Embriogenesis Dan Desikasi Embrio Somatik Jeruk Keprok Batu 55 (Citrus Reticulata Blanco.) Untuk Meningkatkan Frekuensi Perkecambahan
View/Open
Date
2017Author
Rahmi, Atika Fathur
Purwito, Agus
Husni, Ali
Dinarti, Diny
Metadata
Show full item recordAbstract
Jeruk merupakan salah satu komoditas buah unggulan karena banyak
digemari masyarakat dan sangat berpotensi untuk dikembangkan. Tahun 2000
Kementerian Pertanian telah menetapkan jeruk sebagai salah satu dari 10
komoditas utama hortikultura. Jeruk Keprok Batu 55 (Citrus reticulata Blanco.)
merupakan salah satu jeruk lokal unggulan nasional yang memiliki potensi untuk
dikembangkan dan ditingkatkan karakternya menjadi seedless, berproduksi tinggi
serta tahan serangan hama dan penyakit, agar dapat memenuhi selera konsumen
sehingga mampu bersaing di pasar global. Keberhasilan peningkatan karakter dan
kualitas jeruk melalui bioteknologi in vitro sangat tergantung pada penguasaan
sistem regenerasi, khususnya jalur emriogenesis somatik. Proses regenerasi jeruk
melalui embriogenesis somatik telah dapat dicapai, namun masih terdapat
beberapa permasalahan seperti rendahnya jumlah bibit somatik yang dihasilkan
dan tingginya abnormalitas pada proses regenerasinya menjadi planlet.
Perlakuan pengeringan (desikasi) dapat meningkatkan perkecambahan. Efek
cekaman kekeringan yang secara tidak langsung diterima embrio ketika proses
desikasi, dapat meningkatkan pertumbuhan awal pada embrio. Sel yang sedikit
tercekam saat desikasi akan terpacu untuk meningkatkan proses metabolisme
ketika disubkultur ke media perkecambahan yang optimal. Perendaman benih
somatik menggunakan desikan poly-ethylene-glikol (PEG) 8000 dilakukan pada
penelitian ini untuk meningkatkan frekuensi perkecambahan. PEG dilaporkan
tidak mempunyai efek toksik pada tanaman, larut sempurna dalam air dan
menurunkan potensial air secara homogen, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
osmotikum. Keberadaan PEG sebagai osmotikum menghambat eksplan untuk
dapat menyerap air dan nutrisi yang terlarut di dalam media.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan metode
embriogenesis somatik pada tanaman jeruk. Penelitian disusun atas 4 tahap
percobaan paralel yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu
1) Proliferasi kalus embriogenik, jeruk FS6, S12, dan Keprok Batu 55; 2) Induksi
maturasi embrio somatik jeruk Keprok Batu 55; 3) Desikasi dan germinasi embrio
somatik jeruk Keprok Batu 55; 4) Pertumbuhan planlet jeruk Keprok Batu 55
hasil embriogenesis somatik dan aklimatisasi
Hasil proliferasi pada media dasar (MS dengan vitamin MW) yang
diperkaya 500 mg L-1 EM dan 3 mg L-1 BAP menunjukkan kalus jeruk Keprok
Batu 55 memberikan hasil proliferasi yang paling baik dibandingkan kalus jeruk
FS6 dan S12, serta cukup berpotensi diteruskan ketahapan berikutnya untuk
diregenerasikan. Perbedaan media yang digunakan memberikan hasil maturasi
yang berbeda pada ES jeruk Keprok Batu 55. Media dasar dengan penambahan
500 mg L-1 EM dan 2.5 mg L-1 ABA memberikan hasil maturasi embrio somatik
(ES) terbaik, dengan pembentukan embrio dewasa tertinggi pada minggu ke-10,
yaitu 255 kotiledon.
Perendaman ES (fase kotiledon) jeruk Keprok Batu 55 selama 6 dan 9 jam
(sebelum pengecambahan) dengan larutan desikan (PEG 8000), berhasil
meningkatkan frekuensi perkecambahan dan jumlah kecambah normal.
Perendaman selama 9 jam memberikan hasil tertinggi dengan efisiensi
perkecambahan mencapai 90.29%. Rata-rata 4.51 embrio dapat berkecambah dan
2.80 diantaranya berhasil membentuk kecambah normal, dari lima ES yang
dikecambahkan pada setiap botol.
Hasil pengamatan pertumbuhan planlet jeruk Keprok Batu 55 pada media
pembesaran menunjukkan perbedaan media berpengaruh terhadap pertumbuhan
tinggi planlet. Planlet yang ditanam pada media dengan panambahan 2 g L-1 arang
aktif menunjukkan tinggi rata-rata hampir dua kali lipat tinggi planlet pada media
tanpa penambahan arang aktif. Planlet dari ES yang sebelum perkecambahan
direndam larutan desikan PEG 2.5% menunjukkan hasil paling baik pada
beberapa parameter pengamatan, seperti: persentase planlet normal, bertunas,
berdaun, dan berakar. Terdapat interaksi antara perbedaan media pembesaran
dengan konsentrasi PEG (pada larutan desikan) terhadap jumlah akar per eksplan
dan persentase planlet yang membentuk ES. Aklimatisasi planlet hasil
embriogenesis jeruk Keprok Batu 55 berumur 12 MST pada media pembesaran
menunjukkan daya hidup yang rendah, rata-rata planlet hanya bertahan hingga
minggu kedua pada aklimatisasi. Daya hidup planlet yang rendah saat aklimatisasi
diduga karena planlet masih terlalu muda dan belum cukup siap untuk
diaklimatisasi.
Collections
- MT - Agriculture [3859]