Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi Di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung
View/Open
Date
2017Author
Sudiono
Sutjahjo, Surjono Hadi
Wijayanto, Nurheni
Hidayat, Purnama
Kurniawan, Rachman
Metadata
Show full item recordAbstract
Kebutuhan sayuran yang tersedia dengan cukup, nilai gizi, cita rasa dan
keamanan pangan merupakan tuntutan konsumen.Tuntutan tersebut memerlukan
ketentuan cara berproduksi sayur yang baik mengacu pada ketentuan Good
Agriculutral Practices (GAP) yang relevan dengan kondisi Indonesia (Indo-
GAP). Tanaman sayuran dalam budidayanya menghadapi kendala produksi
seperti hama, penyakit dan gulma yang berdampak kurang maksimalnya produksi
yang dihasilkan. Konsep GAP dan pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan
konsep yang saling melengkapi yang pada akhirnya bermuara pada keberlanjutan
usahatani berwawasan lingkungan.
Tujuan utama penelitian ini adalahmenyusun model strategi kebijakan
usahataniberkelanjutan berbasis sistem PHT pada tanaman sayuran dataran tinggi
di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, dengan tujuan antara adalah (1)
menganalisis kondisi saat ini berupa karakteristik lingkungan (biofisik, kimia,
sosial, ekonomi), jenis dan intensitas serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT) pada tanaman sayuran, dan indek keanekaragaman vegetasi,
2)menganalisis status berkelanjutan usahatani berbasis sistem PHTdan GAP pada
tanaman sayuran dataran tinggi, (3) menganalisis sistem dinamik usahatani
berkelanjutan berbasis sistem PHT dan GAP, dan (4) merumuskan arahan
kebijakan dan strategi usahatani berkelanjutan tanaman sayuran dataran tinggi
berbasis sistem PHT.
Metode penelitian dilakukan secara eksploratif berorientasi pada tujuan
dengan tahapan, yaitu studi literatur (desk study) yang dilanjutkan survei
lapangan, analisis laboratorium, dan wawancara.Analisis keanekaragaman
vegetasiberdasarkan Indeks Shannon, intensitashama dan penyakit.Status
keberlanjutan kawasan permukiman di wilayah penelitian dianalisis dengan teknik
Multi Dimensional Scaling (MDS) untuk dimensi-dimensi ekologi, ekonomi,
sosial, teknologi dan kelembagaan. Model sistem dinamik usahatani padatahapan
pengembangan model, yaitu analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi
sistem, simulasi model, dan pengujian model dengan alat bantuPowersim.
Formulasi dan strategi kebijakan menguggunakan teknik A’WOT merupakan
kombinasi AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan analisis SWOT (Stengths,
Weaknesses, Opportunities dan Threats).
Hasil penelitian karakteristik lingkungan berupa kesuburan tanah dengan
kriteria rendah sampai sedang, residu pestisida di bawah batas maksimum yang
diperbolehkan, danindeks keanekaragaman pada tipologi polikultur agroforestri
lebih besar dibandingkan dengan dengan tipologi polikultur pertanian dengan nilai
perbandingan 0.74:0.64 keduanya termasuk kategori keanekaragaman yang
sedikit atau rendah (lebih kecil dari 1 (H’ < 1)). Intensitas serangan hama pada
lokasi polikultur pertanian pada kisaran 7.2% sampai 81.67% dan kejadian
penyakit 0.65% sampai 100%, sedangkan lokasi polikultur agroforestri pada
kisaran serangan hama 8.83% sampai 26.67% dan kejadian penyakit 0.65%
sampai 26.67%. Intensitas serangan hama dan kejadian penyakit lokasi polikultur
agroforestri lebih rendahdibandingkan polikultur pertanian.
Ada 20 atribut dari 63 atribut yang sensitif terhadap status keberlanjutan.
Indeks keberlanjutan usahatani tanaman sayuran termasuk kriteria kurang
berkelanjutandengan indeks gabungan sebesar 48.13. Indeks keberlanjutan yang
paling tinggi adalah dimensi sosial dan ekonomi masing-masing sebesar 60.90
dan 51.39 termasuk kriteria cukup berkelanjutan. Sedangkan dimensi ekologi,
teknologi dan kelembagaan masing-masing sebesar 48.54;38.36; dan 40.61
termasuk kriteria kurang berkelanjutan.
Hasil simulasi dengan menggunakan sistem dinamik untuk menentukan
rumah tangga petani, pendapatan petani, dan luas lahan sayuran di Kabupaten
Tanggamus berdasarkan kondisi saat ini dengan 3 (tiga) skenario,yaitu skenario
saat ini (tanpa intervensi), pada tahun 2017 rumah tangga petani sebesar 104.929
KK yang meningkat pada tahun 2030 menjadi 128.613 KK pendapatan petani
pada akhir periode simulasi menjadi Rp434.526.807 dari luas lahan seluas 4.029
ha, skenario pesimis pada tahun 2017 rumah tangga petani sebesar 100.753 KK
yang mengalami peningkatan pada tahun 2030 menjadi 116.252 KK dengan
pendapatan pada skenario ini menjadi Rp470.170.405 dari luas lahan 4.243 ha,
dan skenario optimis pada tahun 2017 rumah tangga petani sebesar 100.111 KK
yang mengalami peningkatan pada tahun 2030 menjadi 107.892 KK dengan
pendapatan petani secara total menjadi Rp508.916.172 pada lahan seluas 4.464
ha.
Hasil analisis A’WOT faktor kekuatan utama adalah beberapa jenis sayuran
yang dapat dibudidayakan dengan baik di Kabupaten Tanggamus,tersedianya
sarana infrastruktur yang baik, yaitu jalan dan akses untuk proses produksi dan
pemasaran, dan tersedianya sarana produksi (benih) yang cukup baik kualitas
maupun kuantitas. Sedangkan faktor kelemahan yang harus diperhatikan, yaitu
lembaga pembiayaan (modal) untuk usahatani tanaman sayuran sangat kurang,
tahap implementasi teknologi PHT danGAP masih menemui banyak kendala, dan
jumlah rumah tangga yang menekuni profesi sebagai petani masih dominan.
Faktor peluang yang ada, yaitu tersedianya teknologi PHT dan GAP,kampanye
pemanfaatan produk dalam negeri dan mengurangi impor bahan pangan semakin
kuat, dan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraaan petani
sayuran sangat tinggi. Ancaman yang perlu diperhatikan, yaitu belum ada
landasan operasional perlindungan dan pemberdayaan petani, lembaga
pembiayaan (modal) untuk usahatani tanaman sayuran sangat kurang, dan pada
tahap implementasi teknologi, dan GAP masih menemui banyak kendala.Enam
strategi yang menjadi prioritas dengan urutan, yaitupenyusunan regulasi dan
standarisasi operasional yang mengatur implementasi PHT dan GAP, memperkuat
kelembagaan petani, permodalan, dan asuransi pertanian; penyusunan legalitas
operasional perlindungan dan pemberdayaan petani, intensifikasi pertanian dalam
rangka meningkatkan kuantitas, kualitas, aman, dan berwawasan lingkungan
dalam rangka ketahanan dan kemandirian pangan, optimalisasi alih teknologi
melalui sosialisasi atau penyuluhan teknologi PHT dan GAP tanaman sayuran,dan
pengembangan teknologi pengendalian berbasis sistem PHT yang murah dan
alternatif sarana produksi yang efektif dan efisien.