dc.description.abstract | Rotan merupakan salah satu kekayaan hutan Indonesia sebagai negara
tropis. Saat ini ketersediaan rotan sangat banyak di hutan Indonesia terutama di
wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera dengan jumlah produksi rata-rata
sebesar 690.000 ton pada tahun 2010 sehingga menjadikan Indonesia sebagai
pemasok utama kebutuhan rotan dunia. Sebagai salah satu kekayaan alam hayati
Indonesia, rotan mampu menyumbang devisa terbesar dari hasil hutan bukan kayu
dibandingkan komoditas hasil hutan bukan kayu lainnya dengan penerimaan
ekspor pada tahun 2012 sebesar USD 286,72 juta, sedangkan minyak atsiri hanya
menyumbang USD 222,97 juta dan hasil hutan ikutan sebesar USD 43,14 Juta.
Sedangkan dari industri kursi rotan dan mebel rotan sendiri menyumbang sebesar
USD 151,66 juta (Kemenprin, 2013).
Menurut Kemenprin (2013), pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi
ketiga (7,68%) dalam perdagangan kursi rotan dan mebel rotan di pasar global
setelah China (20,72%) dan Italia (17,71%). Kemunduran industri rotan terjadi
karena dikeluarkannya kebijakan pembukaan kran ekspor rotan mentah pada
tahun 2005 yang menyebabkan industri rotan Indonesia memburuk, kemudian
pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan pada tahun 2009 melalui SK
Menteri Perdagangan No.36/M-DAG/PER/8/2009 tentang pembatasan ekspor
rotan untuk jenis diameter tertentu. Peraturan ini melarang ekspor rotan asalan
dari jenis rotan apapun. Kemudian di tahun 2011 pemerintah menegaskan
pelarangan ekspor rotan mentah yang tertuang dalam SK Menteri Perdagangan
No.35/M-DAG/PER/11/2011. Perubahan kebijakan diharapkan mampu
meningkatkan daya saing serta nilai ekspor kursi rotan dan mebel rotan, oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat daya saing komoditas
kursi rotan dan mebel rotan serta faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
ekspornya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari
berbagai sumber seperti BPS, Uncomtrade, World Bank, dan CEPII pada periode
tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 yang meliputi delapan negara terbesar
pengimpor yaitu Amerika, Jerman, Jepang, Prancis, Belanda, Inggris, Belgia, dan
Italia. Metode analisis yang digunakan yaitu Revealed Comparative Advantage
(RCA), Export Product Dynamic (EPD), estimasi faktor penentu nilai ekspor
dengan model gravity yang variabel dependennya nilai ekspor dan variable
independenya adalah GDP per kapita negara pegimpor, GDP per kapita Indonesia,
jarak ekonomi, nilai tukar riil, harga barang, dan kebijakan larangan ekspor rotan
mentah. Kemudian untuk mengetahui potensi perdagangan dilakukan analisis
rasio potensi perdagangan.
Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan
komparatif dalam perdagangan kursi rotan dan mebel rotan di delapan negara
pengimpor, sedangkan hasil analisis EPD menunjukkan Indonesia berada di
kuadran rising star di negara Amerika, Jepang, dan Inggris untuk komoditas kursi
rotan, yang artinya kursi rotan Indonesia memiliki keunggulan kompetitif serta
pertumbuhan yang tinggi di ketiga negara tersebut. Sedangkan negara lainnya
berada di kuadran lost opportunity yang artinya permintaan barang tersebut tinggi
namun Indonesia belum mampu untuk memenuhinya. Untuk komoditas mebel
rotan, hasil analisis EPD menunjukkan bahwa Indonesia berada di kuadran rising
star di negara Amerika dan Jepang, sedangkan negara lainnya pada kuadran lost
opportunity.
Analisis model gravity menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai ekspor kursi rotan adalah semua variabel independen yang di
amati, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor mebel rotan
adalah GDP per kapita pengimpor, GDP per kapita Indonesia, jarak ekonomi, dan
harga barang. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan pasar kursi rotan ke
negara Jepang, Belanda, dan Belgia. Sedangkan untuk mebel rotan semua negara
berpotensi untuk dilakukan pengembangan pasar. | id |