dc.description.abstract | Kajian tentang Pesantren sudah banyak dilakukan, baik oleh peneliti
dalam negeri maupun maupun peneliti asing, namun penelitian pesantren dengan
setting sosio ekonomi pedesaan belum banyak dilakukan. Pesantren dan kyai
tidak dapat dipisahkan dari sejarah desa, terutama desa-desa di pulau Jawa.
Pesantren yang pada awalnya adalah lembaga pendidikan, seiring dengan
perjalanannya, berperan juga pada fungsi sosio politik. Dengan peran sosio
politiknya, pesantren harus bersinggungan dengan kekuasaan. Peran sosio politik
pesantren, sekalipun tidak sekeras pada masa kolonial ataupun pada pasca
kemerdekaan, tetap ada sampai saat ini. Munculnya isu ekonomi syariah dan
pembangkitan ekonomi Islam di Indonesia juga mempengaruhi pesantren sebagai
lembaga tradisional masyarakat Islam Indonesia. Saat ini beberapa pesantren
memunculkan isu tentang kemandirian ekonomi mendampingi peran pendidikan
yang sudah sejak lama dijalaninya. Dengan peran sosio ekonominya, menjadi
logis untuk mengaitkan pesantren dengan peta kelas menengah dan demokratisasi
di Indonesia pada saat ini.
Penelitian ini secara umum dilakukan untuk melihat bagaimana struktur
dan nilai-nilai ekonomi pesantren bertransformasi pada kondisi dinamis sosial
politik saat ini, serta bagaimana peran kyai dalam proses transformasi tersebut.
Selanjutnya dengan cara menganalisis dan mengkonstruksi ingin diketahui: (1)
bentuk-bentuk kebersinggungan pesantren dengan dinamika sosial dan politik, (2)
proses pembentukan ruang-ruang ekonomi pesantren, (3) proses rasionalisasi
struktur pada ruang–ruang ekonomi pesantren, (4) nilai-nilai yang mengisi
struktur ruang-ruang ekonomi pesantren, (5) dampak struktur dan nilai-nilai yang
ada pada ruang-ruang ekonomi pesantren terhadap masyarakat di
sekelilingnya,dan (6) struktur dan nilai-nilai pesantren yang dikomparasi dengan
nilai ekonomi kapitalisme. Tujuan-tujuan tersebut selanjutnya digunakan untuk
menentukan peran dan posisi pesantren pada peran sosio ekonominya di pedesaan,
serta mengkaitkannya dengan isu kelas menengah dan demokratisasi. Tujuan ke
enam dari penelitian juga akan dimanfaatkan untuk merespon teori Weber
mengenai The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism.
Secara purposive, penelitian mengambil subyek kasus di dua pesantren
yaitu: pondok pesantren dan pimpinan pondok Pesantren (ulama) Roudlatul
Ulum Cidahu Kabupaten Pandeglang Banten, dan pondok dan pondok pimpinan
pondok pesantren Sidogiri, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Jenis penelitian
yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan paradigma
konstruktivisme. Studi ini menggunakan fieldwork, di mana peneliti hadir secara
fisik di lokasi dan institusi untuk mengobservasi dan mencatat segalanya secara
langsung. Untuk melaksanakan fieldwork, peneliti menggunakan kerangka multi
metode yaitu partisipatif, historis dan etnografis secara bersamaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perebutan pengaruh antara
penguasa dan pesantren, hal tersebut disebabkan karena keduanya merupakan alat
6
untuk mengatur kehidupan masyarakat menuju bonnum commune (kebaikan
bersama). Hubungan antara pesantren dengan penguasa atau negara cenderung
bersifat latent conflict. Pesantren mampu bertahan dengan situasi latent conflict
dengan dinamika sosial politik karena memiliki kemampuan melakukan proses
katabolisasi (catabolism) ruang-ruang sosial yang dimilikinya menjadi ruangruang
ekonomi. Kemampuan berkatabolisasi, tidak bisa lepas karena adanya
tradisi-tradisi akulturatif, sufism dan kepatuhan yang dimiliki sejak awal
kehadirannya. Hasil penelitian menunjukkan setidaknya ada lima fase katabolisme
yang terjadi di pesantren dari awal sejarahnya hingga saat ini. Dari poses
katabolisme tersebut, dapat dipetakan pertumbuhan komunitas pesantren. Dari
sisi kohesivitas sosial, terdapat dua komunitas pesantren yaitu komunitas kental
(concentrate community) dengan kohesivitas tinggi dan komunitas cair ( liquid
community) dengan kohesivitas yang lebih rendah.
Mengkatabolisasi ruang-ruang sosial menjadi ruang-ruang ekonomi
secara rasional dilakukan agar agama menemukan sisi profannya. Agama menjadi
realistis sebagai alat menjalani kehidupan. Rasionalisasi tersebut, dalam
terminologi islam dikenal sebagai Insijâm. Dengan hadirnya ruang-ruang
ekonomi pesantren, agama menjadi sebuah substansiasi bukan formalisasi.
. Sejalan dengan fase katabolisme yang dilaluinya, dalam hal
penyerapan dan pengelolaan modal didapati dua bentuk tahapan ekonomi di
pesantren yaitu kapitalistik embrionis (embryonic capitalistic) dan kapitalistik
matang (mature capitalistic). Sedangkan sistem akumulasi modal menghasilkan
sistem ekonomi-saluran (drainage economy) dan ekonomi-kolam (pond
economy). Ekonomi saluran menunjukkan sisi sosialisme pesantren, sedangkan
ekonomi kolam adalah representasi penguatan modal kapitalistik. Ekonomi
pesantren merupakan ekonomi sinkretik yang memadukan sosialisme sekaligus
penguatan modal.
Perbedaan kapitalistis pesantren dengan kapitalisme adalah pada
disisipinya nilai-nilai Islam sebagai orientasi ekonomi. Pertama adanya
keterlibatan seluruh elemen pesantren, baik yang di pinggir atau yang di tengah
pusaran kekuasaan dalam sebuah proses interaksi berbagi manfaat. Kedua, adanya
proses interaksi dalam bentuk dialektika kepatuhan sehingga tidak terjadi free
fight liberalism yang didasarkan pada kekuatan pemilikan modal semata. Ketiga,
keuntungan sebagai surplus usaha adalah cara untuk mempertahankan
kemandirian dan perlindungan umat bukan sekadar representasi dari kepentingan
sekelompok elite pesantren.
Berkaitan dengan isu ekonomi, politik dan demokrasi, transformasi
sosio ekonomi yang terjadi di pesantren melalui proses katabolisme adalah
sebuah "strategi bertahan hidup" dalam dunia modern. Penelitian ini
mendapatkan fakta bahwa pesantren memiliki resiliensi sosial, mempunyai
kemampuan mengembangkan komunitas, mempunyai kemampuan membangun
tradisi keilmuan dan budaya, dan menunjukkan kemampuan ekonomi untuk
membiayai dirinya. Dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya, pesantren
dapat disebut sebagai kelompok sosial kelas menengah dalam sistem sosial
Indonesia. | id |