Preservasi Jaringan Tanaman, Deteksi Dan Identifikasi Fitoplasma Pada Kacang Tanah Bergejala Sapu Dengan Teknik Nested-Pcr
View/Open
Date
2017Author
Pulogu, Siska Irhamnawati
Mutaqin, Kikin Hamzah
Giyanto
Metadata
Show full item recordAbstract
Fitoplasma adalah bakteri tanpa dinding sel yang menginfeksi jaringan
floem tanaman. Penyakit sapu tanaman kacang tanah yang disebabkan oleh
fitoplasma umum ditemukan di Indonesia. Deteksi fitoplasma pada tanaman
masih cukup sulit dilakukan dengan pendekatan konvensional karena patogen ini
bersifat obligat dan seringkali terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah.
Teknik molekuler telah banyak digunakan dalam penelitian fitoplasma untuk
mengatasi beberapa kendala ketika menggunakan metode konvensional.
Polymerase chain reaction (PCR) adalah metode yang handal untuk mendeteksi
fitoplasma pada tanaman inang. Namun berbagai faktor dapat mempengaruhi
deteksi fitoplasma dengan metode PCR, termasuk penyediaan tanaman segar.
Pengiriman contoh tanaman dalam waktu lama di perjalanan maupun
penyimpanan yang tidak tepat di laboratorium dapat mengakibatkan munculnya
senyawa-senyawa yang dapat menghambat amplifikasi DNA target. Penelitian ini
bertujuan menentukan aspek lama, suhu, dan media penyimpanan yang optimal
untuk jaringan tanaman kacang tanah terinfeksi fitoplasma, mengevaluasi
amplifikasi DNA yang optimal dalam deteksi fitoplasma menggunakan nested-
PCR, dan identifikasi fitoplasma berdasarkan analisis nukleotida gen 16S rRNA.
Penyimpanan contoh tanaman kacang tanah bergejala sapu pada suhu dan
media berbeda dalam periode waktu 4 minggu menunjukkan hasil yang bervariasi.
Penyimpanan contoh selama 4 minggu pada suhu -20 ºC dan suhu 4 ºC hingga
minggu ke-3 tidak mengalami perubahan bentuk dan sedikit terjadi perubahan
warna contoh jaringan tanaman. Penyimpanan contoh pada suhu 25 ºC dalam
bufer CTAB selama 4 minggu tidak mengalami perubahan bentuk maupun warna.
Contoh yang tetap segar sebagai bahan untuk ekstraksi DNA total menggunakan
metode CTAB menghasilkan DNA pada kualitas dan kuantitas DNA yang
memadai berdasarkan pengukuran absorbansi dengan nanodrop spektrofotometer.
Sementara itu, jaringan yang disimpan menggunakan FTA-card menghasilkan
DNA dengan konsentrasi yang sangat tinggi dibandingkan hasil metode ekstraksi
tersebut, namun dengan kualitas kemurnian yang rendah.
DNA total hasil ekstraksi dari penyimpanan jaringan pada berbagai
kondisi dan DNA dari penyimpanan dengan FTA-card ketika dijadikan template
dalam PCR standar menggunakan pasangan primer P1/P7 menunjukkan bahwa
tidak semua DNA fitoplasma terdeteksi positif. Namun, pengujian selanjutnya
amplikon-amplikon PCR dengan primer P1/P7 tersebut sebagai template untuk
nested-PCR menggunakan fU5/rU3 mampu meningkatkan detektabilitas
fitoplasma yang berasal dari penyimpanan contoh pada berbagai kondisi dengan
memberikan hasil positif dari contoh yang negatif pada PCR standar. Analisis
nukleotida parsial gen 16S rRNA fitoplasma produk PCR standar berukuran
sekitar ±850 pb dengan menggunakan PCR standar menunjukkan homologi
dengan persentase tertinggi senilai 96% dengan beberapa strain yang data
nukleotidanya tersimpan di GenBank NCBI. Beberapa strain fitoplasma yang
terdekat adalah Sweet potato little leaf dan Peanut witches' broom phytoplasma.
Cara penyimpanan jaringan tanaman yang terinfeksi fitoplasma yang
optimum untuk mempertahankan kuantitas dan kualitas asam nukleat yang
diekstraksi dapat dimanfaatkan dalam kegiatan penelitian dan maupun terapan
yang melibatkan metode deteksi dan identifikasi menggunakan metode molekuler
untuk patogen tumbuhan lain.
Collections
- MT - Agriculture [3859]