Model Transformasi Pesantren Dalam Mewujudkan Keberlanjutan Pangan
View/Open
Date
2017Author
Pradini, Septalina
Alikodra, Hadi S
Pranadji, Tri
Hasim
Metadata
Show full item recordAbstract
Persoalan dalam pembangunan pertanian muncul akibat ketidakseimbangan
pengelolaan sumber daya alam (SDA) serta struktur dan kultur sumber daya
manusia (SDM) yang lemah, sehingga dapat mengakibatkan krisis pangan.
Kegagalan pembangunan SDM dan kelembagaan pada sektor pertanian juga
memudarkan budaya pertanian maupun keberlanjutan pangan. Oleh karena itu,
dibutuhkan SDM berkompetensi, terampil, serta mampu menyeimbangkan nilai
spiritual. Pembangunan SDM tersebut mampu diperankan oleh lembaga sosial
berbasis keagamaan. Salah satunya pesantren yang sudah mengakar dalam
masyarakat dan memiliki potensi serta kekuatan untuk menyatukan nilai spiritual
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pada tahun 2013 tercatat 29 535
pesantren dengan jumlah santri mencapai 3 876 696 orang. Data tersebut
menunjukkan potensi yang besar bagi pembangunan bangsa, termasuk
pembangunan pertanian. Namun pesantren juga menghadapi berbagai persoalan
internal maupun eksternal kelembagaan sesuai tuntutan masyarakat dan
modernisasi. Oleh karena itu, pesantren perlu melakukan perubahan menuju
pesantren masa depan dengan karakter unggul: mandiri, berkeadilan dan
menerapkan prinsip-prinsip ekologi dalam mengelola potensi yang dimilikinya
Perubahan secara menyeluruh, terstruktur, dan terus menerus sebagai proses
transformasi terhadap sistem pesantren dan sistem pertanian menjadi keniscayaan
yang tidak bisa dihindarkan lagi. Dengan demikian, diperlukan model
transformasi untuk mengintegrasikan aspek ekologi, sosial dan ekonomi dalam
perubahan pesantren masa depan.
Penelitian bertujuan untuk: (1) Menganalisis keragaan pesantren ditinjau
dari aspek manajemen, SDM, dan tradisi; (2) Menganalisis sistem pertanian yang
dilakukan pesantren saat ini; (3) Menganalisis kompleksitas perubahan pesantren
terhadap unsur kelembagaan, SDM, serta nilai universal pesantren dalam
mewujudkan keberlanjutan pangan; dan (4) Merancang model transformasi
pesantren yang mampu menjadi agen of change secara holistik dengan strategi
yang terarah untuk mewujudkan keberlanjutan pangan. Pendekatan soft system
methodology (SSM) digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Pemilihan
obyek penelitian dilakukan secara purposive pada 6 pesantren di 3 kabupaten: (1)
Yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah, Ciampea - Bogor; (2) Pesantren
Asshiddiqiyah 7, Cijeruk - Bogor; (2) Yayasan Pendidikan Islam Al Uzlah, Pacet
- Cianjur; (4) Yayasan Pesantren Al Muhajirin Al Musri, Ciranjang - Cianjur; (5)
Yasayan Pesantren Al Barkah, Soreang - Bandung; dan (6) Pesantren Al Ittifaq,
Ciwidey - Bandung. Analisis data dilakukan dengan metode SAST (Strategic
Assumption Surfacing and Testing) untuk membangun asumsi strategis, ISM
(Interpretive Structural Model) untuk menstrukturkan sistemnya, serta MPE
(Metode Perbandingan Eksponensial) untuk penentuan prioritas strategi
implementasi model. Validasi model konseptual digunakan metode face validity.
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan in depth interview diperoleh
keragaan pesantren dikategorikan menurut aspek manajemen, SDM dan tradisi
dalam 3 kondisi: baik, sedang, dan kurang. Pesantren dengan kategori baik adalah
pesantren yang memiliki: manajemen baik dan jelas, SDM Islami yang
berkarakter, konsisten dalam tradisi, bijak dalam memanfaakan dan mengelola
SDA, teknologi ramah lingkungan serta memiliki skema dan sumber pembiayaan
benar dan jelas.
Asumsi yang diperlukan sebagai persyaratan untuk mendorong keberhasilan
perubahan pesantren: (1) memiliki tokoh pemimpin progresif, tidak hanya
menjadi leader tetapi juga manajer; (2) nilai pesantren dilembagakan untuk
membangun karakter secara individu maupun kolektif; serta (3) memiliki
modalitas kuat dalam bentuk lembaga formal yang dapat meningkatkan
kapabilitas pesantren untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat.
Untuk antisipasi terhadap persoalan transformasi pesantren disyaratkan: (1)
perubahan dikelola dengan baik dan (2) memiliki orientasi perubahan pada
pertumbuhan hijau. Orientasi dalam pengelolaan sumber daya pesantren perlu
dijalankan dengan komitmen bersama, peningkatan kemampuan inovasi, patuh
terhadap regulasi, serta menganut pola hidup hemat untuk keberlanjutannya.
Model konseptual dibangun dengan proses peralihan bentuk organisasi
dalam sistem transformasi pesantren. Prosesnya dilakukan dengan pengembangan
fungsi pesantren untuk mengelola potensi sumber daya pertanian (SDP) guna
mewujudkan keberlanjutan pangannya serta didukung kelembagaan pengelola
SDP dan budaya organisasinya agar menjadi pesantren ideal yang mampu
menerangi kehidupan masyarakat. Berdasarkan proses transformasinya dihasilkan
3 model, yaitu (1) model pembangunan spiritual kolektif yang dilandaskan pada
the deep ecology guna membangun komitmen dengan benar; (2) model
pengelolaan sumber daya pertanian pesantren sebagai proses pengelolaan sumber
daya alam yang sesuai dengan paradigma keberlanjutan lingkungan dan teologis;
(3) model kelembagaan pengelola sumber daya pertanian dengan penguatan
kelembagaan ekonomi umat berdasarkan keimanan dan amal saleh yang
menciptkan keseimbangan material dan spiritual serta kepentingan individu dan
masyarakat.
Strategi implementasi model sebagai tindak lanjut proses transformasi
pesantren untuk keberlanjutan pengelolaan sumber daya pertanian dibangun dari
pembentukan komitmen, konservasi sumber daya pertanian dan optimalisasi
sumber daya pertanian. Berdasarkan hasil analisis MPE diperoleh 5 prioritas
strategi, yaitu (1) Pengembangan kompetensi SDM pesantren; (2) Pengkaderan
pimpinan pesantren dengan kepemimpinan spiritual; (3) Pengembangan visi-misi
pesantren sesuai paradigma baru dalam keberlanjutan pangan; (4) Pengembangan
usaha produktif dengan inklusif bisnis; (5) Pembentukan struktur organisasi yang
sesuai dengan fungsinya. Kelima prioritas strategi tersebut sesuai konsep
transformasi 4R melalui tahapan renew, restructure, reframe, dan revitalize.