Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Dana Dekonsentrasi Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup
View/Open
Date
2016Author
Orchidea, Meidiza Dwi
Mulatsih, Sri
Purnamadewi, Yeti Lis
Metadata
Show full item recordAbstract
Berdasarkan UU No. 32/2009 Pemerintah daerah diwajibkan untuk menyediakan anggaran berbasis lingkungan hidup sebagai salah satu upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan. Anggaran Fungsi Lingkungan Hidup di daerah rata-rata masih berada di bawah 1% dari total APBD. Alokasi anggaran fungsi lingkungan hidup di daerah masih rendah yang mengakibatkan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup juga rendah sehingga dapat menghambat tercapainya sasaran prioritas nasional di bidang lingkungan hidup. Salah satu mekanisme untuk mendorong pemerintah daerah mematuhi kebijakan nasional (pro-environment) adalah dengan mengalokasikan pendanaan dekonsentrasi lingkungan bagi provinsi.
Alokasi pendana dekonsentrasi ke daerah harus sesuai dengan indikator rekomendasi menteri keuangan dan indikator teknis lingkungan. Faktanya, besaran alokasi dana dekonsentrasi belum berdasarkan indikator tersebut, terbukti, selama tahun 2009 hingga 2011, penetapan besaran alokasi pendanaan dekonsentrasi lingkungan hidup ke daerah masih dibagi sama rata yaitu sebesar Rp 500 juta per provinsi. Padahal tiap-tiap daerah memiliki karakteristik dan permasalahan lingkungan yang berbeda-beda. Pada tahun 2012 dan 2013, seiring alokasi dana dekonsentrasi yang meningkat, pembagian besar alokasi dana dekonsentrasi lingkungan hidup sudah mulai berbeda-beda tiap daerahnya, namun apakah penetapannya telah mengikuti indikator yang disyaratkan, hal inilah yang perlu dibuktikan. Sejak 2006, alokasi dana dekonsentrasi terus mengalami peningkatan. Alokasi dana tersebut diharapkan dapat memenuhi target indikator kinerja utama di bidang pengelolaan lingkungan, seperti tercapainya upaya penurunan beban pencemaran, pengendalian kerusakan lingkungan, dan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia di daerah. Akan tetapi penurunan kualitas lingkungan terus terjadi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengkaji bagaimana implementasi kebijakan dana dekonsentrasi dan kualitas lingkungan hidup di Indonesia, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besaran alokasi dana dekonsentrasi di daerah dan (3) menganalisis efektivitas dana dekonsentrasi terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup. Data yang digunakan adalah data panel, dengan data cross section 32 provinsi dalam periode 2009 – 2013. Metode analisis data adalah analisis dekstiptif dan analisis ekonometrik data panel. Variabel independen pada model faktor penduga alokasi dana dekonsentrasi yaitu berdasarkan indikator rekomendasi menteri keuangan terdiri dari IPM dan KFD, sedangkan indikator teknis lingkungan terdiri dari pengendalian pencemaran yang diproksi dengan jumlah industri, pengendalian kerusakan yang diproksi dengan luas tutupan lahan dan peningkatan kapasitas yang diproksi dengan jumlah aduan kasus lingkungan hidup. Variabel independen pada model faktor penduga kualitas lingkungan yaitu dana dekonsentrasi, PDRB dan kepadatan penduduk.
Hasilnya menunjukan bahwa kualitas lingkungan hidup di daerah menjadi penentu besaran alokasi dana dekonsentrasi yang diberikan. Daerah yang
memiliki kualitas lingkungan hidup yang rendah mendapatkan alokasi dana dekonsentrasi yang lebih besar. Berdasarkan analisis data panel diketahui bahwa indikator jumlah industri dan jumlah aduan kasus lingkungan berpengaruh positif nyata terhadap besaran alokasi dana dekonsentrasi di daerah. Kapasitas Fiskal Daerah dan Luas Tutupan Lahan berpengaruh negatif nyata terhadap besaran alokasi dana dekonsentrasi di daerah. Sedangkan IPM berpengaruh negatif tidak nyata terhadap besaran alokasi dana dekonsentrasi di daerah. Hasil juga menunjukan bahwa dana dekonsentrasi dan kepadatan penduduk berpengaruh positif nyata terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup. PDRB berpengaruh negatif nyata terhadap kualitas lingkungan.
Berdasarkan hasil tersebut, dana dekonsentrasi masih dapat dipertahankan, karena memiliki pengaruh terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup, namun alokasinya harus mempertimbangkan permasalahan atau kondisi yang terjadi pada daerah melalui indikator yang disyaratkan oleh menteri keuangan dan indikator teknis lingkungan, agar keseimbangan pendanaan ke daerah merata dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sebaiknya, Pemerintah membuat dan menetapkan formulasi atau perumusan dalam menentukan besaran alokasi dana dekonsentrasi ke daerah, seperti halnya pada Dana Alokasi Umum. Sesuai amanat pada PP Nomor 7 tahun 2008, bahwa Kementerian/Lembaga wajib menyusun indikator teknis dan mempertimbangkan keseimbangan pendanaan dalam menentukan besaran alokasi dana dekonsentrasi di daerah.