Rekayasa Proses Transformasi Hasil Pertanian Dalam Rangka Diversifikasi Fungsi Produk Dan Peningkatan Nilai Tambahnya
Abstract
Secara geografis, Indonesia terletak di wilayah khatulistiwa sehingga
merupakan kawasan tropis yang memiliki dua musim, yakni musim
hujan dan musim kemarau. Hal ini memberikan peluang tumbuh
dan dibudidayakannya tanaman-tanaman tropis yang khas dan
bernilai ekonomi sangat tinggi.
Berdasarkan data BPS (2010), penduduk Indonesia yang bekerja di
sektor pertanian mencapai sekitar 38,35% dari tenaga kerja yang
ada, sektor perdagangan sekitar 20,79%, sektor jasa sekitar 14,75%,
sektor industri pengolahan sekitar 12,78%, dan lain-lain sekitar
13,34%. Dengan demikian, sektor pertanian termasuk agroindustri
di dalamnya masih memegang peranan penting bagi perekonomian
Indonesia.
Melalui sistem tanam paksa dan kapitalisme liberal yang
dikembangkan setelah tahun 1870, Belanda melakukan eksploitasi
dua komoditas utama, yaitu kopi dan tebu di Jawa. Pada era tersebut,
Jawa dikenal sebagai pengekspor utama gula di dunia dengan ratarata
nilai ekspor sekitar 12 juta gulden per tahun. Keberhasilan
pengembangan komoditas tersebut diikuti oleh komoditas lainnya
seperti teh dan kina (kedua komoditas tersebut dikembangkan oleh
pemerintah Hindia Timur terutama di Jawa dan Sumatera), karet,
tembakau, minyak atsiri, serta rempah-rempah. Usaha perkebunan
yang dirintis oleh Belanda saat itu dapat dikatakan sebagai cikal
bakal adanya agroindustri di Indonesia (Mangunwidjaja dan Saillah
2009).