Analisis Biaya Dan Manfaat Kelembagaan Pengelolaan Waduk Cirata Provinsi Jawa Barat
View/ Open
Date
2017Author
Kusumawardhani, Andini
Hidayat, Aceng
Ismail, Ahyar
Metadata
Show full item recordAbstract
Waduk Cirata dibangun dengan membendung Sungai Citarum yang
memiliki tujuan utama untuk menyediakan pasokan air bagi Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA) yang memasok kebutuhan listrik Pulau Jawa dan Bali.
Budidaya perikanan menggunakan sistem Keramba Jaring Apung (KJA)
diperbolehkan sebagai kompensasi bagi korban genangan pembangunan Waduk
Cirata. Seiring berjalannya waktu, kegiatan KJA di Waduk Cirata semakin
berkembang karena dianggap sebagai usaha yang menguntungkan. Jumlah KJA
semakin meningkat setiap tahunnya, bahkan hingga melebihi jumlah yang
direkomendasikan. Pada tahun 2014 jumlah KJA di Waduk Cirata tercatat sebanyak
68.481 petak KJA. Jumlah tersebut jauh melebihi batas maksimum KJA sesuai yang
ditetapkan berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 tentang
tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian dan Kawasan
Waduk Cirata yaitu sebanyak 12.000 petak. Permasalahan yang timbul akibat situasi
tersebut adalah timbulnya eksternalitas berupa penurunan kualitas perairan,
meningkatnya blooming alga/eceng gondok, laju sedimentasi yang meningkat, dan
upwelling yang menimbulkan kematian ikan secara massal. Kondisi yang terjadi di
Waduk Cirata ini mengindikasikan adanya ketidakefektifan kelembagaan dalam
pengelolaan sumberdaya waduk. Jika kondisi ketidakefektifan kelembagaan seperti
ini terus berlangsung maka akan mengancam keberlanjutan Waduk Cirata.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mereview aturan main dalam pengelolaan
Waduk Cirata; (2) menganalisis persepsi stakeholder mengenai keberlanjutan
Waduk Cirata; (3) menganalisis redesign kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata
yang dapat mengakomodir semua kepentingan; dan (4) mengestimasi biaya dan
manfaat dari penerapan kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aturan main terkait dengan
pengelolaan dan pemanfaatan Waduk Cirata sudah ada namun pelaksanaannya
masih belum optimal. Berbagai hal yang ada hubungannya dengan pengelolaan dan
pemanfaatan Waduk Cirata telah diuraikan di dalam peraturan-peraturan yang ada,
seperti stakeholder yang terlibat, peran masing-masing stakeholder, koordinasi
antara stakeholder, perizinan pemanfataan, pelestarian kawasan, larangan,
pengawasan, sanksi, dan penegakan hukum. Kurangnya sosialisasi menjadi kendala
tidak terealisasinya peraturan-peraturan tersebut di lapangan. Pengawasan yang
masih minim dan penegakan yang masih longgar menjadikan banyak terjadinya
pelanggaran aturan main yang telah ada.
Persepsi responden mengenai keberlanjutan Waduk yang ditinjau
berdasarkan dimensi ekonomi, ekologi, pengelolaan, dan pemanfaatan adalah
bahwa Waduk Cirata saat ini dalam kondisi yang kurang berkelanjutan. Responden
KJA menyatakan bahwa dimensi pengelolaan menjadi dimensi dominan yang
menyebabkan kurangnya keberlanjutan Waduk Cirata sedangkan responden nonpetani
KJA menyatakan aspek sosial menjadi dimensi dominan yang harus
mendapatkan perhatian lebih dari para stakeholder terkait.
Desain kelembagaan pengelolaan Waduk Cirata merupakan kelembagaan
multistakeholder body yang melibatkan banyak pihak. Kelembagaan eksisting yang
sudah terbentuk (de facto) dalam faktanya belum mampu menjalankan fungsinya
dengan efektif. Kelembagaan yang sesuai dengan aturan main (de jure) tidak
berjalan di lapangan. Hasil redesign kelembagaan merupakan kelembagaan yang
diharapkan dari para stakeholder untuk dapat mengakomodir semua kepentingan di
Waduk Cirata. Koordinasi, pemahaman dari stakeholder, pengawasan, dan
penegakan hukum menjadi kunci penting dari implementasi redesign kelembagaan
pengelolaan Waduk Cirata untuk mewujudkan Waduk Cirata yang berkelanjutan.
Estimasi biaya transaksi dari penerapan kelembagaan pengelolaan Waduk
Cirata berdasarkan anggaran dari para stakeholder terkait adalah sebesar Rp
9.674.068.000,00 per tahun. Estimasi manfaat dari penerapan hasil redesign
kelembagaan adalah penghematan pengerukan sedimen yang berkisar Rp.
771.213.700,92 – Rp. 1.166.607.527,28 per tahun; pengurangan biaya pengerukan
eceng gondok sebesar Rp. 1.098.000.000,00 per tahun; penurunan laju sedimentasi
sebesar Rp. 2.748.651.743,00 per tahun; dan penurunan kematian ikan sebesar Rp.
55.469.494.165,00 per tahun
Collections
- MT - Economic and Management [2971]