Show simple item record

dc.contributor.advisorEfendi, Darda
dc.contributor.advisorPurwoko, Bambang Sapta
dc.contributor.advisorSantoso, Djoko
dc.contributor.authorRiyadi, Imron
dc.date.accessioned2017-01-30T06:49:39Z
dc.date.available2017-01-30T06:49:39Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82529
dc.description.abstractTanaman sagu mempunyai potensi penting dalam ketahanan pangan dan energi nasional karena sagu dapat memproduksi karbohidrat sebagai sumber pangan potensial dan sumber energi berkesinambungan yang dapat diperbarui. Tanaman sagu unggul mempunyai produktivitas atau rendemen pati sagu tinggi, umur relatif genjah serta memiliki kualitas tepung pati yang baik. Tanaman sagu unggul ini penting untuk dikembangkan secara massal untuk memenuhi kebutuhan benih tanaman sagu baik untuk peremajaan maupun penanaman baru. Perbanyakan sagu secara konvensional, menggunakan teknik perbanyakan vegetatif yaitu anakan (sucker), masih memiliki beberapa kendala antara lain: keterbatasan jumlah produksi, tingkat keseragaman yang rendah (umur, tinggi dan bobot benih), tingginya biaya dan beratnya operasional pengangkutan dari sumber benih ke lahan kebun. Teknologi embriogenesis somatik mempunyai potensi yang efektif dan efisien untuk pengembangan benih sagu unggul secara massal dalam waktu relatif singkat, benih lebih homogen (genetik, umur, tinggi dan bobot benih), biaya dan proses operasional pengangkutan benih dari sumber ke lahan kebun lebih efisien. Teknologi embriogenesis somatik mampu memproduksi benih sagu sebanyak 100000 – 1000000 benih/laboratorium/tahun setelah terlewati proses induksi kalus dan proliferasi kalus maupun embrio somatik yang membutuhkan waktu selama dua tahun. Produksi benih sagu secara konvensional hanya mencapai 500 – 2500 benih/ha/tahun. Selain teknik kultur media padat, teknik kultur media cair mempunyai potensi pengembangan yang lebih efisien karena dapat menghemat komponen media, lebih efisien biaya dan praktis dalam operasional pengerjaannya. Penghematan biaya media pada kultur cair dapat mencapai 50 – 75 % dibandingkan dengan penggunaan media padat. Kultur media cair yang dikembangkan ada dua teknik yaitu temporary immersion system (TIS) atau sistem perendaman sesaat (SPS) dan kultur suspensi. Kedua teknik kultur cair tersebut masing-masing memiliki kelebihan untuk produksi benih sagu. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam produksi benih tanaman sagu bermutu. Penelitian embriogenesis somatik tanaman sagu ini terdiri atas enam rangkaian percobaan. Percobaan pertama adalah embriogenesis somatik tidak langsung yang terdiri atas dua tahap yaitu induksi embriogenesis somatik melalui teknik kultur suspensi dan embriogenesis somatik tanaman sagu menggunakan tiga metode kultur. Percobaan kedua yaitu diferensiasi kalus membentuk embrio somatik yang terdiri atas dua tahap yaitu diferensiasi kalus membentuk embrio somatik dan pendewasaan embrio somatik yang masing-masing menggunakan tiga metode kultur. Percobaan ketiga adalah perkecambahan embrio somatik tanaman sagu pada tiga metode kultur. Percobaan keempat adalah pembesaran kecambah menjadi planlet tanaman sagu pada tiga metode kultur. Tiga metode kultur yang digunakan pada percobaan 1 – 4 adalah metode kultur suspensi, TIS dan media padat. Percobaan kelima adalah aklimatisasi planlet sebagai upaya mendapatkan benih sagu klonal unggul. Percobaan keenam adalah analisis kesamaan genetik tanaman sagu asal embriogenesis somatik metode RAPD. Bahan tanam awal berupa kalus remah (subkultur ke-24) tanaman sagu jenis Alitir yang berasal dari Merauke, Papua yang tersedia di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropogasi Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI). Percobaan 2 menggunakan kalus embriogenik asal percobaan 1 dan stok kalus di laboratorium sebagai bahan tanam untuk diferensiasi kalus membentuk embrio somatik. Selanjutnya, embrio somatik fase perkembangan dewasa (scutellar dan coleoptilar) yang terbentuk digunakan sebagai bahan tanam pada percobaan 3 untuk perkecambahan embrio somatik. Kecambah embrio somatik yang terbentuk, digunakan sebagai bahan tanam pada percobaan 4 untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan kecambah menjadi planlet. Planlet yang sudah jagur yaitu memiliki daun yang cukup dengan perakaran yang cukup digunakan sebagai bahan penelitian percobaan 5 untuk aklimatisasi planlet menjadi benih sagu yang siap ditanam di kebun. Untuk mengetahui tingkat kesamaan genetik (genetic similarity), diseleksi sampel daun benih sagu di pesemaian sebagai bahan percobaan 6 yaitu analisis kesamaan genetik sagu asal kultur embriogenesis somatik dengan metode RAPD menggunakan enam primer. Hasil penelitian dari serangkaian percobaan adalah berupa kalus, embrio somatik fase muda sampai dewasa (globular, elongated, scutellar dan coleoptilar), kecambah, planlet, benih di pesemaian dan tingkat kesamaan genetik tanaman sagu. Pada percobaan 1, telah diperoleh embriogenesis somatik sagu paling efisien yaitu pada media yang mengandung kinetin dengan konsentrasi 1 mg L-1 (embrio somatik 123.9 buah/Erlenmeyer). Percobaan perbandingan tiga sistem atau metode kultur untuk proliferasi dan induksi embriogenesis somatik, perlakuan terbaik adalah metode kultur suspensi dengan media yang ditambah 2,4-D 5.0 mg L-1 + kinetin 0.1 mg L-1 (384.7 embrio somatik/bejana). Percobaan diferensiasi kalus membentuk embrio somatik, perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan metode kultur TIS dengan media yang ditambah TDZ 1.0 mg L-1 + kinetin 0.5 mg L-1 (389.2 embrio somatik/bejana). Proses pendewasaan embrio somatik terefisien diperoleh pada metode kultur suspensi dengan media yang ditambah ABA 0.01 mg L-1 + kinetin 1.0 mg L-1 (55.2 embrio somatik fase dewasa /bejana). Proses perkecambahan embrio somatik sagu fase dewasa terbaik diperoleh pada metode kultur TIS dengan setengah konsentrasi makro media yang ditambahkan GA3 0.1 mg L-1 + kinetin 2.0 mg L-1 (51.0 kecambah embrio somatik/bejana). Pertumbuhan dan perkembangan kecambah embrio somatik sagu menjadi planlet terefisien diperoleh pada perlakuan metode kultur TIS dengan media yang ditambahkan GA3 0.5 mg L-1 + kinetin 1.0 mg L-1 (tinggi planlet 11.5 mm, jumlah daun 1.7 helai, kelas warna hijau daun 1.8 dan perakaran 7.5 dari setiap 10 sampel). Planlet sagu telah berhasil diaklimatisasi menjadi benih siap tanam di kebun dengan perlakuan aklimatisasi terefisien yang diperoleh pada komposisi media yang terdiri atas top soil, pasir, pupuk kandang dan cocopeat (1:1:0:1) v/v yang dapat menghasilkan persentase benih hidup tertinggi. Hasil analisis RAPD menunjukkan bahwa tingkat keragaman genetik populasi benih sagu sangat rendah yang berarti antar populasi benih sagu tersebut memiliki kesamaan genetik tinggi. Dengan demikian, benih sagu yang dikembangkan tersebut memiliki kestabilan genetik tinggi sehingga mempunyai potensi besar untuk digunakan sebagai metode propagasi benih sagu unggul secara massal.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcBiotechnologyid
dc.subject.ddcPlant biotechnologyid
dc.subject.ddc2014id
dc.titleEmbriogenesis Somatik Sagu (Metroxylon Sagu Rottbol) Metode Kultur Cair Untuk Pengembangan Teknologi Perbanyakan Benih Bermutuid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordanalisis RAPDid
dc.subject.keywordmedia padatid
dc.subject.keywordsuspensiid
dc.subject.keywordtingkat kesamaan genetikid
dc.subject.keywordTIS.id


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record