dc.description.abstract | Budidaya jenuh air (BJA) adalah penanaman dengan memberikan irigasi terus
menerus dan membuat kedalaman muka air tetap di bawah permukaan tanah,
sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air. Teknologi ini mampu mencegah
pirit teroksidasi dan telah terbukti meningkatkan produktivitas kedelai di lahan
pasang surut. Tumpangsari jagung dan kedelai pada BJA meningkatkan efisiensi
input produksi dan meningkatkan pendapatan petani. Percobaan di laksanakan di
Desa Mulyasari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi
Sumatera Selatan (3,35 meter diatas permukaan laut, 2°38'42,35" Lintang Selatan,
dan 104°45'5,92" Bujur Timur), dari bulan Mei sampai September 2016.
Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan
dua faktor yang diulang tiga kali. Faktor pertama adalah pupuk kalium yang
terdiri atas: 0, 30, 60, dan 90 kg K2O ha-1. Faktor kedua adalah abu sekam yang
terdiri atas: tanpa abu sekam dan 1 ton abu sekam ha-1. Perhitungan nisbah
kesetaraan lahan (NKL) dibuat dengan membandingkan tumpangsari terhadap
monokultur dari kedelai dan jagung dengan perlakuan kalium 0, 30, 60, dan 90 kg
K2O ha-1 pada tanpa abu sekam dan diberi abu sekam. Hasil menunjukkan bahwa
produktivitas tertinggi dari jagung dan kedelai diperoleh pada 90 kg K2O ha-1
dengan pemberian abu sekam. Pada kombinasi pupuk ini pada tumpangsari,
produktivitas jagung tercapai 7,24 ton ha-1 dan kedelai 1,85 ton ha-1, tetapi pada
monokultur produktivitas jagung tercapai 8,53 ton ha-1 dan kedelai 3,9 ton ha-1.
Nisbah kesetaraan lahan pada tumpangsari diperoleh >1, dengan kisaran
NKL1,37-1,49 yang berarti sistem tumpangsari meningkatkan efisiensi lahan | id |