaksanakan dengan menggunakan
Rancangan Split Split Block dengan 3 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama
adalah kedalaman muka air tanah (20, 30 dan 40 cm di bawah permukaan tanah),
faktor ke dua adalah pengapuran (0 dan 2 ton/ha) dan faktor ke tiga adalah
varietas jagung (Pionir 31, Sukmaraga, ST201341, Bima 7 dan ST 201379).
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, kandungan hara
tanaman serta perubahan kimiawi tanah.
Penelitian tahap kedua dilaksanakan untuk mempelajari perbedaan karakter
morfofisiologis antara varietas jagung sensitif dan toleran terhadap cekaman
ganda aluminium dan besi serta untuk mengetahui tingkat konsentrasi aluminium
dan besi yang beracun terhadap tanaman jagung, dan juga untuk mengetahui
tingkat toleransi beberapa varietas jagung terhadap cekaman ganda toksisitas
aluminium dan besi. Percobaan kultur larutan dilaksanakan di rumah kaca
menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 faktor dan 3 ulangan. Faktor
pertama adalah konsentrasi Al (0, 0.1, 0.2, 0.4 dan 0.8 mM), faktor ke dua adalah
konsentrasi Fe (0, 0.2 dan 0.4 mM) dan faktor ke tiga adalah varietas jagung
(Sukmaraga, Lokal dan Bima 7). Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan
dan keragaan tanaman jagung serta perubahan pH larutan hara.
Penelitian tahap ke tiga dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh tingkat
salinitas dan cara pemberiannya terhadap karakter morfofisiologi tanaman jagung
pada tanah sulfat masam dengan sistem budidaya jenuh air, fase pertumbuhan
tanaman jagung yang paling peka terhadap cekaman Na dan kadar Na yang dapat
ditolerir tanaman. Percobaan rumah kaca dilaksanakan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok dengan 3 faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama adalah kadar
NaCl (DHL 0, 3.0 dan 6.0 dSm-1), faktor ke dua adalah periode pemberian NaCl
(fase pertumbuhan awal, fase menjelang tasseling dan fase setelah tasseling) dan
faktor ke tiga adalah cara pemberian NaCl (penggenangan 30 cm di bawah
permukaan tanah dan kombinasi penggenangan dengan penyiraman). Pengamatan
dilakukan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, kandungan hara tanaman
serta perubahan kimiawi tanah.
Penelitian tahap 4 dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh aplikasi
amelioran kapur dan pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil dua
varietas jagung (toleran dan peka cekaman ganda) pada sistem budidaya jenuh air
di lahan sulfat masam dan kemampuan amelioran dalam meningkatkan
kemampuan adaptasi dan produktivitas tanaman jagung pada lahan sulfat masam.
Percobaan dilaksanakan di lahan pasang surut sulfat masam tipe B dengan
kedalaman muka air tanah 40 cm di bawah permukaan tanah di Desa Punggur
Besar Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalbar menggunakan
Rancangan Split Split Plot dengan 3 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama (petak
utama) adalah dosis kapur (1 dan 2 ton/ha), faktor kedua (anak petak) adalah dosis
pupuk kandang (0, 7.5 dan 15 ton/ha) dan faktor ke tiga (anak anak petak) adalah
varietas jagung (Sukmaraga dan Bima7). Pengamatan dilakukan terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman serta perubahan kimiawi tanah.
Penelitian tahap ke lima dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh
pemberian amelioran air gambut terhadap daya adaptasi tanaman jagung pada
tanah sulfat masam. Percobaan dilaksanakan di rumah kaca menggunakan
Rancangan Split Plot dengan 2 faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama (petak
utama) adalah varietas jagung (Sukmaraga dan Bima 7) dan faktor ke dua (anak
petak) adalah dosis air gambut (0, 1.2 dan 2.4 liter/kg tanah). Pengamatan
dilakukan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman serta perubahan kimiawi
tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan pasang surut sulfat masam
memiliki potensi cekaman ganda berupa defisiensi hara P, K dan Ca, serta
cekaman toksisitas Na, Al dan Fe bagi tanaman. Pemberian kapur dengan dosis 2
ton/ha dapat meningkatkan daya adaptasi jagung di lahan sulfat masam terutama
dengan meningkatkan persentase tanaman menghasilkan. Pada kondisi tanpa
kapur persentase tanaman menghasilkan sebesar 47.0 % dan dengan dosis kapur 2
ton/ha meningkat menjadi 79.2 %, sementara hasil biji per hektar meningkat dari
1.47 ton menjadi 2.19 ton. Kombinasi kapur dan kedalaman muka air tanah 40
cm paling baik dalam meningkatkan daya adaptasi jagung di lahan sulfat masam.
Pionir 31 dan Sukmaraga merupakan varietas yang adaptif terhadap kondisi lahan
sulfat masam. Peningkatan tinggi permukaan air tanah (dari 40 cm menjadi 20
cm) mampu meningkatkan pH tanah dan mengurangi penyerapan Al dan Fe oleh
tanaman, namun tidak mampu memperbaiki pertumbuhan dan hasil jagung karena
meningkatkan cekaman salinitas (Na).
Bagi tanaman jagung, konsentrasi kritis Al dan Fe di dalam larutan hara
masing-masing adalah 0,2 dan 0,4 mM, namun varietas jagung mempunyai respon
beragam terhadap cekaman Al dan Fe. Varietas Sukmaraga dan Lokal cukup
toleran, sedangkan Bima 7 sensitif terhadap cekaman Al dan Fe. Varietas jagung
yang mampu beradaptasi pada tanah sulfat masam ternyata cukup toleran terhadap
cekaman ganda Al dan Fe.
Cekaman salinitas secara nyata menurunkan pertumbuhan dan hasil jagung
pada budidaya jenuh air di tanah sulfat masam. Salinitas 3.0 dSm-1 belum bisa
ditolerir oleh jagung varietas Sukmaraga, meskipun varietas tersebut sudah
dikenal adaptif terhadap kondisi tanah sulfat masam. Fase pertumbuhan awal
jagung merupakan fase paling rentan terhadap cekaman salinitas. Perlakuan
salinitas melalui kombinasi irigasi bawah tanah dan permukaan memperburuk
pengaruh salinitas pada tanaman jagung.
Peningkatan dosis kapur dari 1 menjadi 2 ton/ha tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. Pupuk kandang dengan dosis 7.5 ton/ha
secara sangat nyata meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung dalam sistem
budidaya jenuh air di lahan sulfat masam (dari 0.84 ton pipilan kering/ha pada
kondisi tanpa pupuk kandang, menjadi 4.06 ton pipilan kering/ha). Terdapat
perbedaan antar varietas jagung dalam merespon aplikasi pupuk kandang di mana
Sukmaraga merespon dengan lebih meningkatkan pertumbuhan vegetatif
(peningkatan pertumbuhan vegetatif 497 % dan peningkatan hasil 319%),
sebaliknya Bima 7 merespon dengan lebih meningkatkan komponen hasil
(peningkatan pertumbuhan vegetatif 262 % dan peningkatan hasil 443 %).
Ameliorasi dengan air gambut dengan dosis 2.4 liter/kg tanah mampu
meningkatkan daya adaptasi tanaman jagung di lahan sulfat masam. Dibanding
Sukmaraga, Bima 7 yang lebih sensitif terhadap cekaman di tanah sulfat masam
lebih responsif terhadap perbaikan kondisi tanah sulfat masam yang dilakukan
melalui pemberian amelioran air gambut. Varietas Bima 7 mengalami
peningkatan bobot biji per tongkol sebesar 131% ketika tanah sulfat masam
diameliorasi dengan air gambut (2.4 liter/kg tanah) dibanding yang tidak
diameliorasi dengan air gambut, sedangkan Sukmaraga mengalami penurunan
20,9 %.
Collections
- DT - Agriculture [754]